Mohon tunggu...
Septiani
Septiani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Seseorang yang berusaha beradaptasi di Bumi. Selama di Bumi, dia membuat karya yang bisa ditemukan di www.niskalaniscala.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Diary

Satu-satunya Keabadian yang Saya Inginkan

29 Januari 2025   18:16 Diperbarui: 30 Januari 2025   19:32 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Buku dan Jam (Sumber: Pexels/Giulia Caico)

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." --Pramoedya Ananta Toer

Begitulah kalimat yang sering saya temukan setiap berselancar di mesin pencari untuk mencari motivasi. Pertama kali berkenalan dengan kalimat tersebut, saya baru mulai belajar menulis dan sedang mencari kata-kata motivasi untuk dicatat di buku catatan. Kalimat yang berbunyi menulis adalah bekerja untuk keabadian benar-benar memikat saya pada pandangan pertama. Saya yang pada saat itu mulai belajar menulis tanpa tujuan yang jelas dan masih meraba seketika menemukan alasan utama untuk menulis.

Saya sering memikirkan bagaimana saya harus menjadi. Apakah dengan mengikuti standar sukses yang berseliweran di media sosial? Atau apakah dengan tidak perlu menjadi apa-apa dan menjalani kehidupan biasa saja lalu dilupakan? Saya pikir keduanya bukan jawaban yang saya inginkan. Saya ingin menjalani kehidupan biasa saja namun selalu dikenang, maka menjadi abadi adalah jawaban yang saya cari. Sebab katanya, kematian sesungguhnya bukan saat raga melebur dan menyatu dengan tanah, melainkan saat tidak ada yang mengenang eksistensi kita ketika masih hidup di dunia.

Pertanyaannya, menjadi abadi seperti apa yang saya inginkan? Saya sering menonton drama China kolosal yang menceritakan kehidupan manusia abadi yang memiliki ilmu supernatural yang berusia ribuan tahun. Namun, keabadiannya seperti kekosongan. Hanya ada kesepian, kesendirian, dan kehampaan menjadi satu-satunya manusia yang abadi dan terus mengalami perpisahan dan ditinggal orang-orang yang dikenal. Jelas sekali saya tidak ingin menjadi abadi yang menyakitkan seperti itu. Menulis adalah satu-satunya keabadian yang saya inginkan dengan mengabadikan pemikiran saya serta orang-orang yang saya temui dalam bentuk kata-kata.

Meski begitu, saat mulai menjadikan menulis sebagai alat untuk menghasilkan uang, saya kehilangan arah dan diri sendiri. Tujuan untuk mengabadikan diri yang saya agungkan runtuh begitu saja di hadapan beberapa helai kertas bernominal itu. Saya tidak lagi menikmati kegiatan merangkai kata-kata dan menghimpun kata menjadi tulisan. Cukup waktu yang lama saya memutuskan untuk istirahat dan berhenti meramu kata. Setelahnya diganti dengan perenungan yang panjang dan penuh kebingungan. Saya kembali mengorek-ngorek alasan saya menulis.

Saya kemudian memutuskan untuk tidak memberikan banyak tekanan seperti harus bagus dan sempurna, harus banyak pembaca, harus terkenal, harus berhasil diuangkan pada tulisan yang saya tulis. Saya ingin menulis tanpa beban dan merasa senang saat melakukannya. Mengabadikan diri dalam bentuk kata-kata yang kemudian bisa menjadi bagian dari sejarah dengan perasaan yang bebas tanpa beban, saya pikir adalah impian sederhana tapi rumit yang saya inginkan. Meski begitu, serangkaian kegagalan yang saya alami telah merenggut rasa percaya diri saya. Sering kali baru menulis setengah jalan rasanya ingin berhenti. Saya mulai mencari alasan agar tidak melanjutkan tulisan tersebut. Kadang, saya langsung menghapusnya agar bisa segera saya lupakan. Saya terlalu sering menyerah. Bahkan ketika tulisan ini ditulis, saya masih mengusahakan rasa percaya diri hadir dalam diri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun