Mohon tunggu...
Johanes Marcelino Matmey
Johanes Marcelino Matmey Mohon Tunggu... Lainnya - tell the story and let the world knows the way it is

- 𝓁𝒾𝒻𝑒 𝒾𝓈 𝒶𝒷𝑜𝓊𝓉 𝓂𝑜𝓂𝑒𝓃𝓉𝓈 -

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menakar Eksistensi Badan Bank Tanah: Fondasi Tangguh Harapan Bangsa untuk Reforma Agraria yang Berkeadilan Sosial

25 Januari 2025   06:39 Diperbarui: 27 Januari 2025   13:42 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dengan luas lahan pertanahan yang mencapai 7.463.948 hektar, Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi agraria. Namun, ironisnya, sebagian besar masyarakat masih menghadapi ketimpangan akses dalam pengelolaan tanah. Bayangkan kalau setiap jengkal tanah yang ada di bumi khatulistiwa ini bukan hanya dimiliki, melainkan juga dimanfaatkan untuk kemakmuran bersama, sebagaimana sejalan dengan tujuan agraria Indonesia yang tertuang dalam UUPA bahwa tanah harus memiliki fungsi sosial yang seyogyanya harus dipelihara dengan baik, agar bertambah kesuburannya. Dalam bayangan kecil ini, maka petani memiliki hak terhadap lahan yang produktif, generasi muda dapat bermimpi membangun usaha dari tanah yang dimanfaatkan secara adil, dan kota-kota tumbuh tanpa melupakan keadilan sosial. Dari kondisi yang ada inilah kehadiran Bank Tanah menjadi krusial dan signifikan. Namun, pertanyaan sederhananya, apakah lembaga ini mampu menjadi instrumen untuk menciptakan keadilan agraria dan membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia? Mari kita kupas peran dan manfaatnya untuk menjawab tantangan besar ini.

Ketimpangan penguasaan tanah telah menjadi salah satu isu agraria yang mengakar di Indonesia. BPS mencatat bahwa lebih dari 50% petani hanya menggarap lahan kurang dari 0,5 hektar. Disisi lain juga, terdapat segelintir pihak yang memiliki ribuan hektar lahan, namun tidak ada pemanfaatan yang produktif terhadapnya. Tentunya, hal ini menciptakan kesenjangan sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi inklusif secara bersamaan. Situasi ini tambah diperparah dengan konflik agraria yang sering kali menghantui masyarakat lokal dengan korporasi besar atau pemerintah. Segelintir masyarakat adat harus terusir dari tanah leluhurnya, sementara masyarakat urban menghadapi kesulitan untuk memperoleh akses hunian yang layak sebagai akibat terjadinya lonjakan harga tanah yang bagi masyarakat berpenghasilan rendah sangat sulit untuk mendapatkannya. Dalam konteks ini, reforma agraria dari segala aspek menjadi kebutuhan mendesak guna mewujudnyatakan keadilan sosial.

Badan Bank Tanah sebagai lembaga atau instansi negara yang memiliki tanggung jawab untuk mengelola tanah secara adil dan berkelanjutan ini merupakan badan hukum oleh undang-undang sebagaimana merupakan amanat dari UU CIpta Kerja. Bank Tanah memiliki mandat untuk mengelola tanah-tanah terlantar yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, memberikan jaminan tersedianya tanah atau lahan untuk tujuan program strategis nasional, serta mendukung pelaksanaan reforma agraria khususnya redistribusi tanah bagi yang membutuhkan. Melalui amanat ini, Badan Bank Tanah dapat menjadi katalisator yang menghubungkan kebutuhan masyarakat akan lahan dengan potensi pemanfaatan lahan yang ada, sehingga dapat mewujudnyatakan pemerataan ekonomi yang lebih mewadah dan inklusif.

Objek yang dikelola atau menjadi perhatian Bank Tanah adalah tanah, akan tetapi implikasi dan aplikasi pelaksanaan tugas institusi ini dirasakan langsung oleh masyarakat. Sehingga, untuk mewujudnyatakan Bank Tanah yang tidak hanya menjadi lembaga baru, melainkan membawa rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia, terdapat beberapa aspek yang perlu menjadi perhatian Bank Tanah dalam tata kelolanya. Bangsa Indonesia sangat memerlukan transparansi dan akuntabilitas Bank Tanah dalam melakukan pengelolaan tanah. Informasi terkait status tanah, proses redistribusi, dan kriteria penerima manfaat harus dapat diakses oleh publik guna mencegah penyalahgunaan wewenang. Lembaga ini juga diharapkan dapat memberikan prioritas kepada kelompok rentan, seperti petani kecil, masyarakat adat, dan penduduk miskin perkotaan. Hal ini sangat perlu dilakukan oleh lembaga-lembaga yang memiliki otoritas, sehingga kebijakan yang ada benar-benar dapat menyasar mereka yang paling membutuhkan. 

Sebagai otoritas yang memiliki mandat besar dalam pengelolaan tanah, Bank Tanah perlu menempatkan dirinya sebagai lembaga yang akuntabel, transparan, serta mampu memberikan manfaat dan kontribusi nyata bagi masyarakat. Salah satu peran strategis yang harus dijalankan adalah dengan menjadi mediator dalam penyelesaian konflik agraria yang sering kali berlangsung lama dan kompleks. Dengan mengedepankan pendekatan yang adil, inklusif, dan berbasis solusi, Bank Tanah tidak hanya dapat membantu meredakan ketegangan, tetapi juga memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menciptakan keadilan agraria.

Namun, keberhasilan peran tersebut tidak hanya terbatas pada pencapaian solusi jangka pendek. Kebijakan yang dibuat atau dikoordinasikan melalui Bank Tanah harus dikelola secara berkelanjutan (sustainability management), dengan mempertimbangkan dampak dan efeknya bagi generasi mendatang. Sebagai lembaga yang mengemban cita-cita agraria yang dinamis dan berkelanjutan ini, salah satu langkah efektif adalah melalui edukasi yang berfokus pada program pengelolaan lahan produktif kepada para penerima manfaat. Dengan demikian, mereka tidak hanya mendapatkan akses terhadap lahan semata, melainkan juga pengetahuan dan keterampilan untuk memanfaatkan lahan tersebut secara optimal dan inovatif, sehingga dapat memberikan dampak dan sumbangsih nyata terhadap pembangunan ekonomi yang berkeadilan.

Selain itu, Bank Tanah yang adalah lembaga perpanjangan tangan visi dan misi presiden, diharapkan mampu memenuhi ekspektasi masyarakat dengan tetap berpegang pada prinsip tata kelola yang baik (good governance). Prinsip ini dapat diwujudkan melalui koordinasi dan kolaborasi lintas sektor, melibatkan berbagai pihak, termasuk kementerian, lembaga, organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, maupun sektor swasta. Kolaborasi ini penting untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan bersifat kontributif, efektif, dan tepat sasaran, sekaligus mencegah terjadinya tumpang tindih kebijakan atau pelaksanaan, terutama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang memiliki fokus pengaturan serupa. Sinergi yang harmonis antara Bank Tanah dan ATR/BPN akan memastikan pengelolaan tanah di Indonesia berjalan lebih terintegrasi, efisien, serta berdampak luas bagi masyarakat.

Peran Badan Bank Tanah tidak hanya sekedar penting dalam menciptakan pemerataan akses terhadap penggunaan dan pemanfaatan lahan, tetapi juga menjadi fondasi utama dalam mendukung terwujudnya ekonomi yang berkeadilan di Indonesia. Ketimpangan penguasaan tanah yang selama ini menjadi persoalan mendasar dapat diatasi melalui pelaksanaan program redistribusi yang tepat sasaran (on target). Melalui program ini, masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap lahan, seperti petani kecil, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya, dapat memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan tanah secara produktif. Dengan akses yang memadai terhadap lahan, petani kecil memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas mereka secara berkelanjutan dan signifikan, baik dalam sektor pertanian maupun peternakan. Peningkatan produktivitas ini tidak hanya berdampak langsung pada pendapatan dan taraf hidup mereka, tetapi juga berkontribusi pada ketahanan pangan nasional, yang adalah salah satu tujuan strategis bangsa Indonesia. Selain itu, redistribusi tanah yang ditujukan kepada masyarakat miskin, memberikan mereka aset yang dapat diolah dan digunakan untuk kegiatan ekonomi produktif, yang mana tanah tersebut dapat menjadi modal utama untuk memulai usaha pertanian, peternakan, atau bahkan kegiatan ekonomi lain yang relevan dengan kebutuhan dan potensi lokal.

Di sisi lain, pemanfaatan tanah secara strategis juga dapat menjadi pendorong pembangunan yang lebih merata (inclusive and equitable development), khususnya di kawasan perdesaan. Penggunaan tanah untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum, seperti jalan, irigasi, dan pusat pelayanan masyarakat dapat memperkuat konektivitas antar wilayah serta memperbaiki kualitas hidup masyarakat pedesaan. Dengan demikian, problematika kesenjangan yang selama ini terasa begitu tajam dan ngejomplang antara desa dan kota dapat secara perlahan diminimalisasi, menciptakan peluang yang setara bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Lebih jauh lagi, pengelolaan tanah yang adil dan merata melalui eksistensi Badan Bank Tanah juga dapat mengurangi potensi konflik agraria yang kerap menjadi isu kompleks dan sensitif di masyarakat. Konflik yang seringkali melibatkan masyarakat adat, petani kecil, pemerintah, maupun korporasi besar dapat diminimalisasi melalui pendekatan yang transparan, inklusif, dan berlandaskan keadilan. Dengan demikian, ketegangan sosial yang muncul akibat sengketa tanah dapat diminimalkan, menciptakan stabilitas sosial yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang. 

Melalui peran strategis Badan Bank Tanah, tidak hanya pemerataan akses terhadap tanah yang dapat diwujudkan, tetapi juga transformasi dan pemberdayaan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, yang menjadi cita-cita besar bangsa Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun