Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Academy of Champions: Menyibak Paradoks Pendidikan Indonesia

10 Januari 2025   17:52 Diperbarui: 10 Januari 2025   22:12 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta AOC (sumber gambar: instagram @ruangguru)

Indonesia tidak pernah kekurangan talenta muda. Hal ini tercermin dari sering terdengarnya atlet muda, tim olahraga, atau pelajar-pelajar asal tanah air yang meraih prestasi di ajang internasional. Namun, sebuah ironi muncul ketika prestasi ini sering kali meredup saat mereka melangkah ke level senior atau profesional. Fenomena ini menjadi tantangan besar bagi cita-cita Indonesia untuk menjadi negara maju yang tidak hanya kaya secara ekonomi, tetapi juga memiliki kesejahteraan yang merata.

‘Academy of Champions’, sebuah serial reality show bertema edukasi yang mempertemukan pelajar-pelajar jenius dari berbagai daerah di Indonesia, menjadi potret bagaimana hebatnya talenta-talenta muda tanah air. Serial ini menghadirkan pelajar-pelajar SMA se-Indonesia yang telah mengoleksi rentetan medali Olimpiade Sains baik di level nasional maupun internasional. Menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak muda mampu bersaing di level global.

Pertarungan intelektual

Mengusung konsep educational battle yang berbasis kedaerahan atau disebut distrik, maka peserta yang hadir tidak hanya dari Jawa sentris, namun juga daerah lain mulai dari Aceh hingga Papua. Peserta dibagi dalam 12 distrik sehingga mendorong nuansa persaingan intelektual lintas daerah.

Pada sesi Champions War pertama, kualitas acara ini langsung terasa. Game-game yang dilangsungkan tidak hanya sebatas soal-soal sains level dewa yang njlimet, namun kombinasi antara beberapa bidang sains dengan permasalahan sehari-hari. Menghadirkan game yang unik dan seru.

Salah satu game yang bertajuk ‘Emergency Kit Hunt’ dengan kondisi terjadi peristiwa gunung meletus. Peserta diharuskan menganalisis berbagai informasi dan teka-teki yang menggabungkan berbagai disiplin ilmu seperti fisika, kimia, matematika, ekonomi, hingga geografi. Tidak hanya mengerjakan soal, tapi mereka diharuskan bekerja sama, membagi tugas, dan bernegosiasi. Tantangan-tantangan non-teknis itulah yang mungkin tidak ada di Olimpiade Sains, hingga membuat para anak-anak muda jenius itupun pontang-panting.

Kompetisi ini juga mematahkan stereotip tentang dominasi pelajar asal Jawa dalam prestasi akademik. Ternyata peserta dari Papua, Sumatera, dan daerah lainnya mampu tampil sangat baik. Ada salah satu momen unik dimana peserta yang awalnya minder karena tidak punya pencapaian medali Olimpiade, ternyata malah mampu mengungguli banyak peserta lain yang prestasinya jauh lebih mentereng.  

Dibandingkan Olimpiade yang umumnya fokus pada soal-soal sains murni di satu bidang saja dan dikerjakan individual, jelas pertarungan antar distrik di 'Academy of Champions' menjadi pengalaman baru bagi mereka. Sering terlihat raut wajah mereka yang pusing namun senang karena merasa tertantang dengan roller coaster adrenalin di masing-masing game yang selalu berbeda.

Kompetisi Emergency Kit Hunt (sumber gambar: instagram @ruangguru)
Kompetisi Emergency Kit Hunt (sumber gambar: instagram @ruangguru)

Paradoks dunia nyata

Aksi anak-anak muda di ‘Academy of Champions’ ini menjadi cerminan bagi kita semua untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Generasi unggul ini seharusnya bisa terus berkembang lebih jauh dan mengaplikasikan ilmunya di dunia nyata. Berlatih problem solving lintas keilmuan dan diharuskan bekerja sama ternyata memberi pengalaman yang luar biasa bagi mereka. Membuka mata mereka bahwa hebat di salah satu bidang seperti matematika, fisika, atau biologi, menjadi kurang berarti jika tidak disertai kemampuan kolaborasi, inovasi, dan negosiasi.

Bayangkan jika pendidikan kita terus mendorong anak muda untuk terlatih menghadapi real-world problem solving. Mungkin suatu hari Indonesia akan menjadi tempat lahirnya teknologi microchip super canggih, pembangkit listrik ultra-efisien, atau mesin pengolah beras yang tahan segala musim.

Jika ingin menjadi negara maju, Indonesia harus memiliki orientasi unggul dalam jangka panjang. Tidak hanya menggenjot pendapatan dari menjual sumber daya alam atau bahkan tiba-tiba mengerek tarif pajak. Oke, mungkin pendapatan negara akan naik, tapi hanya akan bersifat jangka pendek. Pengalaman dari China, Korea Selatan, Jepang, yang berhasil memutar roda kemiskinan menjadi negara maju adalah lompatan produktivitas.

Produktivitas itu berarti masyarakat memiliki kemampuan yang lebih untuk bekerja, menghasilkan barang atau jasa dengan lebih efisien, termasuk mengelola keuangan. Dengan begitu, Indonesia bisa menjadi lebih kompetitif di level global, tidak hanya menjadi pasar dimana para raksasa bisnis berdagang. Untuk mendorong produktivitas, tentu pendidikan dan riset menjadi kunci. Bagaimana negara kita bisa memproduksi mobil listrik, obat-obatan, bahan pangan, secara penuh di dalam negeri yang berkualitas global, jika tidak ada pendidikan maupun riset yang baik?

Meskipun dalam dunia nyata semuanya menjadi lebih kompleks. Pendidikan dan riset tentu bukan satu-satunya yang penting. Oleh karena itu, mendorong keterhubungan antara pendidikan dengan real-world problem solving menjadi salah satu jalan yang penting. Kita bisa mengeksplorasi bagaimana industri dan universitas di Eropa, Jepang, atau Korea Selatan, saling terhubung melalui project riset, inovasi, maupun pengembangan kompetensi.

‘Academy of Champions’ menjadi pengingat bagi kita semua untuk bersama-sama berusaha membangun ekosistem yang mampu menjembatani pendidikan dengan peradaban. Agar nantinya pendidikan yang semakin berkualitas dapat berjalan seiring dengan meningkatnya kompetensi dan inovasi. Pada akhirnya, mendorong upaya nyata untuk mewujudkan lahirnya lebih banyak orang-orang hebat dan perusahaan-perusahaan besar asal Indonesia yang mampu memberi dampak besar di level global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun