Mohon tunggu...
Septian DR
Septian DR Mohon Tunggu... Translator dan Wiraswasta -

TRANSLATOR & KOMIKUS

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Seribu Dongeng Bagian 4

1 Desember 2015   20:44 Diperbarui: 2 Desember 2015   10:38 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku melihat pemandangan luar ... sawah yang menghijau. Sudah jarang aku melihat yang seperti itu di tengah kota Jakarta."

Nasi Goreng sudah datang. Edwin dan Elsa makan begitu lahap. Belasan penumpang lain juga memesan makan siang dengan menu lain. Sudah jam dua belas tepat. Setelah selesai makan dan membayar biayanya, gantian Elsa yang terlelap tidur, sementara Edwin yang sudah tidak lagi mengantuk, berdiri membuka travel bag dan mengambil novel grafis V for Vendetta karya Alan Moore dan Dave Lloyd. Edwin duduk dan mulai membaca, lumayan bisa mengisi tiga jam dengan kisah distopia kelam seperti ini. Baru membaca dua puluh halaman, Edwin langsung kentut dengan bunyi keras. Sesaat dia melirik kanan kiri, tapi para penumpang lain sepertinya tak peduli atau ... tak mendengar?

Edwin berdiri, lalu berjalan menuju kamar kecil untuk kencing. Dia melewati deretan penumpang di depannya, semua tertidur pulas. Edwin masuk ke kamar kecil, lalu kencing. Setelah membersihkan diri dengan air bersih dan sabun, dia keluar dari kamar kecil. Seorang pria botak berkacamata Rayban hitam dengan jubah hitam dan celana hitam, serta sepatu pantovel hitam yang licin berkilat, berdiri gagah menghalangi jalannya. "Edwin Hurt?" kata si pria botak dengan suara serak basah. "Kau bunuh saudara kami kemarin. Giliran kami yang akan menghabisimu. Mau sekarang atau nanti?"

"Anda mau cari gara-gara di sini, Tuan Botak? Siapa bos anda?"

Si pria botak mengenakan sarung tangan kevlar sambil tersenyum bengis, lalu menerjang Edwin. Keduanya bergulingan di lantai kereta, Edwin menjejak dada si Botak, tapi si Botak ganti menonjok dagu Edwin. Keduanya berdiri lalu terlibat saling pukul di sepanjang dinding sempit, tapi Edwin tanpa kesulitan menghajar si Botak dengan pukulan hook kanan beruntun bagaikan Tyson Fury menghajar Wladimir Klitschko. Si Botak pun roboh tak sadarkan diri.

Edwin terduduk kelelahan sambil mengelus dagunya. "Tampaknya ini baru awal." desis Edwin.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun