Bagi umat muslim, bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat dinanti-nantikan. Melaksanakan puasa sambil menjalani aktivitas sehari-hari memberi kenangan unik tersendiri.
Generasi 90-an, kini mungkin sudah banyak yang dalam fase bekerja, berkarir, berumah tangga, atau beraktivitas sebagai seorang dewasa, pasti merasa nuansa bulan Ramadhan mengalami banyak perubahan.
Apalagi di masa pandemi seperti saat ini, yang serba sulit dan terbatas. Jika dibandingkan dengan memori menjalani bulan Ramadhan semasa kanak-kanak kita dulu, tentu banyak sekali perbedaan yang kita rasakan.
Era Kaya Cerita
Di era presiden almarhum Gus Dur, sekitar akhir tahun 1999 hingga awal 2000, bisa dibilang menjadi masa-masa Ramadhan yang paling unik. Bagaimana tidak, kegiatan belajar mengajar di sekolah diliburkan total selama 1 bulan.
Tentu itu disambut meriah oleh para pelajar yang bak ditimpa durian runtuh mendapat libur sebulan penuh, hehe.
Meskipun saat itu juga diadakan aktivitas keagamaan di sekolah seperti pesantren kilat atau sholat tarawih dan mengaji bersama-sama. Itu tidak menyurutkan keceriaan kita menjalani bulan Ramadhan, justru bisa menanamkan pandangan kita di masa kecil bahwa kegiatan ibadah itu menyenangkan.
Tentu kita masih ingat pesantren kilat yang penuh dengan momen-momen riang khas anak-anak seperti gelak tawa saat bermain di halaman sekolah, berbuka puasa lesehan bersama teman-teman, hingga antri berwudhu dan sholat tarawih beramai-ramai.
Selain di pesantren kilat, nuansa keceriaan juga banyak kita rasakan sehari-hari di lingkungan rumah. Saat bersama-sama menahan lapar ketika bermain di penghujung sore, berburu takjil, hingga buka bersama secara sederhana di halaman atau masjid dekat rumah.