Mohon tunggu...
septi nurin
septi nurin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1

seorang mahasiswi yang menyukai isu-isu lingkungan makhluk hidup

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Komparasi Empat Teori Hubungan Internasional

21 Oktober 2024   03:10 Diperbarui: 21 Oktober 2024   03:55 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia internasional merupakan jaringan kompleks yang dibentuk oleh interaksi antar negara, seringkali dinamis dan beragam. Untuk memahami dinamika ini, para ahli Hubungan Internasional telah mengembangkan berbagai perspektif, masing-masing menawarkan kerangka analisis yang berbeda untuk menafsirkan perilaku negara dan hubungan antar mereka.


Artikel ini akan membahas empat perspektif dalam HI: realisme, liberalisme, neo-realisme, dan neoliberalisme. Melalui analisis komparatif, artikel ini akan mengungkap persamaan dan perbedaan mendasar dari keempat perspektif tersebut. 

Dengan menganalisis asumsi dasar, fokus utama, dan implikasi kebijakan masing-masing perspektif, kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang bagaimana para ahli HI memandang dunia internasional.


Pemahaman yang lebih baik tentang perspektif-perspektif ini tidak hanya penting bagi para akademisi, tetapi juga bagi para pembuat kebijakan, diplomat, dan individu yang ingin memahami dinamika global dan berbagai tantangan yang dihadapi dunia saat ini.

1. REALISME (Pandangan Pesimis terhadap Dunia Internasional)

Realisme, sebagai perspektif klasik dalam studi hubungan internasional, menawarkan kerangka kerja yang kuat untuk memahami dinamika politik global, khususnya dalam konteks konflik dan persaingan antar negara. Perspektif ini menekankan pentingnya kekuasaan dan kepentingan nasional dalam menentukan perilaku negara, dengan asumsi bahwa negara-negara adalah aktor utama dalam sistem internasional yang anarkis. 

  • Asumsi Dasar

Realisme didasari oleh beberapa asumsi kunci yang membentuk kerangka pemikirannya. Asumsi-asumsi ini berperan sebagai pondasi yang melandasi pemahaman kita tentang realisme:

1) Sistem yang Anarkis: Realisme melihat sistem internasional sebagai anarki. Artinya, tidak ada otoritas pusat yang mengatur hubungan antar negara. Setiap negara bertanggung jawab atas keamanan dan kesejahteraannya sendiri. 

Ketiadaan otoritas pusat ini menciptakan kondisi yang penuh ketidakpastian dan persaingan, mengingat negara-negara harus mengandalkan diri sendiri untuk bertahan hidup. Dalam konteks ini, negara-negara harus selalu waspada terhadap ancaman dari negara lain dan siap untuk mempertahankan diri.

2) Negara sebagai Aktor Utama: Realisme menempatkan negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional. Keputusan dan tindakan negara didorong oleh kepentingan nasionalnya, yang diartikan sebagai tujuan dan aspirasi negara. 

Kepentingan nasional ini bisa mencakup berbagai hal, seperti keamanan, ekonomi, dan pengaruh politik. Negara-negara dianggap sebagai aktor rasional yang berusaha memaksimalkan kepentingan nasional mereka dalam suasana anarki internasional.

3) Sifat Egois Negara: Negara bertindak untuk memaksimalkan kepentingan nasional mereka sendiri, bahkan jika itu berarti merugikan negara lain. Asumsi ini didasarkan pada keyakinan bahwa negara-negara dalam sistem internasional bersikap rasional dan mementingkan diri sendiri dalam mengejar tujuan nasional mereka. Dalam konteks ini, negara-negara akan mencari keuntungan bagi diri sendiri, bahkan jika itu berarti mencederai negara lain atau menciptakan konflik.

4) Politik Kekuasaan: Realisme menekankan pentingnya politik kekuasaan dalam hubungan internasional. Negara-negara terus-menerus bersaing untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh, baik dalam bentuk militer, ekonomi, atau diplomatik. 

Kekuasaan di sini diartikan sebagai kemampuan suatu negara untuk mencapai tujuannya, dan negara-negara akan berusaha untuk memperkuat posisi mereka dalam sistem internasional dengan cara yang berbeda-beda. Dalam konteks ini, negara-negara akan mencari cara untuk meningkatkan kekuasaan mereka relatif terhadap negara lain untuk menjamin keamanan dan mencapai tujuan nasional mereka.

  • Fokus Utama

Fokus utama realisme dalam hubungan internasional terletak pada keamanan nasional negara. Dalam konteks anarki internasional, di mana tidak ada otoritas pusat yang mengatur hubungan antar negara, setiap negara harus memprioritaskan kelangsungan hidup mereka sendiri. Mereka akan berusaha untuk meningkatkan kekuatan mereka relatif terhadap negara lain untuk menjamin keamanan mereka. 

Fokus ini mendorong negara-negara untuk menilai situasi internasional, menganalisis kekuatan dan kelemahan mereka sendiri, dan merumuskan strategi untuk menghadapi ancaman yang mungkin muncul.

Balance of Power (BoP)

Balance of Power merupakan konsep sentral dalam realisme. Konsep ini berpendapat bahwa negara-negara akan berusaha untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dalam sistem internasional untuk mencegah dominasi satu negara atas negara-negara lain. 

Keseimbangan kekuasaan tidak berarti bahwa setiap negara harus memiliki kekuatan yang sama, tetapi lebih kepada mencegah dominasi yang dapat mengancam keamanan dan kebebasan negara lain. Bagaimana sebuah negara dapat menjaga keseimbangan kekuasaan?

1) Membangun Kekuatan Militer: Negara-negara akan berusaha untuk meningkatkan kekuatan militer mereka sendiri untuk menjamin keamanan mereka dan menjaga keseimbangan kekuasaan.
2) Membentuk Aliansi: Negara-negara akan berusaha untuk membentuk aliansi dengan negara lain untuk meningkatkan kekuasaan mereka dan menahan negara lain yang terlalu kuat.
3) Diplomasi: Negara-negara akan berusaha untuk menjalankan diplomasi yang efektif untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan mencegah konflik.

  • Implikasi terhadap Kebijakan Luar Negeri

1) Senjata sebagai Alat Utama

Kekuatan militer merupakan alat utama untuk menjamin keamanan nasional dan melindungi kepentingan nasional. Negara-negara yang memiliki kekuatan militer yang kuat dipercaya mampu menjamin keamanan mereka dan menjalankan politik luar negeri yang lebih efektif. Dalam hal ini negara akan mencari cara untuk meningkatkan kekuasaan militer mereka untuk menjamin keamanan nasional dan melindungi kepentingan nasional mereka.

2) Bernegosiasi dari Posisi Kekuatan

Negara-negara harus bernegosiasi dari posisi kekuatan dan tidak mempercayai janji-janji kosong dari negara lain. Diplomasi realistis menekankan kepentingan nasional dan pertimbangan keseimbangan kekuasaan, mencari solusi yang menguntungkan negara sendiri tanpa mengorbankan keamanan nasional. 

Negara akan mencari cara untuk mencapai tujuan nasional mereka melalui negosiasi yang bersifat realistis dan menguntungkan negaranya.

3) Membentuk Aliansi untuk Meningkatkan Kekuatan

Realisme mendorong negara untuk membentuk aliansi strategis dengan negara-negara lain. Aliansi dapat meningkatkan kekuatan dan pengaruh negara, serta membantu menghadapi ancaman bersama. Dalam konteks anarki internasional, aliansi dapat membantu negara untuk menghilangkan ketidakpastian dan mengurangi ancaman dari negara lain. Negara-negara akan berusaha bergabung dengan aliansi-aliansi yang dapat meningkatkan kekuasaan mereka dan menjamin keamanan nasional mereka.

4) Menjaga Keseimbangan Kekuasaan dalam Sistem Internasional

Keseimbangan kekuasaan bertujuan untuk mencegah dominasi satu negara atas negara-negara lain. Negara-negara akan berusaha untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dengan membangun kekuatan militer mereka sendiri atau dengan membentuk aliansi. 

Dalam konteks ini, negara-negara akan mencari cara untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dalam sistem internasional untuk menghindari dominasi satu negara atas negara lain.


2. LIBERALISME (Pandangan alternatif terhadap Realisme)

Liberalisme merupakan salah satu perspektif utama dalam studi hubungan internasional yang menawarkan pandangan alternatif terhadap realisme, yang menekankan sifat anarki dan konflik dalam sistem internasional. Perspektif liberalisme berfokus pada potensi kerjasama dan interdependensi antar negara, serta peran institusi internasional dalam mempromosikan perdamaian dan kesejahteraan global.

  • Asumsi Dasar

Liberalisme didasarkan pada beberapa asumsi fundamental tentang sifat manusia, negara, dan sistem internasional. Asumsi-asumsi ini membentuk landasan pemikiran liberal dan membedakannya dari perspektif lain dalam hubungan internasional.

1) Sifat Manusia yang Baik: Liberalisme berasumsi bahwa manusia pada dasarnya bersifat rasional dan mampu bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Mereka percaya bahwa manusia dapat belajar dari pengalaman masa lalu dan membangun sistem politik dan ekonomi yang mempromosikan perdamaian dan kemakmuran.

2) Ketergantungan Antar Negara: Liberalisme menekankan bahwa negara-negara modern semakin saling bergantung dalam ekonomi global. Interdependensi ini menciptakan insentif untuk kerjasama dan mengurangi kemungkinan konflik, karena negara-negara akan kehilangan lebih banyak dari perang daripada yang mereka peroleh.

3) Peran Institusi Internasional: Liberalisme mengakui peran penting institusi internasional dalam mengatur hubungan antar negara dan mempromosikan kerjasama. Institusi seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dapat membantu menyelesaikan konflik, membangun norma-norma internasional, dan menciptakan lingkungan yang lebih stabil untuk kerjasama global.

  • Fokus Utama

Liberalisme memiliki beberapa fokus utama dalam hubungan internasional, yang mencerminkan keyakinan mereka tentang cara terbaik untuk mencapai perdamaian dan kesejahteraan global.

1) Kooperasi dan Interdependensi: Liberalisme menekankan pentingnya kerjasama antar negara sebagai cara untuk mengatasi masalah global seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan proliferasi senjata. Mereka percaya bahwa interdependensi ekonomi dan sosial dapat menciptakan ikatan yang kuat antara negara-negara dan mengurangi kemungkinan konflik. Kooperasi internasional dianggap sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan bersama dan mengatasi tantangan global yang tidak dapat diatasi oleh negara-negara secara individual.

2) Kebebasan Individual dan Hak Asasi Manusia: Liberalisme menitikberatkan pada pentingnya kebebasan individual dan hak asasi manusia. Mereka percaya bahwa negara-negara harus bertanggung jawab untuk melindungi hak-hak warga negaranya dan mempromosikan demokrasi dan pemerintahan yang baik.

 Liberalisme melihat kebebasan individual sebagai tujuan utama dan percaya bahwa negara-negara harus melindungi dan mempromosikan hak-hak individu, termasuk hak politik, sipil, ekonomi, dan sosial.

3) Perdamaian dan Keamanan Kolektif: Liberalisme mendukung upaya untuk membangun sistem keamanan kolektif yang didasarkan pada kerjasama dan hukum internasional. Mereka percaya bahwa negara-negara harus bekerja sama untuk mencegah konflik dan menyelesaikan perselisihan secara damai. Keamanan kolektif bertujuan untuk menciptakan sistem di mana negara-negara bekerja sama untuk mencegah agresi dan melindungi negara-negara yang diserang.

  • Implikasi terhadap Kebijakan Luar Negeri

1) Promosi Perdagangan Bebas

Liberalisme mendukung kebijakan perdagangan bebas yang bertujuan untuk mengurangi hambatan perdagangan dan meningkatkan interdependensi ekonomi antar negara. 

Mereka percaya bahwa perdagangan bebas dapat meningkatkan kemakmuran global dan mengurangi kemungkinan konflik. Perdagangan bebas dianggap sebagai cara untuk menciptakan hubungan ekonomi yang saling menguntungkan dan mengurangi insentif untuk konflik.

2) Dukungan untuk Institusi Internasional

Liberalisme mendorong negara-negara untuk aktif terlibat dalam institusi internasional dan mendukung reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas organisasi-organisasi tersebut. 

Mereka percaya bahwa institusi internasional dapat memainkan peran penting dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional, serta mempromosikan hak asasi manusia. Institusi internasional dianggap sebagai alat yang penting untuk mengatasi masalah global dan membangun sistem internasional yang lebih adil dan berkelanjutan.

3) Promosi Demokrasi dan Pemerintahan yang Baik

Liberalisme mendukung upaya untuk mempromosikan demokrasi dan pemerintahan yang baik di seluruh dunia. Mereka percaya bahwa negara-negara demokratis lebih cenderung untuk bekerja sama dan menyelesaikan konflik secara damai. Demokrasi dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang lebih stabil dan damai, karena memungkinkan partisipasi warga dalam pengambilan keputusan dan melindungi hak-hak individu.

4) Intervensi Humaniter

Dalam beberapa kasus, liberalisme mendukung intervensi humaniter untuk melindungi warga sipil dari pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan terhadap kemanusiaan. Intervensi humaniter dibenarkan sebagai upaya untuk melindungi nilai-nilai universal seperti hak asasi manusia dan mencegah penderitaan manusia.


3. NEO-REALISME (Realisme Struktural)

Neo-realisme juga dikenal sebagai realisme struktural, salah satu perspektif utama dalam studi hubungan internasional yang muncul sebagai respons terhadap kekurangan dari teori realisme klasik. 

Neo-realisme berfokus pada struktur sistem internasional dan pengaruhnya terhadap perilaku negara, menekankan peran anarki dan distribusi kekuasaan dalam membentuk hubungan antar negara. Teori ini berusaha untuk menjelaskan mengapa negara-negara bertindak dengan cara tertentu berdasarkan struktur sistem internasional, terlepas dari preferensi internal mereka.

  • Asumsi Dasar

1) Anarki: Neo-realisme berasumsi bahwa sistem internasional bersifat anarkis, artinya tidak ada otoritas pusat yang dapat menegakkan hukum atau menyelesaikan konflik antar negara. Ketiadaan otoritas pusat ini memaksa negara-negara untuk mengandalkan diri sendiri untuk keamanan dan kesejahteraan mereka. Dalam sistem anarki, negara-negara harus selalu bersiap untuk menghadapi ancaman dari negara-negara lain, karena tidak ada yang dapat menjamin keamanan mereka.

2) Kekuasaan sebagai Faktor Utama: Neo-realisme menekankan bahwa kekuasaan merupakan faktor utama dalam hubungan internasional. Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan negara untuk mempengaruhi perilaku negara lain, dan dapat diwujudkan melalui berbagai cara, seperti kekuatan militer, ekonomi, diplomatik, dan budaya. 

Negara-negara selalu berusaha untuk memaksimalkan kekuasaan mereka relatif terhadap negara-negara lain, karena kekuasaan merupakan alat untuk bertahan hidup dan mencapai tujuan nasional. Dalam sistem anarki, negara-negara yang lebih kuat memiliki lebih banyak pengaruh dan dapat memaksakan kehendak mereka pada negara-negara yang lebih lemah.

3) Struktur Sistem: Neo-realisme berpendapat bahwa struktur sistem internasional, khususnya distribusi kekuasaan, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku negara. Struktur sistem didefinisikan sebagai susunan negara-negara dalam sistem internasional berdasarkan kekuatan relatif mereka. Distribusi kekuasaan dapat berupa unipolar (satu negara dominan), bipolar (dua negara dominan), atau multipolar (banyak negara dominan). 

Struktur sistem dapat mendorong negara-negara untuk bertindak dengan cara tertentu, terlepas dari preferensi internal mereka. Misalnya, dalam sistem bipolar, negara-negara cenderung untuk membentuk aliansi untuk menyeimbangkan kekuatan negara-negara lain.

  • Fokus Utama

1) Keamanan Nasional: Neo-realisme menempatkan keamanan nasional sebagai prioritas utama negara. Dalam sistem anarki, negara-negara harus memprioritaskan keamanan mereka sendiri untuk bertahan hidup, bahkan jika itu berarti mengorbankan kepentingan lain. Keamanan nasional mencakup perlindungan wilayah, penduduk, dan kepentingan nasional dari ancaman eksternal.

2) Perilaku Negara: Neo-realisme berfokus pada perilaku negara dalam sistem internasional, terutama bagaimana negara-negara bereaksi terhadap ancaman dan peluang yang ditimbulkan oleh distribusi kekuasaan. Neo-realisme berusaha untuk menjelaskan mengapa negara-negara bertindak dengan cara tertentu berdasarkan struktur sistem internasional. Misalnya, negara-negara mungkin akan meningkatkan kekuatan militer mereka jika mereka merasa terancam oleh negara-negara lain.

3) Teori Permainan: Neo-realisme sering menggunakan teori permainan untuk menganalisis interaksi antar negara. Teori permainan adalah alat matematis yang membantu memahami bagaimana negara-negara membuat keputusan dalam situasi di mana tindakan mereka bergantung pada tindakan negara-negara lain. Teori permainan dapat membantu menjelaskan mengapa negara-negara mungkin akan memilih untuk bekerja sama dalam beberapa kasus, tetapi bersaing dalam kasus lain.

  • Implikasi terhadap Kebijakan Luar Negeri

1) Kebijakan Berbasis Kekuatan

Neo-realisme mendorong negara-negara untuk mengejar kebijakan yang meningkatkan kekuatan mereka relatif terhadap negara-negara lain. Ini dapat berarti membangun kekuatan militer, membangun aliansi, atau melakukan diplomasi yang agresif. Negara-negara harus selalu berusaha untuk meningkatkan kekuatan mereka untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan mereka.

2) Skeptisisme terhadap Kerjasama

Neo-realisme cenderung skeptis terhadap kerjasama internasional, karena negara-negara selalu akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan nasional mereka. 

Kerjasama internasional hanya akan terjadi jika negara-negara dapat melihat manfaat langsung bagi diri mereka sendiri. Kerjasama internasional dapat menjadi alat yang berguna untuk mencapai tujuan bersama, tetapi negara-negara harus selalu berhati-hati terhadap kemungkinan pengkhianatan.

3) Prioritas Keamanan

Neo-realisme menekankan bahwa negara-negara harus memprioritaskan keamanan nasional mereka sendiri, bahkan jika itu berarti mengorbankan kepentingan lain. Ini dapat berarti menghindari konflik yang tidak perlu, tetapi juga bersiap untuk menggunakan kekuatan jika diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional. 

Keamanan nasional harus selalu menjadi prioritas utama, dan negara-negara tidak boleh ragu untuk menggunakan kekuatan jika diperlukan untuk melindungi diri mereka sendiri.

4) Diplomasi Kekuatan

Neo-realisme mendorong negara-negara untuk menggunakan diplomasi kekuatan untuk mencapai tujuan mereka. Diplomasi kekuatan melibatkan penggunaan ancaman atau tindakan militer untuk memaksa negara-negara lain untuk tunduk pada kehendak mereka. Negara-negara yang lebih kuat dapat menggunakan diplomasi kekuatan untuk memaksakan kehendak mereka pada negara-negara yang lebih lemah.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun