Pada awalnya sarana upacara agama Hindu di Bali yakni yang disebut dengan Banten dikembangkan kepada umat beragama Hindu yang tidak memiliki kemampuan dalam menguasai mantra-mantra pada setiap kegiatan baktinya dan sebatas pengikut dari Rsi Markandeya dan berkembang kepada masyarakat sekitar. Namun seiring dengan berjalannya waktu banten dikenal sebagai salah satu sarana yang digunakan oleh umat Hindu khususnya yang berada di Bali. Keunikan dan kerumitan yang ada pada banten memiliki makna simbolik serta fungsi dengan perpaduan estetika.Â
Dalam lontar yadnya prakerti banten memiliki makna yakni sahananning banten pinaka ragante twi, sahananning banten pinaka ananda bhuwana, sahannaning banten pinaka rupaning ida bhatara. Artinya bahwa bebantenan simbol diri kita, banten simbol alam semesta, dan banten simbol sanghyang widhi.Â
Selain itu banten berfungsi sebagai sebagai perwujudan sanghyang widi, seperti banten daksina, artinya brahma, menguasai arah selatan. Kemudian sebagai sarana persembahan, seperti banten gebogan, ajengan, tipat kelanan. Selanjutnya sebagai sarana permohonan, yakni terdapat aneka sesayut, seperti sesayut tulus ayu, sida lungguh, enteg sakti, sida karya, sida purna, amerta dewa dan masih banyak lainnya yang jumlahnya ratusan. Dan fungsi yang terkahir yakni sebagai sarana penyucian seperti kita lihat ada banten byakala, durmenggala, prayascita, caru dan segehan.Â
Pada setiap jenis upacara memiliki banten yang berbeda beda seperti misalnya banten yang terdapat pada upacara dewa yadnya, rsi yadnya, bhuta yadnya, serta manusia yadnya memiliki banten yang berbeda sesuai dengan fungsi dan artinya masing masing.Â
Banten memiliki berbagai jenis, bentuk, dan bahan yang bermacam-macam serta dengan isi yang beragam yang terdiri dari unsur alam seperti pertama Mataya, dimana ini banten ini berbahan dan berasal dari sesuatu yang dapat tumbuh atau tumbuh-tumbuhan contohnya seperti, daun, bunga, buah, dan lainnya yang ada di alam. Kemudian kedua Maharya, ini merupakan benten yang bahannya berasal dari sesuatu yang lahir dan direpresentasikan oleh binatang tertentu seperti ayam, bebek, kambing, sapi, kerbau dan lainnya.Â
Selanjutnya ketiga ada Mantiga banten yang bahannya berasal dari telur seperti telur ayam, itik dan lainnya. Kemudian keempat yakni logam contohnya seperti perak, tembaga, besi, emas, timah, dan lain-lain. Kelimat ada air atau cairan, dalam banten terdapat lima cairan yang digunakan yakni air yang berasal dari jasad atau sarira diwakili empehan atau susu, air yang berasal dari buah-buahan diwakili berem, air yang berasal dari uap atau kukus diwakili arak, air yang ebrasal dari sari bunga diwakili oleh madu, dan air air yang berasal dari tanah atau bumi diwakili air hening atau jernih, yang kelima zat cair tersebut disebut dengan Panca Amerta.Â
Selanjutnya keenam api dalam perwujudannya sebagai dupa dan dipa, dan yang terakhir yakni angin dalam wujud asap dupa atau hasil bakaran kayu yang harum. Semua bahan banten tersebut menjadi unsur pokok yang dipersembahkan kehadapan Tuhan atau Sang Hyang Widhi. Selain itu juga cara membuat dan cara meletakkan banten juga tidak bisa dilakukan secara sembarangan, semua harus sesuai dengan aturan dan kaidah yang berlaku yang ada pada sastra agama Hindu.Â
Selain memiliki makna dan fungsi, pada setiap banten yang dihaturkan juga memiliki kelebihannya, adapun kelebihan dari banten dalam agama Hindu yakni digunakan sebagai perwakilan ungkapan rasa syukur dan hormat kita kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas anugrah yang diberikan selama ini, selain itu kelebihan dari banten sendiri juga dapat digunakan untuk menuntun kita pada arah yang baik menuju keindahan dan ketenangan jiwa, dimana ketenangan jiwa ini diperlukan untuk dapat memusatkan pikiran dan menyatukan diri dengan Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa.Â
Untuk tingkatan pada banten terdapat tiga tingkatan yakni nistaning nista (alit), madyaning nista (menengah), utamaning nista (tingkatan banten tinggi atau bagi yang mampu). Ketiga tingkatan tersebut memiliki makna, fungsi serta kualitas yang sama, bedanya hanya ada pada kuantitas. Belum tentu orang yang mempersembahkan atau menghaturkan banten dengan tingkatan utama akan mendapatkan surga, begitu juga sebaliknya. Walaupun kita hanya mempersembahkan atau menghaturkan banten dengan tingkatan nista atau alit yang apabila dalam pelaksanaanya dilandasi dengan rasa bhakti yang tulus dan ikhlas maka persembahan banten kita akan menjadi utama dan berpahala besar.Â
Namun apabila seseorang memiliki kemampuan atau memiliki cukup dana maka mereka sah-sah saja jika ingin menghaturkan banten yang ada pada tingkatan madya atau utama. Intinya disini adalah banten yang dipersembahkan disesuaikan dengan kemampuan pribadi, karena pada dasarnya Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa tidak menuntut umatnya untuk mempersembahkan banten dengan sangat mewah, namun semua kembali pada kemampuan diri masing masing.Â
Perlu diingat bahwa inti pokok dari sebuah banten adalah keikhlasan, sama halnya seperti yadnya yang bermakna pengorbanan suci secara tulus ikhlas, tidak ada tuntutan untuk mempersembahkan banten yang mahal semua sama asal didasari atas rasa tulus iklhas dan suci bersumber dari dalam diri mereka.Â