Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Cryptocurrency, Evolusi atau Halusinasi?

18 Maret 2021   15:51 Diperbarui: 5 April 2022   09:26 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: wibestbroker.com

Fenomena cryptocurrency atau mata uang kripto menjadi isu yang sangat panas baru-baru ini. Adanya pandemi Covid-19 menjadi katalis percepatan adopsi digitalisasi dunia keuangan, namun siapa yang menyangka mata uang kripto bisa melesat sejauh ini.

Beberapa teknokrat dan tokoh dunia industri berpendapat cryptocurrency akan menjadi evolusi uang masa depan (future of money), namun tidak sedikit ekonom dan akademisi yang menganggap cyrptocurrency hanya fenomena sesaat.

Fakta-fakta unik terus mengiringi panasnya perdebatan tentang cryptocurrency.

Bitcoin (BTC), sebagai mata uang kripto paling populer, baru saja menyentuh harga tertinggi sepanjang masa (all time high) yaitu Rp840 juta per 1 BTC. Padahal jika kita melihat data historis, harga BTC 5 tahun lalu "hanya" sekitar Rp3 juta per 1 BTC.

Lalu ada Dogecoin (DOGE) yang harganya melesat 500% dalam 1 tahun karena viral di media sosial, salah satunya didorong oleh "pom-pom" bos Tesla, Elon Musk.

Melesatnya harga dan popularitas cryptocurrency menunjukkan bahwa minat masyarakat global terhadap cryptocurrency bukan hal yang main-main. Meskipun isu-isu terkait volatilitas, security, dan legalitas selalu menjadi kontroversi yang mengiringi perjalanan cryptocurrency.

Penuh Kontroversi

Beberapa hari yang lalu, pemerintah India membuat heboh dengan mengumumkan akan melarang seluruh penggunaan cryptocurrency. Sehingga siapapun yang mentransaksikan atau menggunakan mata uang kripto di India akan dihukum oleh negara.

Namun uniknya, Bank Sentral India berencana akan menerbitkan mata uang digitalnya sendiri atau disebut Central Bank Digital Currency (CBDC).

Nah, jadi meskipun India terlihat sangat keras menindak cryptocurrency namun tampaknya negara Bollywood ini sadar bahwa uang sedang mengalami evolusi, dan dunia digital adalah jalannya.

Bicara tentang CBDC, ini juga menjadi topik yang sangat panas di dunia ekonomi internasional. Laporan Bank of International Settlements (BIS) di tahun 2020, menunjukkan 80% Bank Sentral di seluruh dunia sedang menjajaki konsep CBDC, dan hampir setengahnya dalam proses menyusun conceptual framework.

Negara mana yang paling terdepan dalam mengaplikasikan CBDC? ya, ternyata China. Januari 2021 lalu, People's Bank of China (PBOC) atau Bank Sentral China telah melakukan pilot project dengan menerbitkan yuan digital untuk masyarakat China.

Menariknya, Indonesia termasuk dalam negara yang serius melihat konsep CBDC. Gubernur BI menyampaikan bahwa BI sedang mematangkan kajian dan rumusan penerbitan CBDC di Indonesia.

Cryptocurrency vs CBDC

Meski sepintas, cryptocurrency dan CBDC sama-sama mata uang digital, namun dua barang ini bisa dibilang sangat berlawanan.

Cryptocurrency lahir dari cita-cita adanya alat transaksi yang cepat dan mudah diakses secara global, tanpa batasan serta intervensi dari "kotak-kotak" pemerintah. Sederhananya, cryptocurrency bisa ditransaksikan kapanpun, dimanapun, di seluruh dunia dengan cepat (cross border).

Sedangkan CBDC masih memegang konsep sovereign currency, sehingga berlaku di lingkup domestik dan masih dalam kendali Bank Sentral. Tentu sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi Bank Sentral untuk membuat mata uang digital yang agile, namun tetap dalam kontrol moneter negara.

Bank Sentral seakan sedang menghadapi tantangan disrupsi digital dalam dunia moneter, karena jika mata uang kripto semakin banyak digunakan, maka kontrol Bank Sentral atas moneter dan peredaran uang di suatu negara menjadi berkurang.

Semakin menarik melihat perkembangan terkini makin banyak global company yang menggunakan cryptocurrency untuk transaksi maupun investasi, seperti Tesla, Microsoft, AT&T. Bahkan beberapa hari lalu, bank raksasa di Amerika, JP Morgan juga mengumumkan memberikan fasilitas investasi mata uang kripto bagi nasabahnya.

Perlu diperhatikan, di Indonesia sendiri saat ini mata uang kripto dikategorikan sebagai komoditi, sehingga meskipun legal sebagai instrumen investasi, namun ilegal sebagai alat transaksi.

Tidak dipungkiri, mata uang digital sedang pada jalan menuju future of money. Nah, mari kita amati salah satu perjalanan disrupsi terbesar dalam dunia ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun