Nama       : Septyana Dwi Kusumawati
Nim         : 202111030
Kelas        : HES 5 A
Mata Kuliah : Sosiologi HukumÂ
Berdasarkan artikel Perempuan Difabel Berhadapan Hukum, Penulis: Muhammad Julijanto, Jurnal: Muwazah , Vol. 10 No. 2, Tahun 2018, halaman. 183-197.
Difabel, berasal dari singkatan berbahasa Inggris diffable yang merupakan kependekan dari differently able atau yang juga sering disebut sebagai different ability. Istilah difabel merupakan sebuah wacana upaya pengganti istilah penyandang disabilitas dan penyandang cacat. Kajian hukum Islam tentang disabilitas sangat terbatas, ada sumber rujukan yang ada belum mencerminkan sebagai kajian yang serius, sekalipun disabilitas adalah realitas kehidupan.Â
Semua warga negara mendapat hak dan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan yang menjadi kebutuhan hidupnya. Hukum Islam masih tetap merupakan kenyataan yang terus hidup dalam kesadaran hukum masyarakat Indonesia, dan oleh karena itu hukum Islam seharusnya menjadi salah satu sumber hukum Nasional Indonesia.
Data difabel di Jawa Tengah berdasarkan data Dinsos Jateng ada 177.452 difabel . Sensus penduduk 2010 menunjukkan bahwa, jumlah difabel di atas usia 10 tahun adalah 16.718 orang. Sumber lain dari Kementrian Sosial RI menyatakan bahwa jumlah total penduduk Indonesia yang difabel sebanyak 1.541.942 orang.Â
Sementara menurut estimasi International Labour Organization, 10 % jumlah pendudukan Indonesia atau sekitar 24 juta orang merupakan penyandang cacat. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2003, Sulawesi Selatan memiliki penduduk difabel tertinggi di Indonesia bagian Timur yaitu 72.900 orang.Â
Bahkan hasil Sensus 2010 masih menempatkan Sulsel sebagai provinsi yang memiliki penduduk difabel terbanyak untuk bagian Indonesia Timur. Data jumlah difabel hingga saat ini belum memberikan gambaran yang akurat. Pada rentang tahun 2013 hingga 2015, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Jawa Tengah melakukan pendampingan terhadap anak perempuan difabel korban kekerasan seksual sebanyak 7 kasus dengan spesifikasi berbeda.Â
Dari ketujuh kasus tersebut yang berhasil menjerat pelaku ada satu kasus, yaitu di PN Sukoharjo, dengan korban tuna rungu dan wicara. Di Surakarta, Klaten, dan Sleman, ketiganya lepas karena kurangnya alat bukti. Saat ini, masih ada dua kasus di PN Sleman dan di Polsek Pakem Sleman Yogyakarta.
Berdasarkan data Yayasan Cikal, ada 47 kasus kekerasan pada perempuan difabel, dimana ada delapan sumber daya manusia akses terbatas melakukan sinergitas semua pihak untuk membangun perspektif yang baik dari para aparat penegak hukum agar dapat membantu perempuan difabel korban kekerasan seksual dalam mendapatkan keadilan.Â
Seperti FGD dengan Aparat Penegak hukum, Pendamping dan Masyarakat, Audiensi ke Kementerian Hukum dan HAM, Workshop Organisasi Bantuan Hukum memfatwakan kesaksian difabel dalam pandangan Islam termasuk kesaksian anak terkait dengan diterima dan tidaknya kesaksian tersebut, dimana saksi itu menerangkan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Pemahaman dan pemaknaan setiap orang yang berbeda, demikian juga dalam penegakkan hukum, dimana antar aparat penegak hukum mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam melihat suatu kasus, tergantung dari perspektif yang dibangun,, pendekatan yang digunakan serta landasan hukum yang menjadi alat untuk memberikan justifikasi.Â
Oleh karena itu, membangun perspektif yang sama dalam penegakan hukum sangat dibutuhkan, sehingga akan ada sinergi yang baik dari penegak hukum dalam penegakan hukum khususnya dalam menangani, kasus difabel yang berhadapan hukum. Kaum difabel adalah warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam kehidupan sosial, dia harus diperlakukan sebagaimana orang yang normal, sehingga harus mendapatkan akses yang sama sebagaimana orang normal.Â
Selama ini pemahaman terhadap difabel dianggap sebagai orang yang tidak mampu, sering mendapatkan diskriminasi, bahkan mempunyai persepsi yang negatif. Pada hal setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama, sebagaimana hak warga negara yang lain. kaum difabel di Indonesia, yang berjumlah 20 juta penduduk mengalami kehidupan yang sulit, dimana mereka sering dipandang sebelah mata dan dipandang rendah.
Kritik Terhadap tema dan isi Artikel : Setiap orang dimata hukum indonesia semua sama berhak mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan atau lainnya, semua orang juga sama tidak memandang orang miskin atau kaya, orang normal atau disabilitas (cacat) terutama disabilitas karena memiliki kekurangan mereka harus mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan seksual, maka pentingnya Undang-Undang dibuat sebagai perlindungan bagi kaum disabilitas.
LPSK sangatlah dibutuhkan sebagai perlindungan pada korban karena potensi viktimisasi pada korban dalam peradilan pidana dapat berulang walaupun secara pasca putusan pengadilan agar dapat dicegah dengan adanya perlindungan tersebut. Sebagai penyelenggara UU LPSK harus menjalankan tugas serta wewenangnya dengan berdasarkan UUD 1945 agar sesuai konstitusi.Â
Hukum positif selalu terletak kepada fakta kalau hukum itu sendiri dapat dihapuskan dari tingkah laku manusia itu sendiri serta dapat dibuat juga dengan tingkah laku manusia. Berbagai norma dalam hukum positif tidak terkecuali pada peraturan fundamental yang menurut peraturan tata hukum yang harus dibuat.Â
Partisipasi dalam masyarakat sangatlah diperlukan sebagai fasilitas pemulihan bagi korban tindak kekerasan seksual serta memberikan pertolongan pada korban sebagai bentuk perlindungan bagi kaum disabilitas, diberlakukannya payung hukum hukum yang khusus mengatur atau memperjelas perlindungan bagi kaum difabel terutama tunarungu agar pemerintah dapat melakukan upaya perlindungan yang efektif tanpa adanya diskriminasi.
Perkembangan Perempuan Difabel Berhadapan Hukum Dalam Masyarakat Saat Ini : Perempuan difabel diharap semakin memantapkan diri di tengah masyarakat. hingga saat ini, masih terjadi diskriminasi terhadap perempuan difabel. Bentuk diskriminasi yang terjadi secara sengaja maupun tidak. Kondisi tersebut harus dihilangkan dengan kerja sama berbagai pihak. Perempuan disabilitas memerlukan pendidikan, pekerjaan, kehidupan sosial yang layak.Â
Ini perlu kerja sama semua pihak, dengan menerbitkan berbagai aturan, salah satunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. aturan-aturan tersebut mesti diimplementasikan secara nyata, bukan hanya oleh pemerintah, melainkan juga masyarakat. Berbagai upaya edukasi, advokasi, dan literasi harus dikembangkan, agar perempuan difabel dapat memperoleh hak yang sama dan setara di lingkungan masyarakat. Mari kita bangun kesadaran kita memberikan fasilitas kepada mereka. Bukan hanya secara bangunan, tapi juga fasilitas lain sehingga kita ajak untuk lebih maju lagi.
Masalah hukum mempengaruhi perkembangan suatu bangsa dan masyarakat. Sebab hukum menjadi panduan moral dan etik dalam kehidupan sosial. Hukum mengayomi yang lemah, memberikan perlindungan, dan mengatur lalu lintas hak dan kewajiban dalam suatu bangsa.Â
Namun dalam kenyataan hukum tidak selalu demikian adanya, sehingga dibutuhkan stamina yang prima dalam memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat secara lebih adil dan responsif. Kesadaran bisa timbul dengan antusiasme aparatur secara top-down maupun bottom-up dari masyarakat menuju kepada simpul-simpul kekuasaan pengambil kebijakan publik sehingga terasa keberadaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H