"Lia ... kamu tuh jangan kayak Lilin. Menerangi tapi habis, " kata Kak Sari dengan nada kesal.
Lia menatap heran Kak Sari. Apa salahnya dengan menolong orang lain. Kenapa juga dia sampai menanggapnya bak lilin.Â
"Kak ... kenapa sih kalau aku bantu temanku, Â Sari protes terus, " kata Lia.
"Lia ... Lia. Kamu tahu nggak, kalau teman-temanmu cuma manfaatin kamu, " ucap Kak Sari.
Lia tertawa kecil. Prasangka buruk menghinggapi kakak sulungnya. Ingin dia membantahnya, tapi takut timbul Perang Dunia Ketiga. Lebih baik menghindar.
"Aku salat Ashar dulu ya. Belajar salat tepat waktu, " ucap Lia mengakhiri perdebatan dengan Kak Sari.
Lia melangkah menuju kamar tidur. Membuka pintu kamar mandi. Mengambil air wudhu. Basuhan air di wajah memberikan ketenangan hati.
Lia mengambil mukenah dan salat. Tak lupa memanjatkan doa untuk kedua orang tua, dirinya, dan keluarganya, termasuk buat Kak Sari.
Habis salat, Lia memperlambat keluar dari kamarnya. "Ya Allah ... salahkah aku membantu teman-temanku. Mereka minta tolong  padaku. Dan aku tak kuasa menolaknya. Selagi aku mampu menolong mereka, " keluhnya.
"Tok ... tok ... tok ...." suara pintu kamarnya diketuk.
"Lia ... makan malam dulu, " panggil Kak Sari dari balik pintu.