debat Kandidat pertama Calon Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya Pilkada serentak 2024 oleh KPU  Kabupaten Tasikmalaya  ( 29/10/2024 ) salah satu kandidat yang juga Bupati incumbent no 3 melakukan kesalahan ( fatal ) dalam menafsirkan arti kata Visi.Â
DalamPenafsiran liar politisi PDIP itu selain mengaburkan makna juga menyesatkan pemahaman publik atau istilahnya Logical Vallacy sebagai  argumen politik. Selain salah dalam menafsirkan kata Visi, Calon Bupati no 3 tersebut juga salam dalam menilai, memahami visi lawan politiknya.Â
Dalam sesi tanya jawab antar kandidat Pilkada serentak 2024 Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat , ada beberapa catatan Penalaran argumentatif  dari Calon Bupati no 3 Ade Sugianto dalam mengartikan Visi.Â
Dan sepertinya ia ingin memberikan pemahaman yang benar kepada Kandidat No 1 pasangan Iwan Saputra Dede Muksit Aly. Â Pertama ia menyebutkan bahwa Visi itu bukan pemahaman. Benarkah ?
Penulis mencari literasi soal arti visi secara bahasa maupun arti Visi secara makna.Â
Dalam beberapa literasi yang ditemukan, disebutkan bahwa  Visi adalah gambaran jangka panjang tentang apa yang ingin dicapai di masa depan, sehingga dapat diartikan sebagai PEMAHAMAN akan  tujuan atau keinginan  kuat untuk mencapai sesuatu yang lebih baik di masa depan. Penulis tidak paham dengan logika berpikir kandidat Bupati no 3 tersebut dalam memahami apa itu Visi.Â
Kedua, Kandidat Bupati No 3 Ade Sugianto yang berpasangan dengan Iip Miftahul Paoz, menyebutkan bahwa Visi itu adalah Variable. kembali penulis mencari literasi dari berbagai sumber untuk mengetahui kebenaran Ilmiah bahwa Visi itu Variable.Â
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) Visi mempunyai arti   pandangan atau wawasan ke depan, atau kemampuan untuk melihat pada inti persoalan. Lalu masih dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) variabel adalah sesuatu yang dapat berubah-ubah, berbeda-beda, atau bermacam-macam.
 Sementara  dalam buku Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah oleh Dr. Juliansyah Noor, S.E., M.M., istilah variabel berasal dari dua kata Bahasa Inggris, yakni 'vary' berarti berubah, dan 'able' berarti dapat. Dinamakan variable, karena pada dasarnya variabel itu bervariasi, sehingga masing-masingnya dapat berbeda.Â
Atau sederhananya Variabel merupakan pengelompokan secara logis dari dua atau lebih suatu Keterangan yang menjelaskan suatu produk atauKualitas, karakter, atau ciri khas yang dikaitkan dengan seseorang atau sesuatu. Jadi   Visi itu bukan variable. Yang benar adalah Visi dapat dijelaskan dengan variable sebatas batasan-batasan operasionalnya.Â
Yang ketiga, kesalahan dari Kandidat Bupati Incumbent no 3 itu adalah ketika menilai Visi kandidat no 1 Iwan Saputra dan Dede Muksit Aly  tidak ada kalimat Religius Islami. Yang menurut Kandidat Bupati no 3 itu, bahwa Religius Islami selama ini telah menjadi pokok utama dalam Visi misi kabupaten Tasikmalaya.Â
Sebenarnya pada saat itu dijawab langsung oleh Iwan Saputra maupun Dede Muksit paslon no 1. Bahwa Religius Islami dalam Visi terdapat dalam kalimatÂ
Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya yang Maju, Sejahtera Lahir Batin yang akan diaplikasikan dalam misinya yakni Mewujudkan sumber daya manusia yang unggul beriman dan berakhlakul karimah.Â
Memang tepat jawaban dari Kandidat no 1 tersebut. dari jawaban no 1 tersebut  ingin menyampaikan pesan kepada kandidat no 3 bahwa tidak wajib dan tidak seharusnya Nilai-nilai Religius Islami itu dituliskan dalam kata-kata di sebuah Visi.Â
Tetapi yang wajib dan yang seharusnya adalah bagaimana Nilai-Nilai Religius Islami menjadi ruh dalam Visinya dan mampu di aplikasikan dalam misinya.Â
Dalam jawaban singkatnya kandidat no 1 memberikan pesan moral kepada semua bahwa agar tidak terjebak dalam simbol-simbol agama,  tetapi untuk  lebih  mengedepankan inti beragama.Â
Dalam pemahaman penulis, Religius Islami itu adalah sebuah sikap moral ummat dalam menjalankan esensi ke-Islamanannya yakni dalam menjalan prinsif dasar ber_agama yang baik  dan moderat atau istilahnya Manhaj wasathiyah. Â
Simbol-simbol  agama adalah merupakan sebuah kesakralan  sebagai  ekspresi  dalam beragama. Tapi bukan berarti kita dalam beragama itu menyembah simbol-simbol agama, dengan simbol-simbol agama itu kita lebih memperlihatkan identitas agama kita dan menjadikan simbol agama tersebut untuk lebih meningkatkan kepercayaan dan ibadah kita kepada Tuhan.
Tanpa bermaksud menyalahkan argumen politik yang disampaikan oleh kandidat Bupati no 3 tersebut,  penulis ingin mencari sebuah kebenarannya agar tidak terjebak dalam sebuah kesalahan yang sama  dalam menggunakan istilah atau kata.
 Dan juga tidak berharap kedepannya dalam debat kandidat calon pemimpin itu terjadi apa yang disebut Logical Fallacy atau kelirunya sebuah logika dalam sebuah kesalaham dalam memberikan kesimpulan, sehingga akan berpengaruh kepada publik untuk ikut terjebak dalam sebuah kesimpulam logika yang yang salah atau terjebak dalam argumen politik manipulatif akibat misiterpret dari seorang calon pemimpin. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H