Mohon tunggu...
septiya
septiya Mohon Tunggu... Administrasi - jarang nulis lebih sering mengkhayal

Penggemar pisang goreng ^^

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[Fiksi RKJ] Pertanyaan Klasik

18 Februari 2016   10:23 Diperbarui: 25 Februari 2016   09:38 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi : unsplash.com"][/caption]

 

“Kamu jadi pulang hari ini Nduk?”

Sebuah pesan singkat masuk ke HP Naisha, tertulis atas nama Ibu pengirimnya. Pandangan ia alihkan ke sepasang muda-mudi yang baru saja duduk di dekatnya. Jam sudah menunjukkan enam sore sesuai jadwal dua jam lagi kereta Taksaka Malam akan tiba di stasiun. Kepulangannya kali ini masih akan sama seperti kepulangannya sebelumnya. Akan banyak pengulangan kalimat yang didengarnya.

Bayangan esok akan seperti apa seperti sudah jelas dalam benak Naisha. Langkahnya gontai memasuki stasiun, ketika pengumuman penumpang kereta Taksaka Malam dipersilakan untuk check in. Bukan dia tidak ingin berkumpul dengan keluarganya. Kangen, kangen sekali dia dengan sang ibu. Sudah hampir enam bulan ia tak bertemu, hanya lewat telpon saja perempuan berambut sebahu ini melepas rindunya dengan sang ibu.

Dengan menggendong ransel warna gelap Naisha naik kereta yang siap mengantarnya ke kampung halaman. Kursi di sebelahnya belum ada yang menduduki, ia pun memilih untuk duduk di dekat jendela. Memandangi kereta perlahan meninggalkan stasiun yang di dominasi warna hijau itu.

Sesampainya di rumah, kedua orang tuanya akan menyambutnya dengan senyuman. Biasanya ibu akan memasak makanan kesukaannya. Lalu keesokan harinya ia akan menghadiri pernikahan sepupunya. Ya, inilah alasan dia pulang kali ini.

Naisha kapan nih nyusul ?”

Pertanyaan demi pertanyaan dari saudara dan kerabat yang datang harus dijawabnya berulang. Tidak lupa memasang senyuman dan sesekali menimpali dengan jawaban sekenanya.

“Kamu sih terlalu pemilih.”

Kalimat itu juga sering didengarnya. Bagaimana juga ini sebuah pernikahan, mana bisa main comot begitu saja. Naisha kadang tidak mengerti dengan mereka yang menyalahkannya karena terlalu selektif dengan lelaki. Sepupunya pernah mengenalkan beberapa lelaki padanya. Tapi nihil semua hasilnya.

“Ayolah Nai, buka hatimu.”

Bagi Naisha, pernikahan bukan lah sebuah lomba. Dimana dia harus berkejaran dengan umur. Pernikahan juga bukan sebuah jawaban untuk orang-orang yang selalu sibuk bertanya “kapan kamu nyusul?” Pernikahan adalah sebuah kerja sama abadi antara dua orang. Dan selama lima tahun kesendiriannya ini, Nai harus bisa menghadapi pertanyaan klasik itu. Selalu saja seperti itu tiap kali dia pulang.

“Maaf, ini kursi saya.” Lamunan Nai buyar ketika seorang lelaki dengan kulit sawo matang berkacamata menghampiri tempat duduknya.

“Ohh..maaf.” Hati Nai berdegup kencang ketika pandangan mata mereka bertemu.

_

Acara resepsi sudah dimulai sejak satu jam yang lalu. Nai yang memang harus berada di tempat itu sampai acara selesai, kali ini dress kebaya warna hijau muda membalut tubuhnya. Nai yang tidak terlalu suka dengan tempat ramai memilih untuk memilih meja yang agak jauh dari pelaminan.

“Maaf bisa ikutan duduk di sini, sepertinya yang lain sudah penuh.” Seorang lelaki berpakaian batik mendekati mejanya.

Naisha menoleh “Loh..kamu kan ?” sedikit terkejut melihat lelaki yang berada di depannya adalah teman seperjalanannya kemarin.

Lelaki yang bertubuh tinggi itu tersenyum. Nai tampak berbeda dengan dandanan dan kebayanya. Cantik. Perasaan aneh menghinggapi hati keduanya.

Ketika satu pertanyaan terjawab, artinya petualangan baru akan dimulai. Dan dalam petualangan baru itu akan ada  pertanyaan lain selanjutnya. Dan semua itu akan terus ada selama kamu masih hidup. Takdir berjalan seperti seharusnya. Bukan hasil dikte kemauanmu dan juga kemauan orang lain. Tetap saja melangkah. 

 

Baca juga Sudah Terlalu Lama Sendiri

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun