Mohon tunggu...
Humaniora

Prinsip Hansip (Bagian I)

30 November 2015   10:14 Diperbarui: 30 November 2015   11:03 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kenapa hansip ? Karena tanggungjawab utama seorang hansip adalah menjaga keamanan agar terselenggara rasa aman dan sejahtera bagi penduduk. Siapa saja yang menjadi penduduknya ? Berhubung saya lagi ngomongin diri sendiri yang penduduknya hanya satu, saya, jiwa dan raga. Lalu apa hubungannya prinsip dengan hansip ? Sederhana kok. Nasi campur sayurnya daun singkong kuahnya jangan banjir tapi banyakin bumbu rendangnya aja. Hahaha...

Seringkali saya sudah menjaga diri sendiri dengan sangat baik, tapi ada saja orang yang coba merusaknya. Sudah merusak, menyakiti pula... Jangan salah sangka dikira hanya tentang cowok dan cintah hemeh-hemeh melulu. Prinsip ini juga berhubungan dengan hubungan antar-manusia. Dulu saya anggap prinsip ini sepele dan sudah sewajarnya. Ya toh, wong prinsip ini sudah saya aminkan sejak saya bisa baca.

Prinsipnya adalah...

Jeng jeng jeng jeng...

Jangan mengingini milik sesamamu. Hukum Taurat ke-10 yang ada di Alkitab bagian Perjanjian Lama.

Jangan iri dengan milik orang lain, bahasa resminya.

Apa ? Punya orang ? Ga napsu, cyiiint !

Yang terakhir baru bahasa saya.

Iya, saya punya kelainan mental. Di zaman penuh dengan orang-orang ambisius dan obsesif seperti ini, sifat dan prinsip saya ini bak kelainan mental. Dari kecil, saya tidak pernah iri dengan mainan milik teman saya. Paling banter saya hanya mampu bilang begini," Wah, bagus ya mainannya. Pasti mahal." Yang dilanjutkan dalam hati," Coba bisa punya yang begitu. Tapi mamak kan harus bayar cicilan koperasi. Oh iya, buku-buku ceritaku disewakan saja, jadi..." Yak, cukup. Kadang saya butuh dengerin Losing My Religion lebih sering supaya REM lebih pakem. Intinya, saya selalu berusaha (susah payah) mengontrol obsesi saya. Alih-alih habis energi dalam obsesi, saya gunakan energinya untuk meraih yang saya inginkan. Saya juga tidak pernah iri dengan handphone teman saya. Ya memang ada masa saya ingin sekali punya handphone. Jadi ketimbang saya guling-guling tapi habis itu kena rotan, saya gunakan energi untuk "menjalankan bisnis terselubung" dan uangnya saya tabung di koperasi sekolah. Walau ujung-ujungnya uangnya habis diambil Mamak untuk si Abang. Sedih kali...

Eh kenapa jadi Batak gini...

Memasuki masa puber waktu itu, obsesinya bukan lagi handphone dan mainan. Tentunya tak lain dan tak bukan adalah nongkrong gaul dengan teman-teman dan pac... Oke, paca... Yaelah susah banget, pa...aran... Terserah deh...

Obsesi tren pertama, nongkrong dengan teman sudah pasti masuk daftar hitam. Saya ada kencan dengan kekasih gelap saya bernama Musik dan kencan dengan tunangan pilihan Bapak dan Mamak bernama Bimbingan Belajar. Dua-duanya butuh energi dan perhatian ekstra, apalagi keduanya sangatlah posesif. Kurang perhatian dikit, hancur salah satu. Timpang sebelah sekali saja, putus sudah. Jadi nongkrong itu tidak masuk dalam daftar tren yang harus dicoba pada zaman itu. Kecuali kalau ngumpul setelah pulang Gereja itu dianggap ngongkrong, maka beda lagi ceritanya.

Jadi saya coba tren kedua, yaitu pac... Paayan... Paa...ran... Pokoknya itulah. Mungkin karena saat itu saya punya handphone, jadi opsi ini terlihat cukup mudah dilakukan. Tapi, yang jadi pertanyaannya, siapa yang mau paayan dengan cewek thekill koomal begini ? Sisiran jarang, keramas lupa mulu, mandi sehari sekali, muka jerawatan, gigi berantakan, kacamataan, kerjanya main basket, skating, lumpur-lumpuran, belajar, dan musik. Ga bisa dandan, ga bisa pake lipstick, bedakan apalagi, tas sekolah gambar teletubbies, sepatu wajib yang udah bolong sana-sini, culun punya, buset ini cewek diurus orangtuanya ga sih ??? Pokoknya, ga ada tanda-tanda kewanitaan yang memompa birahi cowok deh. Akhirnya, pacaran itu saya coret untuk sementara. Lihat teman di kelas, haha hihi dengan pacarnya, ya biasa aja. Saya bereaksi lebih luar biasa ketika nilai Matematika jelek. Sesaat keinginan untuk berpacaran pun terlupakan. Tapi sesuai kata orang pandir sotoy," Sometimes love happens by accident, when you least expect it." Voila ! Dapat pa...ar ! 

Mari kita persingkat ceritanya...

Jadi setelah mengalami paayan pertama kali, terjadi perubahan. Jadi sering senyum, coba dandan, coba pakai lipstick, coba lebih gaul dan funky, walau akhirnya semua itu dihentikan karena saya sadar bahwa LDR itu keras, Sobat ! Bahkan setelah putus pun, tak lama saya mendapat gantinya... Pola itu berulang... Sampai suatu titik saya sendiri sampai saat ini, kurang lebih Januari 2016 nanti genap sudah empat tahun kesendirian saya. Ini bukan lagi promosi, percayalah. Tapi selama sendiri itu saya ga benar-benar sendiri loh, hahahaha... Cuma ya ga ada yang resmi... Ehem...

Bingung kan ? Apa hubungannya dengan prinsip hansip ? Tentu saja ada. Sejak pertama kenal paayan sampai sendiri selama nyaris empat tahun, saya dapat banyak pengalaman berharga. Yang paling berkesan sampai detik ini adalah "DASAR CEWEK KEGATELAN ! PEREBUT COWOK ORANG !" Padahal deskripsi diri saya di atas yang sangat jujur itu, coba dinalar, dari celah mana mengindikasikan ada cowok sarap yang rela ninggalin pacarnya demi manusia macem saya ? Tapi itu yang terjadi beberapa kali. Padahal kalau ditelaah, saya ini sangat jutek dan galak. Obrolan dari cowok hanya saya tanggapi seadanya. Balik lagi ke prinsip hansip saya, ga napsu sama punya orang, cyiiint. Jelas lah saya pernah suka sama cowok yang sudah jadi pacar orang. Apalagi saya paling suka dengan keindahan di dunia ini. Tapi begitu tahu orangnya sudah punya pacar, baik pacar cewek maupun pacar cowok, ya langsung ga doyan. Sama seperti saya melihat Porsche malam-malam keliling Kota Yogya. Munafiqqun saya ga pengen punya Porsche ! Tapi ya kan itu punya orang, masa mau dirampok ? Kenapa ga kerja aja biar bisa beli buat sendiri ? Sama juga dengan pacar orang lain. Daripada berharap mereka cepat putus atau segera balik normal lagi (kali-kali doyannya pedang-pedangan), mending saya cari kegiatan lain yang menyenangkan dan memperluas pergaulan sehingga peluang ditemukan pasangan jiwa semakin besar. Menulis artikel di Kompasiana, misalnya. Eh tapi seriusan ini bukan lagi promosi.

Ganteng emang, asik banget, tapi punya orang, terlebih yang udah janur kuning melengkung, apa enaknya ngemut lolipop bekas orang ? Ga jijik emang ? Hahahaha...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun