Belakang ini terdapat banyak prilaku yang menyimpang dengan norma dan nilai yang berlaku pada masyarakat. Prilaku penyimpangan tersebut dapat disebabkan oleh dua faktor yakni faktor internal (dari dalam) dan eksternal (dari luar) yang ada pada seseorang. Prilaku yang bersifat menyimpang tersebut tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa saja tetapi dapat dilakukan oleh para pejabat sekalipun. Salah satu contoh prilaku yang menyimpang dengan norma dan nilai yang berlaku pada masyarakat yakni tindakan kasus korupsi.Â
UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan bahwa korupsi merupakan tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara. Tindakan korupsi ini biasanya banyak dilakukan oleh oknum pejabat yang tidak jujur dengan memanfaatkan jabatan atau kuasanya untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain. Penyebab utama dari adanya korupsi yakni karena adanya aspek ekonomi seperti banyaknya kebutuhan untuk bertahan hidup dan merasa memiliki pendapatan yang kurang, sehingga ada sebagian orang yang nekat melakukan korupsi. Namun bagaimana dengan para pejabat seperti anggota DPR yang melakukan korupsi? Bukankah gaji mereka dirasa cukup? Lalu mengapa mereka melalukan korupsi?. Tindakan korupsi tidak memandang siapa yang kaya atau miskin, korupsi dapat dilakukan oleh siapa saja, alasan mereka melakukan korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah dan moral yang buruk. Berarti disini terbukti bahwa prilaku yang bersifat menyimpang seperti korupsi dapat disebabkan oleh dua faktor yakni faktor internal yang berasal dari dalam dirinya yang memiliki sifat serakah dan moral yang buruk sertaa faktor eksternal yang berasal dari luar dirinya seperti aspek ekonomi tadi. Korupsi dapat dilakukan oleh siapa saja karena pelaku korupsi berasal dari berbagai kalangan, ras, suku dan agama. Pada intinya jika ada niat dan kesempatan korupsi bisa terjadi kepada siapa dan kapan saja. Orang yang beragama juga tidak dapat menjaminan dirinya untuk tidak melakukan korupsi, jika tidak memahami bahwa agama sebagai tameng dan kontrolmoral dalam kehidupan yang dijalani.Â
Lalu bagaimana pandangan Agama Hindu terkait dengan korupsi? Agama Hindu menyadari bahwa tindakan korupsi ada yang terjadi dimanapun dan kapanpun, karena dalam kitab suci Veda telah diprediksi terkait ciri-ciri kehidupan pada masa sekarang. Pada kehidupan sekarang dalam Agama Hindu dianggap sebagai zaman Kali Yuga, dimana banyak sekali fakta-fakta terjadi di masyarakat yang menunjukan kejahatan mengacaukan kebaikan dan membenarkan segala cara untuk mendapatkan dan memenuhi suatu keinganan. Kebaikan dan kebenaran sudah tidak begitu dihiraukan, jika itu bisa dilanggar maka akan dilanggar. Salah satu contoh yang terjadi yakni tidak terkendalinya sifat buruk yang menyuasai manusia untuk mendapatkan sesuatu dimana ini dimuat dalam ajaran Sad Ripu terkait enam musuh dalam diri yang harus dihindari. Adapun salah satunya yakni sifat serakah (Lobha), jika sifat serakah ini tidak mampu untuk dikendalikan maka prilaku korupsi tidak dapat dihindari. Kemudian Agama Hindu juga memandang bahwa korupsi melawan ajaran Dharma dan hukum Rta sebab korupsi dianggap sebagai suatu perbuatan yang mengambil hak dari orang lain dengan menempuh jalan yang tidak baik. Segala sesuatu yang diperoleh dengan jalan yang tidak baik, maka hasil yang didapatkan juga tidak akan baik, dimana ini sesuai dengan hukum Rta yang berlaku.Â
Tindakan korupsi juga dianggap melanggar ajaran Tri Kaya Parisudha karena melakukan prilaku yang tidak benar yang menyimpang dengan ajaran Tri Kaya Parisudha yakni berpikir yang baik (Manacika), berkata yang baik (Wacika) dan berbuat yang baik (Kayika). Semua ajaran yang ada pada Tri Kaya Parisudha ini telah dilanggar oleh seseorang yang melakukan korupsi, dimana yang seharusnya pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilakukan bersifat baik dan benar, tetapi semua diabaikan untuk melakukan sesuatu yang melawan hukum.Â
Dampak yang ditimbulkan dari prilaku penyimpangan korupsi ini tidak hanya dirasakan oleh pelakunya tetapi juga dirasakan oleh yang lain seperti berdampak pada ekonomi dan juga kehidupan orang lain. Dalam agama Hindu telah dijelaskan bahwa, seseorang yang melakukan korupsi maka hukumannya akan diserahkan pada hukum Rta dan hukum Karmaphala tetapi kapan hukuman tersebut diberikan tidak dapat ditentukan. Agama Hindu hanya meyakini bahwa hukum Karmaphala terbagi kedalam tiga sifat yakni Sancita Karmaphala (hasil perbuatan pada kehidupan sebelumnya diterima pada kehidupan sekarang), Prarabda Karmaphala (hasil perbuatan pada kehidupan sekarang diterima pada kehidupan saat ini juga), serta Kriyamana Karmaphala (perbuatan sekarang hasilnya akan diterima pada kehidupan selanjutnya). Tidak ada satupun perbuatan yang tidak menghasilkan sesuatu. Baik atau buruk, disadari atau tidak, cepat atau lambat intinya hasil dari perbuatan yang kita lakukan pasti akan kita diterima, hanya waktu yang akan menunjukan buah dari karma yang ditanam. Sama halnya dengan semua harta yang diperoleh melalui jalan melawan dharma, nantinya harta tersebut akan lenyap seiring berjalannya waktu.
Agama Hindu menganggap bahwa tindakan korupsi merupakan suatu penyimpangan dalam etika Agama. Hal ini terjadi karena etika merupakan nilai-nilai serta norma-norma moral yang dijadikan sebagai pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya. Apabila seseorang melakukan korupsi maka dinyatakan ia telah melanggar nilai dan norma yang ada serta pemahaman etika beragama semakin meluntur. Di dalam agama Hindu etika disebut sebagai susila, dimana susila berasal dari dua suku kata yakni su artinya baik, dan sila artinya kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Sehingga etika dalam agama Hindu dinyatakan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang tata nilai, baik dan buruk suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia.Â
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu tindakan yang melanggar nilai dan norma yang berlaku, bersifat pelanggaran terhadap hukum negara dan hukum agama seperti hukum agama Hindu yakni hukum Rta. Maka untuk dapat memperkecil sifat manusia yang buruk diperlukan suatu tindakan yang mampu menyadarkan mereka dari prilaku peyimpangan tersebut. Dalam pandangan agama Hindu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi tindakan korupsi agar tidak menyebar yakni mengadakan kegiatan Dharma Wacana baik di desa maupun sekolah. Dengan adanya Dharma Wacana ini diharapkan semua orang terutama umat agama Hindu dapat teredukasi mengenai perbuatan dan baik dan buruk. Dengan pemahaman ini mereka akan mampu membedakan tindakan apa saja yang mereka lakukan apakah sudah menjalankannya sesuai ajaran agama atau sebaliknya. Dalam Manawa Dharmasastra Bab IV 172-173 menyatakan bahwa hasil suatu kejahatan yang dilakukan akan dirasakan dikit demi sedikit. Tidak hanya akan dirasakan oleh pelakunya, tetapi anak dan cucunya juga akan ikut merasakan. Segala macam perbuatan yang bersifat buruk yang telah dilakukan maka tidak akan mencapai tujuan akhir hidup yakni Moksa, sebab untuk dapat mencapai moksa harus selalu berada di jalan dharma. Maka dari itu sebaiknya kita sebagai manusia harus mampu melakukan perbuatan yang baik tidak menyimpang pada nilai dan norma yang berlaku pada masyatrakat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H