Mohon tunggu...
Seribu Perak
Seribu Perak Mohon Tunggu... -

Citizen Reporter

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dinas

22 Oktober 2010   08:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:12 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PAGI masih gelap ketika saya keluar dari masjid usai sholat subuh tadi. Suara-suara burung terdengar riuh bersahutan. Tampak dua orang petugas kebersihan sedang menyapu halaman rumah kudus itu penuh daya. Sementara di dalam masjid tersisa beberapa orang yang masih khusyuk berdzikir dan berdoa.

Berjalan kaki. Saya pulang bersama seorang bapak, tetangga, yang rumahnya hanya beberapa meter dari tempat tinggal saya. Sebelumnya kami bersalaman. Begitulah kelaziman antar sesama jamaah ketika bertemu setelah melangkah meninggalkan masjid.

Bapak itu telah purna tugas. Beliau mengaku dulu adalah amtenar di kantor Pemprov Jatim. Tak ada cerita detail di bagian apa di kantor plat merah itu beliau bertanggung jawab dan melewatkan hari-harinya selama masih aktif.

Sepotong pertanyaan mendadak terlontar untuk saya, “Mas Herwindo dinas dimana?” Dalam hati saya tertawa. Kata ‘dinas’ terlalu asing buat saya. Karena asing, ia menggelikan. Saya tersenyum ringan sebelum menjawab pertanyaan tadi.

“Saya buruh di kantor web developer, Pak”. Tampaknya ada sesuatu yang aneh telah menggelitik kuping bapak itu. “Web developer itu apa Mas?”, tanya beliau lagi. Saya langsung berpikir untuk memberi jawaban bernas dan mencerahkan hehe….

“Kantor saya itu membantu perusahaan-perusahaan bikin website untuk tujuan macam-macam. Ada website untuk jualan di internet, ada website company profile…” Bapak itu mengangguk-angguk. Saya tak tahu benar apakah bapak itu paham dengan jawaban saya. Yang pasti tak ada pertanyaan susulan setelah itu.

Yang lolos kemudian dari mulutnya adalah seloroh, “Cari kerja sekarang nggak segampang dulu Mas” lalu dilanjutkan, “Punya pekerjaan pun penghasilannya belum tentu mencukupi kebutuhan. Sekarang itu susah!”

Saya cuma berkomentar rendah, “Apa pun Pak, semua harus disyukuri” Jawaban saya rupanya menyudahi obrolan kami selama perjalanan pulang. Rumah bapak itu sudah di depan mata. Saya sudah tak sabar ingin sampai rumah dan sarapan. Lapar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun