Menjauhkan Agama dari Politik, Bahaya!
Menjelang Pemilu 2024, relasi agama dan politik kembali dipersoalkan. Menag Yaqut Cholil Qoumas menyerukan kepada masyarakat agar tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. "Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok," kata Menag.
Menag kemudian melanjutkan, "Kita lihat calon pemimpin kita ini, pernah menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan kepentingannya atau tidak. Kalau pernah, jangan dipilih!"
Menyesatkan dan Berbahaya
Penyataan Menag ini dapat menyesatkan umat karena menuduh Islam sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Seolah-olah saat Islam hadir dalam berpolitik, hanya akan menjadi alat politik semata. Sesungguhnya penyataan ini tidak lain, lahir dari paradigma politik yang sekuler, yaitu mengusir agama dari panggung politik.
Bukan hanya menyesatkan tapi pernyataan Menag ini juga berbahaya karena dampak dari paradigma politik yang sekuler ini, umat menjadi takut dan alergi untuk mengusung Islam dalam aktivitas politik. Seakan, membawa Islam dalam aktivitas politik adalah sebuah kesalahan.
Dampak lebih lanjut, terjadi stigmatisasi terhadap aktivitas politik yang mengusung ide-ide Islam (Islam politik), sehingga terbentuk citra negatif mengenai Islam politik, mulai dari radikal, fundamentalis hingga teroris. Umat pun menjadi takut terhadap Islam politik. Akibatnya, politik berjalan tanpa spirit agama, padahal tanpa agama (Islam), politik menjadi Machiavellis, yang menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan.
Mirisnya, politik sekuler inilah yang dipraktikkan hari ini. Para politisi di gedung parlemen telah mengambil alih kewenangan Allah Taala untuk membuat aturan bagi manusia. Al-Qur'an dan Sunah ditinggalkan dan diganti dengan undang-undang buatan manusia.
Politisi yang menjadi pemimpin pun tidak jauh beda, dalam kepemimpinannya tidak menerapkan hukum Islam, walaupun pemimpin itu notabenenya merupakan seorang muslim. Politik yang demikian inilah yang mereka (politisi sekuler) anggap tidak memperalat agama. Padahal sejatinya ini adalah praktik politik sekuler.
Politisasi Islam
Sementara itu, realitas di lapangan menunjukkan hal yang paradoks. Di satu sisi para politisi sekuler ogah mengusung Islam politik, tetapi di sisi lain, pada saat mengais dukungan umat, mereka tampil islami.
Seperti tampak pada kondisi saat ini menjelang Pemilu 2024, para calon peserta pemilu berlomba-lomba menunjukkan citra bahwa dirinya sosok yang religius nan islami dengan tujuan meraih suara dari umat Islam. Bukankah ini merupakan praktik memperalat agama dalam berpolitik demi meraih kekuasaan? Ya, nyata-nyata mereka telah melakukan politisasi Islam.
Jelaslah, pada hakikatnya yang ditolak oleh para politisi sekuler itu adalah Islam politik, yakni Islam kafah, Islam yang menuntut penerapan Islam pada seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam berpolitik dan bernegara. Sedangkan Islam yang hanya aksesori, mereka mau menggunakannya, bukan karena kesadaran akidah, tetapi sekadar untuk memperoleh suara umat Islam yang merupakan pemilih mayoritas.
Inilah nasib Islam di dalam sistem demokrasi sekuler. Islam hanya menjadi aksesori alat pencitraan bagi politisi sekuler untuk membohongi dan membodohi umat, seolah-olah sang calon pemimpin adalah sosok yang saleh. Nyatanya, setelah duduk di kursi kekuasaan, Islam akan mereka campakkan. Tidak hanya itu, pendakwah Islam kafah mereka tuduh sebagai kelompok radikal yang harus dikriminalisasi. Sungguh menyedihkan.
Islam dan Politik tidak Terpisahkan
Sejatinya, Islam tidak terpisahkan dari politik. Dan sudah seharusnya pada penerapannya politik tidak boleh terpisah dengan Islam. Praktik politik tanpa Islam akan menimbul kerusakan dan ketidakadilan. Sementara, Islam tanpa aktivitas politik akan menyebabkan kondisi umat lemah dan terdzalimi.
Politik adalah salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Islam. Politik Islam dibangun di atas landasan akidah Islam. Politik Islam bertujuan untuk melaksanakan Islam di dalam negeri dan mendakwahkannya ke luar negeri. Hakikat politik Islam adalah pengurusan urusan umat berdasarkan kesahihan dan keadilan Islam.
Islam telah menjadikan politik (siyasah) sebagai sarana untuk mewujudkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Bagi umat Islam, politik adalah bagian dari aktivitas dakwah. Modal utama politik Islam adalah kebenaran yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunah, bukan aksesori dan manipulasi.
Rasulullah saw. telah mencontohkan praktik politik Islam. Beliau mengurusi seluruh urusan manusia dengan syariat Islam dalam bernegara, baik muslim maupun nonmuslim secara adil, berinteraksi dengan kaum kuffar dan mengungkap rencana buruk mereka, dampaknya terciptalah rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk alam semesta, kemaslahatan dan keadilan merata bagi seluruh umat manusia, muslim dan nonmuslim. Inilah praktik riil Islam politik.
Ketika akidah Islam menjadi landasan berpolitik, politik akan berjalan dengan benar dan membawa kemaslahatan. Adapun persepsi bahwa ketika Islam hadir dalam politik akan membawa kerusakan dan keburukan, itu merupakan paradigma sekuler yang salah bentukan ideologi kapitalisme Barat untuk menjauhkan umat dari Islam kafah dan aktivitas politik Islam.
Oleh karenanya, umat Islam tidak boleh tertipu lagi, apalagi sampai alergi Islam politik. Umat tidak boleh tertipu oleh pencitraan para politisi sekuler dan strategi jahat Barat. Umat justru harus menjadi bagian dari jemaah Islam politik karena Rasulullah saw. mencontohkan yang demikian.
Jadikanlah diri kita termasuk yang diseru di dalam QS Ali Imran ayat 104,
"Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
Adapun tujuan aktivitas politik umat Islam saat ini adalah untuk menegakkan Islam, yakni mewujudkan kehidupan Islam dengan penerapan syariat Islam dalam bernegara. Adapun kekuasaan bukan menjadi tujuan, melainkan wasilah untuk menerapkan Islam. Dengan demikian, yang harus kita lakukan adalah islamisasi politik, yaitu menjadikan aktivitas politik umat adalah untuk Islam. Wallahu a'lam bissawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H