Waktu dan musim telah berganti tetapi penderitaan atas kelaparan masih terus terasa. Belum lagi hidup di sebuah kamar yang semput dengan tunggakan sewa belum terlunasi menjadi teman sehari-hari. Pada malam itu perasaan kelaparan menggerakan ia untuk keluar kamar. Rasa pedih di lambung terus menerus meremas-remas seluruh alat pencernaannya.
Asam lambung tiba-tiba saja terasa ke mulut. Datang dan pergi silih berganti tetapi tetap masih sama karena bertransformasi menjadi sebuah hasrat. Saat hasrat itu datang ia berbalik di rancang sambil memikirkan temannya bernama Arip. Arip telah memberikan sebuah dasi mahal yang berbahan lembut. Dasi tersebut telah digantungkan pada sebuah paku di dinding.
Adanya persahabatan yang telah terjalin cukup maka tidak dapat mecegahnya untuk berpikir menjual dasi mahal tersebut hanya demi uang untuk kebutuhan hidup seperti nasi atau roti. Tetapi pertanyaannya yaitu “Kepada siapa ia dapat menjual dasi tersebut?”. Padahal temannya tersebut memberikan sebagai cendera mata. Walaupun demikian sudah pasti temannya tersebut akan mengerti jika dasi yang diberikan digunakan untuk mengenyahkan kelaparan yang sedang melanda.
Satu pertanda muncul pada permukaan tubuhnya. Dimana ia meraskan sosok lembut yang melipat ususnya. Pertanda tersebut membuaat ia bangkit dari kamar mungilnya sampai ke pintu untuk beranjak ke luar. Gerakan kembangkitan tersebut membuat rasa laparnya sedikit terlupakan. Tetapi saat sudah sampai di luar kontrakannya kebingungan melanda. Dimana ada dua pilihan yang harus dipilih berupa kanan atau kiri. Pilihan tersebut semakin sulit takala rasa lapar kembali menyerang tubuhnya bagaikan seekor kuda yang berpacu dilintas balapan.
Saat itu tiba seakan terempas ke bumi diterkam oleh seekor binatang perkasa yang menaklukkannya hingga akhir. Akhirnya pilihan jatuh ke arah kanan yang disepanjang jalan sangat muram. Belum lagi pepohonan di sepanjang jalan memberikan keriangan sekaligus kengerian. Kini dalam mengatasi kelaparan hanya bergantung kepada keajaiban. Setelah berjalan cukup lama akhirnya ia melihat perkarangan sebuah rumah. Rumah tersebut merupakan si penjaga kosan yang dibelakang terlihat seekor ayam.
Ia pun berhenti dan berusaha menangkap salah satu ayam disana. Ayam tersebut tidak diketahui jenis kelaminnya tetapi yang jelas besar dan gemuk. Dikarenakan tidak punya pilihan lain membuat ia pasti ingin segera menyantapnya. Setelah sampai di kamar kecilnya ia langsung mencoba untuk memasak dengan mematikan terlebih dahulu menggunakan pisau.
Saat mencoba mematikan entah mengapa ia merasa ganjil karena tidak merasa bersalah saat ayunan pisau pertama meleset. Setelah berusaha beberapa kali untuk mematikan ayam tersebut rasanya sia-sia. Dari beberapa ayunan pisau yang dilakukan hanya dapat menyentuh bulu dari ayam tersebut. Bahkan ayam tersebut sampai bisa kabur dan berlarian di kamar sempit tersebut. Walaupun demikian ayam tersebut masih tetap ditangkap tanpa harus mengeluarkan tenaga yang besar.
Saat kabur juga ayam tersebut berusaha melawan melalui kukunya. Untuk mengurangi dampak dari kukunya tersebut ia membalut salah satu tangannya dengan handung dan mencengkeram si ayam dengan tanggan lainnya untuk menggaplok kepala si ayam. Saat sudah menggapok dan siap untuk mengayunkan pisau selalu saja meleset. Hasil meleset tersebut digunakan dengan baik oleh ayam untuk menyerang balik tanpa henti untuk bisa kabur.
Perlawanan tidak hanya berasal dari kacaran kaki tetapi suara ayam yang mengeong marah juga terpapar. Pada saat itu sang ayam sudah merasa mautnya telah dekat dan tidak bisa dihindari. Ia pun kembali menyerang ayam dengan menggunakan pisau. Entah mengapa hasilnya selalu sama berupa pisau hanya membelah udara kosong. Walaupun demikian ia tetap berusaha menyerang dengan hasil yang sama berupa gagal lagi.
Kegagalan yang terus terjadi membuat ia mengalami naik darah dan berkata “Sialan!!!”.
Adegan pemburuan tersebut terus saja berlangsung sangat lama. Dimana ia terus berjuang dalam buruan untuk bertahan hidup. Sedangkan sang ayam menjelma menjadi musuh yang kuat karena ketahanan untuk tetap hidup dari ayunan pisau yang diberikan.
Saking lelahnya mengayunkan pisau yang tidak kunjung menghasilkan kejelasan maka muncul sebuah gagasan dengan menggunakan palu. Tidak hanya itu terbesit pula sebuah gagasan untuk mencekiknya menjadi solusi terbaik. Dikarenakan tidak memiliki sebuah tali untuk digunakan akhirnya sabuk menjadi solusinya. Maka ia tanpa pikir panjang langsung melepaskan sabuk celana yang digunakan untuk menjerat target berupa ayam. Nyatanya respon si ayam hanya menunggu dengan hening dan tenang.
Dengan kaki yang sulit melangkah tersebut karena celana yang melorot ia tetap berusaha. Saat sedang berusaha untuk menjeratnya menggunakan sabuk ayam tersebut berusaha keras juga membebaskan diri. Ada banyak sekali cara yang dilakukan si ayam untuk bebas dari mulai mencakar, memanjat, sampai berlari walaupun di kamar yang sempit.
Sekonyong-konyong saat sedang berusaha tubuh ia mulai menggigil gemetar. Hal tersebut karena pikirannya yang terlintas bahwa saat sedang berusaha para tetangganya ada yang mengintip di balik pintu. Saat mengintip tersebut tidak lupa menguping akan upaya pembutuhan yang sedang dilakukan. Malunya pembunuhan pada si ayam tersebut karena dilakukan pada ruangan yang sempit dengan niat yang mematikan hanya untuk bertahan hidup.
Walaupun terdapat pikiran tersebut tetapi ia tetap melanjutkan menyerang korbannya tanpa henti bersenjata pisau yang tajam. Kedua tangganya benar-benar sibuk dengan kegiatan masing-masing. Satu tangan mengayunkan pisau untuk mematikan si ayam sedangkan satu lagi memegangi celananya yang melorot. Si ayam pun memberikan respon semakin beringas akibat tersudut oleh bahaya yang menyerangnya bertubi-tubi tanpa henti. Walaupun demikian sang ayam masih tidak ada darah yang tertumpa. Sedangkan disisi pelaku sudah mulai merasa letih karena tenaga terkuras sampai habis. Dikarenakan tidak kunjung berhasil membuat ia merasa ketakukan karena sesungguhnya pada ayam tersebut mahluk astral yang dapat merasuki jiwa manusia.
“Apakah sebenarnya mahluk astral?” Bertanya dengan nada tinggi “Jika iya, maka mampuslah aku!”.
Ia kemudian menimbang untuk mengurungkan niatnya menyantap sang ayam. Hal tersebut karena ketakutan bahwa terdapat mahluk astral di dalam diri sang ayam. Dimana sang mahluk tersebut akan dapat merobek perutnya dalam sekali sabetan yang mematikan. Kisah tersebut seperti telrihat dalam berbagai film horor yang banyak ditonton oleh masyarakat. Kisah tersebut dengan menggunakan air suci doa diberikan kepada sosok hewan akan dapat mengembalikan wujud nyata mahluk astral tersebut berbentuk menyerampkan. Nyatanya karena ia tidak begituh taat terhadap agama yang diyakini maka air suci doa tidak ada di kamar kosannya saat ini.
Ia tidak berani bergerak untuk berburu karena takut karena pikirannya sendiri. Rasa letih yang menyelimuti membuat ia akhirnya melepaskan buruannya dan memasukan ke dalam kantor terpal sambil ditutupi. Tetapi karena rasa lapar masih menyerang membuat ia langsung tanpa pikir panjang menghantam sang ayam dengan palu sekuat-kuatnya. Dampaknya akhirnya sang ayam tersebut merintis kesakitan walaupun masih dalam kondisi hidup.
Ayam yang mengeluarkan darah pun langsung dipotong-potong dalam beberapa bagian. Tidak hanya itu sang ayam langsung direbus dalam sebuah panci. Dikarenakan sangat lapar ia melahap beberapa potongan daging ayam yang masih mentah untuk menganjal rasa laparnya yang kian kuat.
Sejak hari itu ia menyadari bahwa kehadiran ayam sudah berada di dalam tubuhnya khususnya bagian perut. Ia juga tidak mengetahui sebab si ayam sedang sakit atau hal lain tetapi saat setelah menyantapnya ia merasa kesakitan. Dari ujung kelapa sampai kaki terasa sangat sakit seperti terserang racun. Pada saat itupun ia langsung mencoba berdoa dengan khusyuk kepada si ayam yang menjadi korban kelaparannya.
Sehingga pada keesokan harinya ia tidak mau lagi melakukan hal tersebut. Dengan energi yang masih ada ia sekarang mulai mencari hal-hal yang baik agar tidak merasakan dampak kurang baik diakhir. Setelah itu ia sangat semangat mencari pekerjaan agar mendapatkan uang untuk membeli kebutuhan barang.
Akhirnya ia kembali ke jalan yang benar dan tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak benar. Tetapi langkah pertama setelah gajihan didapatkan yaitu kembali ke rumah sang penjaga kosan untuk membayar akan ayam yang telah dipotong untuk membayarnya atas perbuatan di masa lalu. Saat memaparkan ke si penjaga kosan semua tertawa dan saling memanfaatkan. Kini ketika ada makanan atau minuman berlebih antara ia dan penjaga kosan akan selalu terjadi bagi-membagi agar tidak terjadi kelaparan satu sama lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H