Mohon tunggu...
Ndiken Sergi
Ndiken Sergi Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Almasuh - Papua

Tulis dan Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Juru Selamat Itu Bernama Covid-19 walau Hanya Sesaat Saja

24 Juni 2020   23:35 Diperbarui: 25 Juni 2020   00:10 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan macet dan polusi di Jakarta tiba-tiba teratasi. Warga Jakarta untuk sementara waktu dapat menghirup udara segar dan melihat langit biru. Persoalan kronis yang melanda ibukota selama berpuluh-puluh tahun tersebut, langsung teratasi dengan kedatangan virus corona, walaupun hanya sesaat saja.

Aktivitas sosial masyarakat dibatasi selama masa pandemik covid-19 melanda ibukota. Lockdown diberlakukan, imbasnya warga Jakarta bisa melihat langit biru kembali dan menghirup udara segar walau hanya untuk sesaat.  

Fenomena unik serupa terjadi juga di ujung bumi lainya tepanya di Israel. "Danau galilea yang mengalami kekeringan parah hampir selama 20 tahun, kini terisi kembali.  Debit air yang tinggi bahkan telah menenggelamkan pulau-pulau kecil dan vegetasi liar lainnya ", tulis CNN Indonesia.

Semua fenomena unik tersebut terjadi karena andil Virus corona. Covid-19  ibarat pedang bermata dua, yang disatu sisi sangat mematikan, tetapi pada sisi yang lain dapat menyembuhkan persoalan-persoalan kronis yang tidak perna diselesaikan oleh manusia. Para orang pintar di Jakarta selama berpuluh-puluh tahun meracik strategi dan konsep yang jitu untuk mengatasi persoalan macet dan polusi udara, tetapi tidak pernah berhasil. Gubernur ganti gubernur, presiden pun silih berganti, tetapi tidak ada solusi yang tercipta untuk dua persoalan itu.

Pasti-lah hal serupa juga terjadi pada  kota-kota besar dan padat penduduk di belahan dunia lain-nya.

Manusia diberbagai belahan dunia dengan sendirinya membatasi diri untuk aktivitas keluar rumah. Otomatis polusi dan pencemaran lingkungan juga berkurang. Alam menyembukan dirinya sendiri.

Emisi gas rumah kaca (karbondioksida, metana,dll)berkurang karena aktivitas kendaraan bermotor yang menurun. Akibat dari pembakaran bahan bakar berbasis fosil (BBM, Batubara, dll) akan menghasilakan karbondioksida (CO2). Karbondioksida merupakan sala satu zat penyusun "gas rumah kaca".Unsur-unsur yang dikelompokan dengan istilah "Gas rumah kaca" merupakan salah satu penyumbang terbesar pemanasan global yang memicu terjadinya lubang pada lapisan ozon.

Dengan berkurangnya komposisi unsur-unsur tersebut diatmosfir maka, dengan sendiri bumi telah mengobati dan menyembukan dirinya sendiri. 

Hanya dengan kehadiran virus corna maka persoalan-persoalan tersebut dalam sekejap mata langsung teratasi, walaupun hanya sesaat. Benar, apa yang dikatakan Mohammad Darvish, seorang anggota dari dewan keamanan nasional untuk Lingkungan, " hari ini bumi merayakan kondisi terbaiknya dalam setengah abad".

Bumi sedang memperbaiki dirinya, bumi sedang menyembuhkan dirinya sendiri, karena dengan kehadiran "juru selamat bumi" yang bernama virus corona semua itu dapat terjadi.  Bumi berserta alam raya sedang bergembira merayakan hari ulang tahun-nya. Walaupun hanya sesaat saja.

Virus corona (covid-19) membawa manusia dalam tata dunia baru. Kehidupan baru, kebiasaan baru, yang terkenal dengan sebutan New Normal. Bukan hanya sekedar pakai masker, cuci tangan dan jaga jarak. Tetapi kebiasaan lama yang bersifat destruktif harus dapat ditinggalkan. Kebiaasan untuk harus  hidup lebih bersih, hidup lebih mencintai lingkungan, dan sesama mahkluk hidup lainnya.

Bukan saja masyarakat kecil yang diterapkan New Normal. Tetapi pemerinta juga harus  dapat mengintrospeksi diri  dengan menerapkan semangat New Normal  kedalam setiap kebijakan, peraturan  dan keputusannya.

Tidak merusak lingkungan dengan pembukaan lahan  berjuta-juta hektar untuk pertanian, perkebunan sawit, illegal loging, perubahan tata guna lahan, pembakaran lahan, dan lain-lain.  Pemerintah harus mampu untuk menerapakan strategi pembangunan yang berbasis lingkungan hidup. Lebih mencintai lingkungan dan menghormati alam sekitar.

Sehingga  dapat tercipta keseimbangan ; kesinambungan antara manusia dan lingkungan hidup. Hewan, tumbuhan, dan  alam sekitar tetap terjaga ; terpelihara dengan baik sampai anak cucu kita.  Karena bumi adalah tempat hidup untuk semua jenis mahkluk hidup. Bumi bukan hanya milik manusia.

Yang harus digaris bawahi adalah pandemik ini terjadi karena adanya suatu virus yang tadinya hanya ada di hewan, kemudian pindah ke manusia (disebut, Zoonosis). Seperti virus ebola, sapi gila,flu burung, SARS, dan lain-lain. Virus yang semula berada dihewan kemudian ditularkan kepada manusia dan seterusnya berpindah kepada populasi manusia lainnya.  Pertanyaan subtansinya, mengapa virus-virus tersebut dapat berpindah ke manusia ?

Didalam Atrikelnya yang berjudul Ecological Reflections on the corona virus . Seorang aktivis lingkungan bernama Vandana Shiva, menulis " ...seiring berkembangnya peradaban manusia, penyakit baru juga akan bermunculan..."

Pada saat hutan yang merupakan tempat tinggal monyet, kelelawar, dan lain-lain dirusak oleh manusia, otomatis para hewan ini akan mencari tempat tinggal baru. Apa bila sudah tidak ada hutan dan pohon untuk ditinggali maka, mereka akan berkeliaran mencari tempat tinggal baru, bahkan sampai dekat pemukiman manusia.

Senada dengan Shiva, professor John E. Fa dari Manchester Metropolitan Unversity mengatakan, penyakit-penyakit tersebut muncul ketika terjadi degradasi lingkungan dan deforestasi. Manusia merusak hutan, membakar hutan, membuka lahan baru, maka secara tidak sadar manusia sudah terhubung dan bersentuan secara tidak langsung dengan virus-virus tersebut. Seperti korelasi  kasus virus ebola dengan penggundulan hutan yang terjadi pada tahun 2000-an hingga 2013.

Oleh karena itu dengan adanya pandemik virus corona ini, kita dapat belajar tentang banyak hal, diantaranya bukan hanya masyarakat saja yang harus menerapkan New normal, tetapi Negara dalam hal ini pemerintah didalam setiap kebijakan, keputusan dan peraturan yang merugikan hutan, alam, dan lingkungan hidup. Sudah selayaknya dan pantas untuk harus menerapkan semangat New Normal, yang lebih bersifat konstruktif.

Walaupun hanya sesaat saja, tetapi kedatangan Covid-19 kedalam dunia sudah menyebarkan hal yang positif kedalam tatanan kehidupan kita.

_ADN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun