Mohon tunggu...
Septiani Setiawan
Septiani Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi

Mahasiswa Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Graffiti sebagai Media Komunikasi dalam Perspektif Budaya Populer

9 Juni 2024   09:55 Diperbarui: 9 Juni 2024   12:27 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Graffiti kini memainkan peran utama dalam budaya perkotaan dan telah menjadi fenomena yang dikenal secara global dalam budaya populer. Graffiti, yang berakar dari tindakan vandalisme, telah berkembang menjadi sebuah bentuk seni yang diakui dan menjadi medium ekspresi yang populer bagi banyak orang. 

Sebagai bagian dari budaya populer, graffiti mengisahkan kisah-kisah rumit tentang kehidupan sehari-hari, politik, identitas, dan kehidupan perkotaan selain menghiasi dinding-dinding kota. Hal ini sejalan dengan gagasan Raymond Williams (1958), yang menyatakan bahwa budaya populer adalah bentuk budaya yang memiliki daya tarik dan penerimaan yang luas di kalangan masyarakat. 

Ia menekankan bahwa budaya populer tidak hanya disukai oleh kalangan tertentu, melainkan dapat diapresiasi oleh banyak orang. Subkultur ini terus berkembang, dipengaruhi oleh gerakan seni jalanan dan budaya hip-hop, di masyarakat-masyarakat di seluruh dunia.

Ada beberapa alasan yang membuat graffiti menjadi budaya populer. Pertama, aksesibilitas dan keterbukaan. Graffiti pada umumnya dipamerkan di ruang publik, seperti tembok, jembatan, atau permukaan luar bangunan. Hal ini membuatnya mudah diakses dan dapat dinikmati oleh banyak orang, tidak terbatas pada kalangan tertentu (Castleman, 1982). 

Menurut Wacawek (2011), graffiti memiliki sifat keterbukaan yang memungkinkan siapa saja untuk melihat dan mengapresiasi karya-karya tersebut. Kedua, daya tarik estetik. Banyak karya graffiti memiliki nilai estetik yang dapat diapresiasi oleh masyarakat luas, tidak hanya oleh kalangan tertentu. Gaya, warna, dan komposisi yang kreatif mampu menarik perhatian dan minat banyak orang (Chalfant & Prigoff, 1987). 

Sebagaimana dinyatakan oleh Ganz (2004), graffiti telah berkembang menjadi bentuk seni visual yang dihargai oleh masyarakat umum. Ketiga, penyampaian pesan sosial. Banyak karya graffiti mengandung pesan atau refleksi sosial yang dapat dimengerti dan dihayati oleh berbagai lapisan masyarakat. Isu-isu yang diangkat, seperti ketidakadilan, politik, atau budaya populer, dapat menyentuh dan menarik minat masyarakat luas.

Karena statusnya sebagai budaya populer ini membuat graffiti seringkali dimanfaatkan sebagai media komunikasi. Melalui gambar, kata-kata, atau simbol, graffiti dapat menyampaikan pesan-pesan kompleks dan emosional kepada penontonnya. Karena sering ditempatkan di ruang publik yang mudah diakses oleh banyak orang, graffiti memiliki potensi untuk mencapai audiens yang luas dan beragam. Sebagai contoh, dalam artikel "Graffiti as Communication" yang diterbitkan dalam jurnal "Visual Communication Quarterly", peneliti menyoroti bagaimana graffiti digunakan sebagai medium untuk menyampaikan pesan politik, sosial, atau bahkan pribadi kepada masyarakat umum.

Grafiti tidak hanya berfungsi sebagai media penyampaian pesan, tetapi  juga  sebagai bentuk ekspresi yang memungkinkan individu atau kelompok mengekspresikan identitas dan pandangan dunianya. Hal ini terutama terjadi pada komunitas seni jalanan, di mana seniman menggunakan tembok kota sebagai kanvas untuk mengekspresikan diri  secara bebas. Buku Garry Hunter (2013) Street Art: From Around the World mengungkap bagaimana grafiti memungkinkan  seniman bercerita tentang kehidupan perkotaan, budaya, dan isu-isu  penting bagi mereka.

Selain itu, grafiti juga dapat mendorong dialog dan pertukaran ide antar anggota komunitas. Dalam konteks seni jalanan, kolaborasi seringkali menjadi bagian penting dari proses kreatif, dimana seniman bekerja sama untuk menciptakan karya yang lebih besar dan kompleks. Hal ini menciptakan ruang untuk pertukaran sosial dan budaya, memperkaya pengalaman masyarakat.

Misalnya, dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Avramidis, K., & Tsilimpounidi, M. (2016), "Graffiti and Street Art: Reading, Writing and Representing the City", para peneliti meneliti bagaimana graffiti dapat memfasilitasi pembentukan identitas komunitas dan memberikan ruang bagi penghargaan akan pluralitas kultural di tengah-tengah kota.

Meskipun ada kontroversi, grafiti tetap berfungsi sebagai media komunikasi  penting dalam budaya perkotaan. Sebagai media yang berinteraksi langsung dengan lingkungan fisik, grafiti berpotensi merangsang pemikiran, memicu perubahan sosial, dan memperkuat ikatan sosial antar komunitas yang beragam. Oleh karena itu, penting untuk memahami peran dan dampak grafiti dalam konteks komunikasi dan ekspresi budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun