Memang ketiga hal tersebut tidak dapat terwujud semuanya untuk menguji suatu dugaan kebenaran, tetapi paling tidak kita menyadari bahwa kebergantungan kehidupan kita juga tidak dapat terlepas dari pokok uji kebenaran tersebut (pengamatan, pemahaman dan pengalaman) dalam porsi yang berbeda-beda, dan sudah seharusnya kita tidak terjebak untuk lebih mengutamakan salah satu saja dari ketiga pokok uji kebenaran tersebut. Kecuali kalau anda mau dituduh sebagai orang yang timpang, maka anda juga jangan menyalahkan seseorang lainnya yang juga lebih mengutamakan suatu jalan tertentu di dalam menguji suatu kebenaran.
Pada akhirnya, apapun jalannya untuk memastikan suatu dugaan kebenaran yang manapun, akan berakhir kepada satu hal yang pasti, yaitu apakah jalan pengujian kebenaran tersebut dapat menginteraksikan kita dengan kebenaran itu sendiri dan sekaligus memberikan manfaat bagi kehidupan kita (dengan memahami hikmahnya atau mengalami peningkatan kemampuan adaptasi terhadap kehidupan kita) ?
Jika anda ingin memastikan kebenaran keberadaan batu, maka amatilah batu tanpa gagal, lalu pahamilah, dan sadarilah sifat-sifat batu dengan merasakan keberadaan batu tanpa harus menjadi batu, maka akan menjadi lebih baik lagi bagi derajat kepastian dan keyakinan anda terhadap realita batu. Semoga kita mampu menyadari hal ini dan dapat mencapai kelengkapan ini sejauh kemampuan kita.
Dan semoga seiring kehidupan kita, dapat memperoleh secara terus menerus penyempurnaan dari suatu kebenaran yang konsisten.
Validasi kebenaran? Pilih salah satu dan jangan mencela keyakinan lainnya yang juga cenderung mengutamakan metode tertentu dalam memvalidasi kebenaran, atau pilih keseluruhannya secara bertahap dengan berani!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H