Suatu bangsa tentu akan berusaha melakukan apa pun demi intregasinya, tak terkecuali bangsa Indonesia yang sedari dahulu diperjuangkan intregasinya oleh para pahlawan bangsa.
Namun, seiring berjalannya waktu intregasi ini telah terancam terpecah bela oleh banyak faktor, faktor internal maupun external. Oleh sebab itu, kita sebagai penerus bangsa atau generasi muda yang kelak akan menggantikan dan meneruskan perjuangan pendahulu bangsa harus mengerti faktor-faktor tersebut dan mencari solusi atas problematika tersebut.
Perbedaan dalam Bahasa
Kita tahu bahwa banyak suku, bangsa dan budaya yang berbeda khususnya di Indonesia. Akan tetapi suku dan budaya tersebut berada dalam satu negara yaitu Indonesia, sehingga dapat diartikan bahwa budaya Indonesia memiliki banyak bahasa yang berbeda dan setiap daerah atau suku dan budaya memiliki nenek moyang dan adat istiadat yang berbeda.
Pada dasarnya budaya dan adat istiadat Indonesia sangat beragam sehingga terdapat banyak bahasa yang berbeda. Misalnya bahasa Jawa, Sunda, Aceh, Madurai, Bataka dan Bali. Padahal, bahasa Indonesia juga berakar dari rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia menyebar ke negara lain seperti Hawaii, Madagaskar dan Filipina. Jadi rumpun bahasa ini tidak hanya ada di Indonesia.
Jadi ini yang dikatakan, asal-usul minor dari berbagai bahasa yang ada di daerah Indonesia
Berdasarkan data yang diterbitkan pada tahun 2019 oleh Badan Pengembangan dan Penunjang Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Indonesia memiliki 718 bahasa daerah (dan jumlahnya mungkin terus bertambah) yang tersebar dari pulau sumatra hingga Papua. Fakta ini menegaskan tentang keragaman kita.
Masyarakat Indonesia tidak hanya memiliki warna kulit yang berbeda, menjalani gaya hidup yang berbeda, dan mengadopsi agama yang berbeda, tetapi kami juga berbicara dalam bahasa yang berbeda (bahasa ibu). Perbedaan pendapat sering dijadikan alasan untuk menolak persatuan.
Mungkin inilah mengapa multikulturalisme, dan khususnya multibahasa, sering dipandang sebagai kambing hitam bagi perpecahan dan konflik. Banyak negara, perbedaan bahasa bahkan menimbulkan konflik sosial-politik, seperti di India, Pakistan, Turki, Spanyol, dan belahan dunia lainnya.
Untungnya, hal ini tidak terjadi di Indonesia karena kita memiliki bahasa yang sama, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia secara resmi memantapkan diri sebagai bahasa persatuan sejak tahun 1928 dan telah menjadi salah satu pembentuk identitas bangsa Indonesia. Uniknya, selain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan memperkuat identitas nasionalnya, mereka juga mampu mempertahankan identitas kedaerahannya dengan cara yang unik. Orang Jawa tetap bisa berbahasa Jawa dengan berbicara bahasa daerahnya di rumah sambil berkomunikasi dengan keluarganya. Sama halnya dengan suku Sunda, Minangan, Dayak, Bugis, Papua dan suku lainnya. Bahasa nasional Indonesia tidak boleh mengancam keberadaan bahasa daerah. Â
Â
Perbedaan Suku dan Budaya
Perbedaan latar belakang budaya menciptakan kepribadian yang berbeda. Cara berpikir dan pembentukan kelompok sedikit banyak memengaruhi sesuatu. Pemikiran dan sikap yang berbeda tersebut pada akhirnya menimbulkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik. Tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat yang memiliki sebuah suku dan budaya tersendiri akan merasa bahwa suku dan budaya mereka lebih unggul dari yang lain, pemikiran tersebut terkadang tepicu oleh ketidaktahuan masyarakat awam terhadap wawasan kenegaraan atau toleransi dalam keberagaman suku dan budaya.
Sikap yang perlu dikembangkan dalam menerapkan kebhinekaan kesatuan meliputi penerimaan, penghargaan dan toleransi terhadap perbedaan budaya lain. Kesatuan keragaman budaya dapat meningkatkan solidaritas, kesadaran dan pemahaman antar budaya serta mengurangi diskriminasi dan konflik. Semua hal tersebut sudah menjadi bahan pokok dalam pembelajaran pada jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah akhir.
Perbedaan Perkumpulan atau Organisasi
Indonesia menjadi negara yang hampir seluruh penduduknya memiliki identitas golongan atau organisasi tersendiri, mulai dari organisasi agama, politik, hobby, lingkungan, atau bahkan suatu organisasi dari hal yang sama disukai.
Dari sekian banyaknya golongan atau organisasi tersebut sudah menjadi hal yang tak asing apabila terdapat berita terjadi konflik antar suatu perkumpulan atau organisasi, hal tersebut didasari oleh pemikiran yang kurang matang dan ego yang tinggi karena merasa paling benar atau kuat. Sudah banyak contoh yang dapat kita ketahui dari berita atau media sosial dan kebanyakan konflik tersebut disebabkan karena terdapat perbedaan dalam sudut pandang dan dibarengi dengan ego yang tinggi.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi para pendidik atau orang bertanggung jawab atas perkumpulan atau organisasi tersebut untuk selalu memberikan wejangan terhadap para anggotanya agar tidak berpikir pendek ketika terdapat suatu perbedaan.
Perbedaan Agama
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu permasalahan dalam komunikasi antarumat beragama saat ini khususnya di Indonesia adalah munculnya sikap malas toleransi, seperti yang dikatakan oleh P. Knitter. Sikap ini muncul dari perjumpaan tidak langsung antar agama, terutama pada topik-topik teologis yang sensitif. Jadi, orang beragama tidak mau membahas masalah akidah.
Tentu saja, tidak ada dialog yang lebih mendalam, karena kedua agama/agama yang berbeda itu saling menjaga jarak. Â Setiap agama mengakui kebenaran agama lain tetapi kemudian membiarkan yang lain bertindak dengan cara yang memuaskan yang lain. Apa yang terjadi adalah pertemuan tidak langsung, bukan pertemuan yang sebenarnya.
Karena adanya sikap saling curiga di antara beberapa agama yang berbeda, maka timbullah apa yang disebut dengan konflik. Pemahaman eksklusif tentang agama juga ada dan berkembang di kalangan Islam.
Dewasa ini, pemahaman agama yang berkembang di Indonesia dapat dikaitkan dengan Islam radikal dan fundamentalis, yaitu pemahaman agama yang mengedepankan praktik keagamaan, terlepas bagaimana ajaran agama itu disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Sebaiknya mereka tetap percaya bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan manusia. Jika seseorang ingin diselamatkan, dia harus menerima Islam. Menurut aliran pemikiran ini, semua tindakan non-Muslim tidak dapat diterima di mata Allah. Pendapat seperti itu tidak mudah diberantas, karena setiap aliran atau aliran dalam agama tertentu, seperti Islam, juga memiliki perwakilan dan pemimpinnya sendiri. Islam tidak menyimpang dari satu perintah dan satu petunjuk.
Agama Islam memiliki banyak sekte dan banyak pemimpin agama dengan pandangan berbeda tentang agama mereka dan terkadang konflik. Tentu saja ada juga kelompok eksklusif semacam itu di dalam kekristenan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H