Mohon tunggu...
Septyan Hadinata
Septyan Hadinata Mohon Tunggu... Lainnya - buruh

Ikhlas bersama sabar dalam mengembara di dunia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebutan Minoritas, Pembatasan Kebebasan Hidup Ber-Agama

19 Oktober 2024   19:21 Diperbarui: 19 Oktober 2024   19:30 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah Mayoritas dan Minoritas terhadap keberadaan pemeluk suatu Agama secara tidak langsung menjadikan pembatas kebebasan sekaligus menjadi tanda antara yang kuat dan yang lemah. Entah siapa pencetus  dan entah kapan   istilah itu muncul, namun jelas dampaknya sangat kuat dalam kehidupan masyarakat kita dan selalu menjadi potensi terjadinya kerawanan terhadap kerukunan ummat ber-Agama di negeri ini. Dan juga telah mempengaruhi kedangkalan jiwa sebagai dari kita. Dimana yang mayoritas  merasa bebas tanpa batas bahkan berani membatasi dan (  bahkan  ) menindak hak hidup ber-agama kaum minoritas. 

Sikap moderasi ber-agama yang selalu digaungkan oleh pemerintah, seakan belum mampu membangun kesadaran jiwa sebagian ummat ber-agama untuk saling hormat menghormati dan rukun terhadap penganut agama lain. Terutama di daerah - daerah yang masih berpola pikir tradisonal, dimana yang merasa mayoritas akan merasa lebih kuasa mengatur kehidupan ber-agama dan akan bereaksi keras apabila ada pemeluk agama lain yang masuk ke daerahnya terutama dalam soal pendirian rumah ibadah atau aktifitas ibadah. 

Dalam sebuah pertemuan antar pemuka ummat ber-agama, penulis sempat protes ketika tokoh pemeluk agama yang berbeda dengan penulis dalam sambutannya mengatakan, bahwa dirinya sebagai minoritas. Saat itu langsung penulis potong dan merasa keberatan dengan istilah penyebutan minoritas tersebut. Anda  adalah saudara kami, hak dan kewajiban anda sama dengan kami sama di negeri ini, Tidak ada adas pembeda sebagai warga negara, kata penulis waktu.   

Sudah lama penulis tidak setuju dengan istilah mayoritas dan minoritas dalam  kehidupan ber-agama di negara yang Pancasila ini. Penyebutan itu istilah itu justru tidak Pancasialis dan sebagai bukti masih rendahnya pemahaman ber-agama itu sendiri. Saya sebagai ummat Islam, dimana dalam ajaran Islam, ummatnya diwajibkan untuk ber-akhlaq baik terhadap yang beda agama dan memperlakukan adil dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Islam adalah agama yang sangat moderat dan soal toleransi ber-Agama adalah bagian dari sikap ber-akhlaq sosial. Toleransi dalam moderasi ber-agama  atau istilah dala Islam adalah Manhaj Washatiyah yang menuntut ummat Islam untuk menjunjung tinggi nilai-nilai Tasamuh ( tolernasi )   dalam kehidupan sosial.  Sikap Tasamuh ( toleransi ) telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad melalui Piagam Madinah. Dimana saat itu ummat ber-agama lain  yang jumlahnya sedikit dari Ummat Islam   dilindungi dan dihargai hak hidupnya selama tidak melakukan pemberontakan terhadap agama Islam atau memerangi ummat Islam. 

Namun dalam kenyataan kehidupan ber-agama sekarang ini, sikap dan jiwa Manhaj washatiyah ( Moderasi Ber-Agama ) itu masih rendah dimiliki oleh ummat. Agama sebagai pembentuk Akhlaq  dan penebar Rahmat, akan diubah oleh pendurhaka Agama ( yang menyebut dirinya Tokoh Agama )  yang merasa jumlah pemeluk agamanya lebih besar ketimbang agama lain. Penolakan demi penolakan oleh yang merasa mayoritas bahkan dengan cara anarkis sering kita lihat jelas dibeberapa kasus terhadap   mereka yang disebut   minoritas. Dan tragisnya kadang pemerintah seperti enggan bertindak adil dan melindungi yang tertindas dan lebih berpihak mengamankan dirinya kepada yang merasa mayoritas. Padahal jelas dalam UUD 1945 semua warga negara mempunyai hak hidup termasuk dalam menentukan pilihan agamanya yang dianggap benar. Dan kepada pemerintah, anda adalah pelindung setiap warga negara jadi adillah dalam bersikap dan bertindak dan membiarkan setiap potensi komplik bernuansa agama terjadi di negeri ini. 

Jadi penulis mengajak kepada semua pihak khususnya para tokoh agama  untuk lebih memberikan contoh akhlaqul karimah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan ditengah perbedaan. Mari kita tampilkan Agama sebagai perilaku hidup yang baik dan sebagai penyelamat  dan pemberi Rahmat atau dalam Islam adalah Rohmatan Lil 'Alamin. Agama itu Da'wah kebaikan. 

Istilah sebuat kaum mayoritas dan minoritas harus dihapus dalam kamus hidup bangsa kita. Karena adanya istilah tersebut telah berdampak negatif terhadap kejiwaan ber-agama sebagai dari ummat. Perbedaan dalam Agama adalah Sunatulloh dan menolak Sunatulloh sama saja dengan Makar kepada Tuhan. Ingat kita untuk berbeda, karena dengan berbeda kita tahu mana benar dan mana salah. 

Wallohu'alam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun