Namun, Evergrande dikenal dengan perusahaan yang agresif dalam mengandalkan leverage. Menggunakan utang sebagai bahan bakar penggerak bisnisnya, strategi ini jelas memiliki risiko yang tinggi.
Menilik beberapa tahun terakhir, berita tentang "kota hantu" di China sering terdengar di berbagai media. Agresivitas perusahaan properti dalam membangun kota-kota baru sebagai penyokong industri dinilai tidak seimbang dengan demand yang ada.
Akibatnya banyak proyek-proyek residensial yang bisa dibilang tidak berpenghuni. Salah satunya adalah proyek Evergrande yaitu Evergrande Splendor Kunming. Beberapa proyek Evergrande lainnya juga mengalami tekanan karena rendahnya penjualan, ditambah imbas dampak pandemi Covid-19.
Padahal Evergrande menggunakan utang-utang bank dan obligasi global untuk mendanai ambisi bisnisnya, sehingga ketika pendapatan tersendat, neraca keuangan perusahaan menjadi kurang sehat.
Menariknya, pemerintah China ikut andil dalam situasi sulit yang dihadapi Evergrande saat ini. Peraturan "Three Red Lines" yang diterbitkan Xi Jinping pada akhir 2020 lalu menyeret Evergrande ke dalam masalah besar.
Regulasi tersebut mengatur secara ketat rasio utang perusahaan sehingga membuat Evergrande kesulitan mencari jalan keluar. Namun tentu saja, dengan eksposur risiko gagal bayar Evergrande, pemerintah China juga tidak bisa tinggal diam.
Pemerintahan Xi Jinping kini dihadapkan pada persoalan ekonomi yang cukup menantang, dan oleh karenanya masyarakat global sangat menyoroti langkah apa yang akan diambil oleh Beijing.
Dunia Waspada
Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers APBN Kamis lalu (24/9) menyampaikan bahwa Indonesia perlu mewaspadai risiko stabilitas keuangan yang dapat dipicu dari potensi gagal bayarnya Evergrande.
Bagaimanapun jika terjadi kontraksi di perekonomian China, maka mau tidak mau akan mempengaruhi stabilitas ekonomi global, termasuk Indonesia.
Gubernur BI, Perry Warjiyo juga mengungkapkan bahwa dampak yang terjadi di Tiongkok dapat berpengaruh pada ketidakpastian pasar keuangan global. Namun dari sisi internal, kondisi perekonomian RI masih dalam level yang positif.