Mohon tunggu...
Septyan Hadinata
Septyan Hadinata Mohon Tunggu... Lainnya - buruh

Ikhlas bersama sabar dalam mengembara di dunia

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Misinterpretasi Kandidat Bupati (Icumbent ) dalam Debat

1 November 2024   08:44 Diperbarui: 1 November 2024   09:07 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: kompas.id

Sebenarnya pada saat itu dijawab langsung oleh Iwan Saputra maupun Dede Muksit paslon no 1. Bahwa Religius Islami dalam Visi terdapat dalam kalimat 

Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Tasikmalaya yang Maju, Sejahtera Lahir Batin yang akan diaplikasikan dalam misinya yakni Mewujudkan sumber daya manusia yang unggul beriman dan berakhlakul karimah. 

Memang tepat jawaban dari Kandidat no 1 tersebut. dari jawaban no 1 tersebut   ingin menyampaikan pesan kepada kandidat no 3 bahwa tidak wajib dan tidak seharusnya Nilai-nilai Religius Islami itu dituliskan dalam kata-kata di sebuah Visi. 

Tetapi yang wajib dan yang seharusnya adalah bagaimana Nilai-Nilai Religius Islami menjadi ruh dalam Visinya dan mampu di aplikasikan dalam misinya. 

Dalam jawaban singkatnya kandidat no 1 memberikan pesan moral kepada semua bahwa agar tidak terjebak dalam simbol-simbol agama,   tetapi untuk  lebih   mengedepankan inti beragama. 

Dalam pemahaman penulis, Religius Islami itu adalah sebuah sikap moral ummat dalam menjalankan esensi ke-Islamanannya yakni dalam menjalan prinsif dasar ber_agama yang baik  dan moderat atau istilahnya Manhaj wasathiyah.  

Simbol-simbol  agama adalah merupakan sebuah kesakralan  sebagai  ekspresi  dalam beragama. Tapi bukan berarti kita dalam beragama itu menyembah simbol-simbol agama, dengan simbol-simbol agama itu kita lebih memperlihatkan identitas agama kita dan menjadikan simbol agama tersebut untuk lebih meningkatkan kepercayaan dan ibadah kita kepada Tuhan.

Tanpa bermaksud menyalahkan argumen politik yang disampaikan oleh kandidat Bupati no 3 tersebut,  penulis ingin mencari sebuah kebenarannya agar tidak terjebak dalam sebuah kesalahan yang sama  dalam menggunakan istilah atau kata.

 Dan juga tidak berharap kedepannya dalam debat kandidat calon pemimpin itu terjadi apa yang disebut Logical Fallacy atau kelirunya sebuah logika dalam sebuah kesalaham dalam memberikan kesimpulan, sehingga akan berpengaruh kepada publik untuk ikut terjebak dalam sebuah kesimpulam logika yang yang salah atau terjebak dalam argumen politik manipulatif akibat misiterpret dari seorang calon pemimpin.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun