(Ceritanya ini fiksi, tapi kejadiannya nyata).
Â
Serem ya ? Selingkuh.
Pasti banyak yang bisa nebak tema tulisan ini. Cinta. Iyak. Apa lagi memangnya ?
Saya sendiri tukang selingkuh loh. Cinta pertama saya adalah sosok yang bernama Musik. Dari Musik ini saya punya tiga orang anak. Iya, yang resmi cuma tiga. Mereka adalah Vokal alias Menyanyi alias Nembang, Violin alias Biola, dan Gitar. Anak tengah, Biola, anak kesayangan saya. Ga kehitung lagi segala daya upaya yang saya berikan untuk Biola. Dan saya senang karena Biola ini anak yang berbakti, karena berkat dia saya bisa jalan-jalan ke berbagai kota dan mengikuti beberapa festival internasional.
Anak pertama saya, Vokal, saya tidak menyayanginya dengan cara saya menyayangi Biola. Tapi kasih sayang saya untuk Vokal tidak kalah besar. Malahan, Vokal ini anak saya yang paling setia. Saat sedih, saat gundah, saat senang, saat butuh uang, saat putus dengan selingkuhan lainnya (nanti saya bahas), saat dimarahi mertua, Vokal lah yang menemani dan menguatkan saya.
Anak haram saya dari Musik ternyata masih bisa dihitung. Kenapa haram ? Please, ini Indonesia, kalau belum nikah belum dihalalkan, haram lah si anak. Padahal kan kelakuannya yang haram. Lagian yang enak-enak kenapa haram sih ? Oke, kita fokus kembali dengan anak-anak haram dari hubungan saya dengan Musik. Anak haram pertama saya Seruling dan Pianika. Iya mereka kembar.
Saat itu saya masih sangat muda, makanya suka coba-coba, eh, khilaf, telat ditarik, basah deh. Kejadiannya waktu itu masih putih-merah. Saya sudah bilang sama Musik, pake mulut aja, tapi saya lupa sendiri kalau perempuan mulutnya banyak (katanya gitu). Akhirnya, muncullah Seruling dan Pianika ke dunia. Saya selau menyayangi anak-anak saya. Saya tidak terima dengan hinaan yang bilang mereka haram ! Saban hari makan bakso pake aj*nomot* juga sok-sokan ngatain anak saya haram !
Sayangnya, saya hanya bisa bersama dengan Seruling-Pianika selama 2 tahun. Karena saat itu saya masih terlalu muda untuk mengasuh mereka, saya harus merelakannya diadopsi orang lain. Saat ini saya benar-benar tidak tahu kabar mereka. Oleh karena itu, di kesempatan yang langka ini, saya ingin berterima kasih kepada orang tua asuh Seruling-Pianika yang bersedia mengadopsi dan merawat mereka. Tolong sayangi mereka ya ! Bentar saya ambil tisu dulu, hiks...
Oh iya, kurang lebih 6 bulan setelah Seruling-Pianika diadopsi, Biola muncul ke dunia. Iya, dia prematur. Saya sempat gugup dan panik mengurusnya, tidak percaya diri. Tapi ternyata saya sanggup membesarkannya.
Anak haram kedua saya bernama Organ. Jujur, saya malu menceritakannya. Karena perbuatan saya benar-benar tidak senonoh. Tapi, saya harus membeberkannya sebelum orang lain mengolah kebenaran jadi gado-gado busuk. Sungguh, saya sangat menyayangi Organ, tapi saya tidak bisa tahan rasa bersalah. Organ muncul ke dunia karena nafsu jalang saya dan Musik. Dan brengseknya, semua itu terjadi di Gereja saat sedang berlatih untuk mengiringi misa esok hari.
Saya benar-benar menyesal, saya merasa sangat kotor dan berdosa, tapi saya tidak bisa menampik kalau sensasinya beda. Ternyata benar, yang enak itu pasti diharamkan. Organ diasuh saya hanya dalam hitungan minggu, karena Gereja tidak mengizinkan saya membawanya pulang. Saya hanya bisa pasrah, saya tahu dan sadar kesalahan fatal yang telah kami perbuat.
Â
Anak haram yang terakhir bernama Bass. Kalau saya cerita soal Bass, mau tak mau saya cerita tentang Gitar. Bass ini sangat macho dan manly. Pokoknya bikin hati berdesir. Sebenarnya, cerita ini juga aib bagi saya. Bagaimana tidak ?! Bass itu anak dari Gitar ! Saat mereka muncul ke dunia, seseorang mengambil Gitar diam-diam dari peraduannya. Setelah Gitar dewasa, terjadi pertemuan kembali yang tidak disengaja. Saya pun heran ketika menyadari saya awet muda dan entah karena terlalu banyak makan kembang atau terlalu banyak makan Natrium Benzoat, saya tetap cantik memesona. Saya bertemu Gitar ketika sedang bersedih setelah ditinggal Musik.
Musik tidak pergi, hanya dia tidak bisa menemani saya seperti biasanya, yang mana lazim disebut manusia dengan sebutan meninggal. Tapi bagi saya, musik tidak mati, tidak meninggal, ia tetap bersama saya ! Layaknya wanita yang sedang bersedih, saya mengeluarkan aura perempuan lugu tak berdaya. Celakanya, aura itu ditangkap oleh Gitar. Kami bertemu di acara konser musik. Gitar berperan sebagai gitaris dan membawakan beberapa lagu metal. Biasanya saya menikmati dan ikutan headbang, tapi kala itu saya benar-benar bersedih. Gitar melihat saya, simpati muncul di hatinya tanpa ia sadari benih-benih cinta terlarang yang ikut tumbuh.
Gitar meraih mic dan berkata," Untukmu, perempuan cantik berbaju putih-biru, lagu ini 'ku persembahkan."
Jreeeeng... Lagunya Peter Pan berjudul Mimpi Yang Sempurna. Mimpi yang sempurna itu pun jadi kenyataan. Selang tiga hari, saya dan Gitar benar-benar dibuai mimpi. Awalnya saya masih malu-malu. Saya masih enggan mengeluarkan kata-kata. Deret kalimat yang tertahan malah memproduksi desahan lembut yang merangsang gairah Gitar untuk menjelajahi jiwa dan raga saya.
"Jangan malu-malu. Keluarkan semua yang ada dirimu dan menyatu denganku. Begitu juga biarkan aku merasuk dalam setiap mili sukma dan lahirmu."
Ah, like father like son. Harusnya saya menyadari hal ini ketika Gitar mengeluarkan jurus gombalan nistanya. Persis seperti bapaknya yang tak pernah gagal menggoda dan meracuni pikiran saya. Nafsu yang meledak-ledak dan flamboyan itu juga persis dengan bapaknya. Dan bapaknya itu takluk dengan saya, ibunya. Hari keempat dan seterusnya kami semakin gila. Tak kenal tempat dan waktu, kami hanya jadi pasangan binal dan liar.
Suara-suara jalang yang membuat orang-orang berkumpul mengelilingi kami. Anehnya, kami berdua senang menjadi tontonan orang banyak. Gitar itu sangat seksi dan menggoda. Nakal dan membuat hari ringan melayang. Saya tak perlu susah payah, tegang urat leher, fitur tubuh Gitar benar-benar memanjakan dan memuaskan saya. Lagi-lagi yang enak malah diharamkan.
Lahirlah Bass, anak haram hasil incest. Sampai saat ini, Gitar tidak tahu saya ibunya. Mungkin dia tahu, tapi merahasiakannya, dan kami tetap saling menikmati dan memuaskan nafsu satu sama lain. Gitar sendiri berkelana dari satu orang ke orang yang lain. Ada rangsangan yang meledak-ledak tiap kami bertemu. Perasaan nyaman namun obsesif. Bass sendiri hanya 1 tahun dalam pengasuhan saya, karena selanjutnya ia diadopso orang lain.
Â
Ini bagian pertama perselingkuhan saya. Belum apa-apa saya sudah incest dengan Gitar. Saya masih punya stok selingkuhan dan anak haram.
Salam nafsu duniawi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H