Mohon tunggu...
Sergius Hendi
Sergius Hendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya ialah menulis dan memnonton

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tari Kondan pada Upacara Pendagi

27 Februari 2024   06:58 Diperbarui: 27 Februari 2024   06:59 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TARI KONDAN PADA UPACARA PENDAGI

Dayak merupakan sebutan untuk menerangkan salah satu suku  yang ada di dunia terkhususnya sebagai penduduk asli Pulau Kalimantan. Mulai dari zaman nenek moyang, masyarakat suku Dayak di Kalimanatan sudah terikat dalam sistem hidup kemasyarakatan adat yang menjadi penyatu dan pengikat mereka. Sejumlah subsuku tertentu memiliki unsur budaya yang sangat mirip, meskipun dengan nama yang berbeda-beda.[1] Oleh karena itu sistem budaya Dayak merupakan sesuatu yang dianggap oleh orang Dayak sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermakna, dan penting dalam kehidupan mereka. Dayak sendiri memiliki banyak susbsuku, salah satu contohnya ialah subsuku "Dayak Muduk."

 

 Dayak Muduk merupakan salah satu dari banyaknya subsuku dayak yang ada di Kalimanatan Barat. Susbsuku ini mendiami sebagain kecil kawasan hutan yang ada di Kabupaten Sanggau. Dayak Muduk hidup dengan budaya berladang, mereka mengandalkan alam dengan cara membuka lahan untuk ditanami padi dan sayur mayur (berladang). Kata Muduk sendiri diambil dari nama sebuah tempat yang kecil dikelilingi banyak lalang(supoda dalam bahasa Muduk), hal ini ingin menunjukkan keberadaan mereka yang kecil namun hidup rukun dan saling menghargai di tengah kesulitan (disimbolkan dengan lalang) namun tetap menysukuri pemberian Tuhan dan memberi kepada sesama. Sebagai suatu kelompok, mereka tidak terlepas dari sebuah kebudayaan yang mereka buat dan digunakan untuk mengikat persaudraan dan sebagai salah satu cara mereka bersatu dengan alam dan para leluhur, salah satunya melalui tari kondan pada upacara pendagi.

 

Tari Kondan merupakan sebuah tari tradisional yang banyak dikenal di Kabupaten Sanggau. Tari kondan ini biasanya digunakan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan dan rasa suka cita dalam setiap upacara dan acara-acara besar seperti "Nosu Minu Podi." Dalam Suku Dayak Muduk, tari kondan dilakukan seminggu setelah acara "Nosu Minu Podi" pada upacara pendagi. Nosu Minu Podi, terdiri dari tiga suku kata, yaitu:  memanggil (Nosu) jiwa (Minu) padi (Podi), sehingga kegiatan ini merupakan wujud syukur masyarakat atas hasil panen.[2]  Di sisi lain, upacara pendagi merupakan upacara penutupan dari seminggu rangkaian kegiatan yang dimulai dari acara Nosu Minu Podi. Upacara pendagi dilakukan di hutan atau bekas kampung lama (himok), di dalam pendagi ada patung dan tempat untuk ketua adat melantunkan mantra (poma dalam bahasa dayak muduk) untuk berkomunikasi dengan arwah leluhur dan penungu-penunggu tempat sakral lainnya.

 

Tari kondan ini bisa ditarikan secara masal baik laki-laki maupun perempuan dengan posisi tari melingkar, dengan gerakan maju mundur sambil kaki dihentakan di tanah dengan tangan naik turun seperti menyembah dan sambil berkeliling. Dalam menarikan tarian ini, penari perempun biasanya membawa sebotol gelas tuak (minuman khas dayak hasil dari permentasi beras ketan) yang akan dibagikan kesetiap penari dengan berkata "tere-tere ya, aro we." Suku Dayak Muduk biasanya menarikan tarian ini menggunakan pakain adat dayak dengan bermotifkan pakis dan rebung muda.

 

Makna Filosis dari Tari Kondan.

 

  • Posisi Melingkar.

 

Dalam tari kondan Dayak Muduk, posisi yang digunakan ialah melingkar. Melingkar di sini menyimbolkan kebersamaan, gotong-royong, persaudaraan, dan keseimbangan manusia dengan alam. Dengan posisi melingkar ini, masyarakat dayak Muduk percaya bahwa rezeki untuk kedepannya tidak berkurang  karena telah di pagar. Maksud dari pagar itu ialah supaya dalam hasil panen ladang dan sawah kedepannya tidak terserang hama. Selain itu, gerakan kaki maju mundur dalam tari kondan dipercayai oleh masyarakat suku Dayak Muduk sebagai penjemputan rezeki dari punopok (Tuhan). 

Selain meminta rezeki, makna gerak maju mundur ialah cara untuk mengajak para leluhur untuk membantu menjaga ladang dan sawah mereka, sedangkan gerakan kaki menghentak ke tanah ialah meminta restu kepada makhluk gaib penunggu tempat di mana mereka akan membuka ladang dan sawah dapat menyuburkan tanah tersebut, sehingga benih padi dan sayur mayur yang akan ditanam dapat tumbuh dengan subur. Selain itu juga, maksud dari hentakan kaki ke tanah ialah untuk meminta izin penggunaan tanah sehingga ketika mengarab sawah dan ladang tidak terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan seperti kebakaran hutan, banjir dan kemarau yang berkepanjangan.[3]

 

  • Gerakan Tangan Naik Turun

 

Gerkan tangan naik turun seperti menyembah dalam tari kondan merupakan sesuatu yang lazim dilakukan. Gerakan tari ini, memiliki makna yang sama dengan tari kondan Dayak Hibun. Gerakan ini di percayai sebagai sebuah tuntutan, yang di mana kita hidup di dunia ini tidak selalu senang, pasti ada salah satu keluarga yang mendapat cobaan.[4] Cobaan yang dimaksudkan di sini ialah jatuh bangun (disimbolkan dengan tangan yang naik turun, karena dengan tanganlah manusia mengais rezeki) baik dalam kesehatan dan usaha yang di mana itu semua merupakan pemberian sang pencipta. Oleh karena itu melalui gerakan ini dimaksudkan untuk selalu bersyukur dengan apa yag telah diberikan oleh Tuhan,  baik ketika jatuh maupun ketika senang.

 

  • Gerakan Berkeliling

 

Gerakan berkeliling dalam tari kondan bagi suku Dayak Muduk dipercayai sebagai simbol dari setiap aktivitas masyarakat dalam berladang atau bersawah. Aktivitas yang dimaksudkan di sini ialah suatu proses, mulai dari memilih lahan, menebang pohon/mencangkul bagi sawah, pembakaran ladang/pengairan bagi sawah, merumput, dan panen. Semua aktivitas tersebut sangat tergantung pada alam, oleh karena itu gerakan berkeliling ingin mengatakan bahwa dalam setiap usaha manusia tidak bisa terlepas dari dinamika alam dan ingin mengatakan bahwa proses yang dilakuakn selalu sama namun hasil terkadang yag berbeda. Oleh karena itu, melaui gerakan ini dimaksudkan untuk senantiasa menjalankan aktivitas itu dengan senang hati tanpa mengeluh.

 

  • Pemberian Tuak Oleh Perempuan

 

Dalam tari kondan Suku Dayak Muduk harus ada tuak dan hanya boleh diberikan oleh perempuan. Hal ini dipercayai oleh suku Dayak Muduk sebagai rasa syukur atas rezeki yang diberikan serta menunjukkan rasa suka cita atas hasil panen.  Pemberian tuak hanya dilakukan oleh perempuan kepada lelaki, dan para tamu hal ini dikarenakan perempuanlah yang beranggungjawab atas rumah tangga dan bisa melahirkan, jadi perempuan disimbolkan sebagai sumber benih, sumber kesuburan (tanah) dan penjaga yang baik.[5]

 

  • Motif Pakis dan Rebung

 

Motif pakis dan rebung menyimbolkan sebuah harapan bagi para anggota suku. Motif pakis dan rebung sendiri dipercayai sebagai tanaman yang dapat dimakan, dan jika dipetik akan tumbuh kembali.[6] Kedua motif ini ingin mengatakan bahwa  alam semesta dan punopok (Tuhan) akan senantiasa merestui segala usaha dan akan memberikan rezeki.

 

  • "Tere-Tere Ya, Aro We

 

seruan "tere-tere ya, aro we" hampir mirip dengan syair lagu ka' jubata dalam tari Jongan di Kabupateng Bengkayang, Kalimanatan Barat.[7] Kedua seruan ini sama-sama mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan dan alam atas rezeki panen yang diberikan kepada mereka. Selain itu, dengan seruan tersebut masyarakat suku Dayak Muduk percaya bahwa dengan tetap menjalani komunikasi, para leluhur tetap merestui segala usaha mereka atau bisa dikatakan sebagai ucapan terimaksih.

 

Kesimpulan 

Tari kondan dalam suku dayak muduk merupakan ungkapan syukur atas hasil panen kepada Tuhan, para leluhur dan kepada alam. Tari ini dilakukan pada upacara pendagi, karena mereka percaya di pendagi adalah tempat di mana pintu untuk dapat bersatu dan berpesta bersama para leluhur yang telah dipanggil oleh ketua adat melalui pahoh (tempat pengucapan mantra) sekaligus tempat memberi makan kepada para leluhur. 

Tari kondan ini dimaksudkan sebagai media komunikasi bersama para leluhur, punopok (Tuhan), alam dan mahluk gaib. Hal ini dilatar belakangi dari zaman dulu, yang mana tidak semua orang dapat berbicara dengan para leluhur dan hanya dengan tarian dan gerakan yang mereka buat itulah cara termudah bagi mereka untuk mengucapkan terimakasih serta meminta kepada leluhur, punopok (Tuhan), alam dan mahluk gaib untuk senantiasa memberi rezeki. Oleh karena, dengan tari kondan ini masyarakat Dayak Muduk berusaha menjaga keseimbangan dengan alam dan menjaga relasi dengan sang pemberi. Maka tidak heran kalau tari ini dilakuakn di pendagi sebagai penutup upacara dan acara adat, karena acara Nosu Minu Podi merupakan acara syukur hasil panen dan sekaligus memanggil semangat padi. Tari kondan dijadikan sebgai penutup karena ingin mengkungkapkan rasa bahagia, syukur kepada pemberi dan mengungkapkan harapan baru.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun