Mohon tunggu...
Septina Severina Lumbantobing
Septina Severina Lumbantobing Mohon Tunggu... lainnya -

I'm a simple person

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Langit Senja

25 Mei 2012   19:12 Diperbarui: 4 April 2017   16:15 7753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senja adalah masa setelah terbenamnya Matahari. Tapi banyak orang yang salah mengartikannya dengan menyebutnya sore atau petang. Menurut saya pribadi senja adalah waktu yang paling indah dari sepanjang hari. Bagaimana tidak senja itu seperti pertemuan terang dan gelap. Saat senja tiba kita bisa melihat sisa cahaya dari matahari yang membaur dengan kegelapan malam yang mulai datang. Meraka menyatu dan membuat langit seakan-akan berwarna oranye dan sangat indah. Ini berbeda nuansanya dengan fajar . Fajar adalah periode waktu yang mendahului matahari terbit. Indikasinya yaitu adanya cahaya matahari yang lemah sementara matahari sendiri masih berada di bawah horizon. Saat itu langit terlihat sedikit gelap.

Karena begitu indahnya senja orang-orang terkadang datang ke pantai hanya untuk menikmatinya. Tidak heran mengapa sangat banyak foto-foto yang diambil di pantai kala senja datang. Memang benar tempat paling tepat menikmati senja adalah pantai. Ini juga sebabnya mengapa beberapa hari yang lalu saya juga pergi ke pantai sekedar melihat senja. Saya mengunjungi Pantai Ancol. Disana sangat ramai.

Selain indah senja juga sepertinya memberi inspirasi bagi sebagian orang untuk menulis. Mungkin saya salah satunya. Saya juga banyak membaca tulisan mengenai senja. Mungkin yang paling populer adalah tulisan seorang pujangga Indonesia yang lebih dikenal sebagai pujangga angkatan 45 siapa lagi kalau bukan Chairil Anwar. Karyanya yang berjudul "Senja di Pelabuhan Kecil" sangat melekat di hati pecinta sastra di tanah air. Bagi yang belum pernah membacanya saya akan kutipkan untuk anda.

SENJA DI PELABUHAN KECIL buat: Sri Ajati Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap 1946

Sebagai penutup saya akan bagikan beberapa foto yang saya ambil ketika saya menikmati senja baru-baru ini. Mungkin hasilnya tidak sebagus foto yang diambil para profesional tapi saya harap yang melihatnya dapat menikmatinya dan membagi sedikit kebahagian saya untuk anda

1337972406365919633
1337972406365919633

13379728201169568279
13379728201169568279

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun