Mohon tunggu...
Septiani
Septiani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas PGRI Yogyakarta

Saya suka membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menembus Batas Gender dalam Pendidikan

8 Januari 2024   20:26 Diperbarui: 8 Januari 2024   20:35 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu, di sebuah desa kecil yang terletak di lereng bukit, hiduplah seorang gadis cilik bernama Anisa. Anisa tumbuh dalam keluarga yang penuh cinta, di mana orangtuanya selalu memberikan dukungan penuh terhadap impian dan cita-citanya. Namun, di desa tersebut, bayang-bayang ketidaksetaraan gender masih terasa kental, terutama dalam akses pendidikan.

Anisa memiliki tekad yang kuat untuk menuntut ilmu. Setiap pagi, dia melewati hamparan sawah dan perbukitan menuju sekolah. Di sekolah, Anisa memperlihatkan kecerdasan dan semangat belajarnya yang membara. Namun, realitas kehidupan di desa kecil ini membawa tantangan besar baginya.

Meski Anisa memiliki semangat tinggi, namun tradisi patriarki masih sangat kuat. Beberapa anak laki-laki di desa merasa bahwa pendidikan lebih layak bagi mereka. Meskipun kebijakan sekolah menyatakan bahwa pendidikan harus bersifat inklusif tanpa memandang gender, tetapi stereotip gender masih melekat erat di masyarakat.

Suatu hari, kepala sekolah yaitu Ibu Sri, mendengar tentang ketidaksetaraan ini dan memutuskan untuk mengambil tindakan. Ibu Sri menyadari bahwa penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang adil dan merata bagi semua anak, tanpa memandang jenis kelamin. Ibu Sri mengadakan pertemuan dengan masyarakat desa untuk membahas masalah ini. Dia menyampaikan pentingnya memberikan peluang yang sama bagi semua anak untuk belajar dan berkembang. Melalui pendekatan yang bijaksana dan persuasif, Ibu Sri berhasil merubah persepsi beberapa orang tua dan warga desa.

Pada gilirannya, Anisa mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya. Orangtuanya, yang menyadari potensi besar anak perempuan mereka, berusaha menghapus batasan-batasan gender yang selama ini menghalangi perkembangan Anisa dalam bidang pendidikan.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak anak perempuan di desa yang merasakan dampak positif dari perubahan ini. Mereka mulai memandang pendidikan sebagai hak setiap anak, tanpa terkendala oleh stereotip gender yang sudah usang.

Pada suatu pagi yang cerah, Anisa berdiri di atas panggung untuk menerima penghargaan sebagai siswa terbaik di sekolah. Ia tersenyum bangga, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk desanya yang kini telah mengerti pentingnya keadilan gender dalam pendidikan. Anak-anak perempuan di desa itu mulai menyadari bahwa mereka juga memiliki hak untuk bermimpi dan menggapai cita-cita, tanpa terhalang oleh batasan gender. Mereka membentuk kelompok belajar mandiri di luar jam sekolah, saling memberi dukungan, dan bertukar pengetahuan. Semangat perlawanan terhadap ketidaksetaraan gender mulai tumbuh di kalangan mereka.

Anisa, yang menjadi inspirasi bagi banyak anak perempuan, tidak hanya menjadi sosok teladan di sekolah, tetapi juga aktif mengajak teman-temannya untuk bersama-sama mengubah paradigma di masyarakat. Mereka mengadakan diskusi terbuka, mengundang pembicara untuk memberikan pemahaman lebih dalam mengenai pentingnya pendidikan tanpa diskriminasi gender.

Sementara itu, Ibu Sri terus berusaha memperkuat kebijakan sekolah yang mendukung inklusivitas dan kesetaraan gender. Dia membentuk komite pendidikan yang terdiri dari orang tua, guru, dan warga desa untuk memastikan implementasi kebijakan tersebut. Melalui berbagai program, seperti pelatihan kesetaraan gender dan kesadaran masyarakat, desa itu mulai melihat perubahan positif.

Namun, perjalanan tidaklah mudah. Masih ada beberapa orang yang menentang perubahan ini, terutama mereka yang masih teguh pada norma-norma lama. Tapi, dengan kegigihan dan kesabaran, Ibu Sri dan Anisa berhasil membuktikan bahwa pendidikan tanpa memandang jenis kelamin dapat menciptakan masyarakat yang lebih maju dan beradab.

Suatu hari, sebuah kompetisi ilmiah di tingkat kabupaten diadakan, dan Anisa bersama timnya berhasil meraih prestasi yang gemilang. Keberhasilan tersebut bukan hanya menjadi kebanggaan bagi mereka, tetapi juga menciptakan preseden bahwa kecerdasan dan potensi tidak tergantung pada jenis kelamin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun