Mohon tunggu...
Septiana Sari
Septiana Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa, Pekerja Keras, Pendoa, & Pemohon

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Septiana Putri Ambar Sari/ UAS Hukum Perdata Islam di Indonesia Review Skripsi

4 Juni 2024   20:08 Diperbarui: 4 Juni 2024   20:20 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Septiana Putri Ambar Sari

A. Pendahuluan

Pada kesempatan ini, saya akan mereview skripsi dari AHMAD FAUZAN yang merupakan alumni PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM (IAIN) SURAKARTA 2021 dengan judul skripsi "PELAKSANAAN BIMBINGAN PRA NIKAH DALAM MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH DI MASA PANDEMI COVID-19 (Studi Kasus di KUA Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali)". Pada tulisan ini akan terdapat banyak kutipan yang ditulis oleh Ahmad Fauzan pada skripsinya dan atas izin Ahmad Fauzan, saya menggunakan skripsinya untuk saya review.

Latar belakang yang ditulis Ahmad Fauzan dalam penulisan skripsinya sebagai berikut :

Perkawinan dalam Islam bukan semata-mata hanya kontrak keperdataan biasa, namun juga mempunyai nilai ibadah di dalamnya. Al-Qur'an telah menggambarkan bahwa perkawinan adalah suatu ikatan yang kokoh atau sering disebut dengan istilah Mqn Galn (perjanjian yang kokoh).[1]

Perkawinan dapat disebut dengan perkawinan yang kokoh apabila ikatan atau perjanjian tersebut dapat mengantarkan pasangan suami istri pada kebahagiaan dan cinta kasih. Perkawinan yang kokoh juga merupakan ikatan yang dapat memenuhi kebutuhan dari keduanya, baik kebutuhan lahiriyah maupun batiniyah yang dapat melejitkan fungsi keluarga baik spiritual, psikologi, sosial budaya, pendidikan, reproduksi, lingkungan, maupun ekonomi. Keseluruhan fungsi tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No: 21 tahun 1994 (pasal 4) yang telah dirangkum dalam bahasa Al-Qur'an dalam tiga kata kunci yaitu saknah, mawaddah, dan ramah.[2]

Agar sebuah perkawinan dapat menjadi perkawinan yang kokoh ada dua aspek yang harus diperhatikan oleh kedua calon pengantin, pertama adalah cermat, yaitu kedua calon pengantin memiliki pengetahuan untuk dapat mengantisipasi berbagai hal yang akan timbul dari perkawinan tersebut. Kedua adalah matang, yakni kedua calon pengantin bersedia berusaha bersama dalam menumbuhkan semangat, nyaman, rela dan tanpa paksaan sama sekali dalam memasuki gerbang perkawinan.

Adakalanya dalam sebuah rumah tangga diguncang konflik antara suami dan istri. Di dalam rumah tangga pasti ada konflik, seperti kata seorang pepatah "rumah tangga tanpa konflik seperti sayur tanpa garam". Upaya untuk menyelesaikan sebuah konflik ialah harus ada komunikasi yang baik antara suami dan istri untuk segera menyelesaikannya. Hal ini ditujukan supaya rumah tangga selalu dinaungi keberkahan di dalamnya manakala suami dan istri saling belajar memaafkan kesalahan satu dan demi terwujudnya keluarga saknah, mawaddah, wa ramah.[3]

Dalam memenuhi tujuan perkawinan memerlukan beberapa metode dalam pelaksanaannya, baik secara sosiologis maupun yuridis. Ditinjau dari aspek sosiologisnya, pemenuhaan  membentuk keluarga yang saknah, mawaddah, wa ramah merupakan konteks individu dari calon pengantin. Jika dilihat dari aspek yuridisnya pemerintah memberikan bimbingan perkawinan melalui Dirjen Bimas Islam diatur dalam instruksinya Nomor 189 Tahun 2021, yang mana dijelaskan bahwa setiap calon pengantin yang akan melaksanakan perkawinan wajib mengikuti bimbingan perkawinan yang diselenggarakan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia dan organisasi islam lainnya yang memiliki akreditasi oleh Kementrian Agama yang diadakan oleh Kantor Urusan Agama (KUA).

Petunjuk teknis tentang pelaksanaan bimbingan perkawinan telah diatur melalui Dirjen Bimas Islam Kementrian Agama Nomor : 189 Tahun 2021, dimana di dalamnya telah mengatur tentang pengorganisasian, peserta, fasilitator, materi, sertifikat, dan pembiayaan. Bimbingan perkawinan diatur dalam pedoman penyelenggaraan yang dilakukan oleh Kementrian Agama yang wajib diikuti oleh laki-laki dan perempuan yang akan melangsungkan perkawinan serta mendaftarkan diri dan menyerahkan berkas-berkas ke KUA. Hal ini ditinjau dari banyaknya manfaat untuk pasangan calon pengantin mulai dari pendaftaran perkawinan, bimbingan dan pencatatan perkawinan, hal itu semata-mata demi menjaga keutuhan rumah tangga di kemudian hari.

Sejalan dengan peraturan di atas, yaitu Dirjen Bimas Islam Nomor 189 tahun 2021, sebelum melaksanakan perkawinan di KUA khususnya di Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali mengadakan bimbingan perkawinan untuk para calon pengantin. Namun semenjak Pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk di Indonesia, mengakibatkan seluruh aktivitas dan layanan publik dialihkan menjadi daring (berbasis online). Sementara itu untuk pelayanan nikah di KUA ditiadakan yang berpotensi menjalin kontak dekat serta menciptakan kerumunan seperti, bimbingan perkawinan bagi calon pengantin. Di sisi lain, bimbingan perkawinan yang seharusnya dilaksanakan oleh calon pengantin yang bertempat di KUA menjadi terkendala karena kebijakan untuk tetap di rumah yang diterapkan pemerintah untuk mencegah penularan virus. Sedangkan kebutuhan akan pernikahan setiap tahunnya tentu ada dengan angka yang tinggi, ini terjadi karena pernikahan merupakan hal penting bagi manusia.[4]

Setiap Kantor Urusan Agama di setiap Kabupaten khususnya di Kabupaten Boyolali mempunyai kebijakan masing-masing mengenai pelaksanaan bimbingan perkawinan, dan pastinya ada output yang dihasilkan dari kebijakan tersebut.[5]  Maka dari itu penulis mengambil salah satu objek penelitian yaitu Kantor Urusan Agama (KUA) di Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali yang sudah mengambil kebijakan terlebih dahulu daripada KUA Kecamatan yang lain di Kabupaten Boyolali.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang bimbingan perkawinan yang awalnya dilaksanakan dengan tatap muka, namun terkendala pada saat pandemi covid-19. Maka dari itu, penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai "PELAKSANAAN BIMBINGAN PERKAWINAN DI MASA PANDEMI COVID-19" (Studi Kasus di Kantor Urusan Agama Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali).

B. Alasan Memilih Skripsi

Saya memilih judul skripsi "PELAKSANAAN BIMBINGAN PERKAWINAN DI MASA PANDEMI COVID-19 (Studi Kasus di KUA Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali)." karena saya tertarik dengan judul ini dimana dimasa pandemi covid-19 kegiatan serba terbatas dan dapat dikatakan banyak halangan untuk melakukan kegiatan sedangkan bimbingan pernikahan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk membantu calon calon pengantin dalam menghadapi kehidupan berumah tangga yang akan mereka hadapi kelak. Namun setelah munculnya virus Covid-19 di Indonesia, bimbingan pernikahan yang dilaksanakan di KUA terhenti karena adanya kebijakan pemerintah untuk tidak berkerumun dan tetap berada di rumah.

Pada skripsi ini menjelaskan hal-hal berkaitan dengan judul tersebut serta menjawab permasalahan yang terjadi.

C. Review

Berikut abstrak dari skripsi Ahmad Fauzan yang merupakan ringkasan dari isi skripsi yang ditulisnya :

"PELAKSANAAN BIMBINGAN PERKAWINAN DI MASA PANDEMI COVID-19 (Studi Kasus di KUA Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali)." Bimbingan perkawinan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membantu calon pengantin dalam menghadapi kehidupan pernikahan yang akan dihadapi nanti. Akan tetapi setelah munculnya virus Covid-19 di Indonesia bimbingan perkawinan yang dilaksanakan di KUA menjadi terhenti karena adanya kebijakan pemerintah agar tidak berkerumun dan di rumah saja.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan bagaimana pelaksanaan bimbingan perkawinan di KUA Kecamatan Banyudono dimasa Pandemi Covid-19 serta menjelaskan bagaimana kendala dan upaya dalam pelaksanaan bimbingan perkawinan di KUA Kecamatan Banyudono dimasa Pandemi Covid-19.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif lapangan (field reaserch) yang berlokasi di KUA Kecamatan Banyudono, data yang diperoleh peneliti bersumber langsung dari kejadian yang terdapat di lapangan. Penelitian ini menggunakan dua sumber, yaitu sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui metode dokumentasi dan wawancara, data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan teori Milles dan Huberman, dengan prosedur: 1) pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) penyajian data dan, 4) penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan, pertama, pelaksanaan bimbingan perkawinan pada masa pandemi Covid-19 di KUA Kecamatan Banyudono Kabupaten Boyolali dilakukan dengan sistem bimbingan mandiri atau perorangan oleh petugas KUA Banyudono pada saat pencatatan perkawinan atau saat verifikasi data. Kedua, upaya KUA untuk melaksanakan bimbingan kelompok berdasarkan Dirjen Bimas Islam Nomor 189 tahun 2021 tentang petunjuk teknis pelaksanaan bimbingan perkawinan. Ketiga, kendala dalam pelaksanaan bimbingan perkawinan yaitu kedisiplinan calon pengantin, sarana dan prasarana yang masih belum layak dan waktu bimbingan yang menjadi sedikit.

Pada isi skripsi tersebut menjawab permasalahan berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan bimbingan pra-nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Banyudono dimasa pandemi Covid-19?

2. Apa saja faktor penghambat dalam melaksanakan bimbingan pra nikah pada masa pandemi covid-19 di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Banyudono?

3. Apa saja upaya (KUA) Kecamatan Banyudono untuk menanggulangi faktor penghambat dalam pelaksanaan bimbingan pra nikah di masa pandemi Covid-19?

Ahmad Fauzan menjelaskan dan mendeskripsikan jawaban dari rumusan masalah tersebut dari hasil penelitian yang dilakukannya.

D. Rencana Skripsi yang Akan Saya Tulis

Saya berencana untuk mengambil judul skripsi PEMBAGIAN WARIS BAGI TRANSGENDER YANG MENGUBAH ALAT KELAMIN PERSPEKTIF NAHDATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH (Studi Kasus di Boyolali). Maka dari itu saya akan memaparkan latar belakang dari tulisan saya yang saya tulis sebagai tugas mata kuliah metodologi penelitian tentang penulisan proposal skripsi sebagai berikut :

Secara bahasa, warisan merupakan kata yang diambil dari bahasa Arab waris sebagai fi'il, yang artinya jamak menjadi al-warits yang berarti menumpuk, terutama perdagangan berbagai hak dan komitmen dengan mengakui kekayaan seseorang yang telah menular kepada orang lain yang masih hidup. Sementara itu, menurut Suhrawardi, warisan berasal dari kata Arab "warits" yang berarti sesuatu yang hilang di masa lalu atau kekal. Sedangkan dari segi istilah, yang dimaksud dengan warisan kemudian diartikan sebagai orang-orang yang mempunyai hak untuk menerima warisan dari sumber daya yang disumbangkan oleh orang yang telah melampauinya, yang selanjutnya disebut ahli waris.[6]

Waris timbul dikarenakan adanya peristiwa kematian. Terjadinya peristiwa kematian tersebut menimpa seorang anggota keluarga. Jika seseorang yang meninggal itu memiliki harta kekayaan, maka pokok persoalan bukanlah peristiwa kematian itu, melainkan harta kekayaan yang ditinggalkan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui siapa di antara keluarga (ahli waris) yang ditinggalkan yang memiliki hak atas kekayaan, berapapun persentase dari warisan tersebut, dan bagaimana peralihan akan dilakukan. Oleh karena itu, penetapan kewarisan itu memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena sesuatu yang sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan, karena itu adalah sesuatu yang sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup gaya hidup manusia bagi setiap orang.[7]

Mengenai pembagian warisan bagi warga negara Indonesia, sudah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). karena Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental, maka perlu kodifikasi hukum. Ahli waris disini mempunyai fungsi penting dalam urusan pewarisan, khususnya sebagai penentu terpenuhinya akan keberhasilan dari keberlangsungan dari proses waris mewaris ini. Namun seiring berjalannya waktu, sikap yang dimiliki manusia khususnya dalam hal identifikasi diri menjadi semakin kompleks sehingga menyebabkan munculnya kelompok LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender). Transgender yang menukar jenis kelaminnya dari laki-laki ke perempuan atau perempuan ke laki-laki melalui operasi penggantian kelamin.[8] Hal ini tentu berimplikasi pada hukum yang berkaitan dengan isu gender. Salah satu hukum tersebut adalah hukum yang berkaitan dengan hak waris dalam perpesktif Nahdatul Ulama dan Muhammdiyah oleh tokoh agama.

Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pembagian harta waris yang ada. Maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan judul "Pembagian Waris Bagi Transgender Yang Mengubah Alat Kelamin Perspektif Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah (Studi Kasus di Boyolali)."

 

#hukumperdataislamdiindonesia

#uinsurakarta2024

#prodiHKI

#muhammadjulijanto

#fasyauinsaidsurakarta

#uas

#prodihki

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun