Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Evolusi Manusia Makhluk Sosial (Media)

16 Desember 2016   13:44 Diperbarui: 16 Desember 2016   18:50 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://wall.alphacoders.com/

Sejak kita belajar di sekolah dasar, selalu ditanamkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok dan bermasyarakat. Teknologi yang berkembang sangat pesat merubah banyak cara hidup manusia. Salah satu hasil evolusi manusia adalah sosial media, yang lahir dari keinginan manusia untuk selalu terhubung satu dan selalu ingin tahu. Dalam waktu singkat, sosial media menjadi sangat populer, dari yang awalnya permainan saling sapa, kini menjadi rimba yang bisa jadi penuh harta, tahta dan juga bahaya, hehe. Manusia kini tidak lagi hanya makhluk sosial, namun sudah ber-evolusi menjadi makhluk sosial (media).

Secara alami manusia selalu lapar akan informasi, dan hadirnya sosial media seolah menjadi makanan lezat bagi kita semua. Beberapa belas tahun lalu, manusia masih mengandalkan lisan dan surat dalam berkirim pesan, kita perlu menuliskan informasi dengan penuh kehati-hatian agar informasi tidak diartikan lain oleh penerimanya. Sekarang dengan adanya internet dan sosial media, kebebasan berekspresi seolah mengalami masa puber, berpikir singkat dan berlisan cepat.

www.hongkiat.com/
www.hongkiat.com/
Kita menjadi begitu gagap dengan banjirnya arus informasi, hingga muncul beberapa anekdot masa kini yaitu "searching sama dengan researching". Ya banyak orang yang merasa sudah memiliki banyak ilmu dan menjadi researcher padahal mungkin saja hanya sekadar searcher?. Secara tidak sadar, kita mungkin terpaku pada information illusion seperti “informasi yang benar adalah yang sesuai dengan pemikiran kita” dan “informasi yang paling banyak muncul adalah yang paling benar”. Mindset itu kemudian melahirkan fenomena Like and Share, yang secara sadar atau tidak sadar membuat kita menyebarkan informasi yang kita “anggap” benar. Lalu haruskah kita merasa diri kita yang paling benar?

Sebagian diantara kita mungkin merasakan akhir-akhir ini fenomena sosial media semakin “hangat”. Informasi tidak hanya beredar dari situs-situs berita, namun juga merambah ke media yang lebih personal seperti Instagram, Facebook, Path hingga WhatsApp. Isu-isu yang begitu banyaknya membuat kita menjadi sangat sulit membedakan mana informasi yang benar atau tidak, lalu menyuburkan fenomena searcher dan Like and Share di tengah-tengah kita. Sudahkah kita benar-benar yakin jika informasi yang kita sebarkan adalah hal yang benar? atau ternyata hoax dan menjadi fitnah?.

https://wall.alphacoders.com/
https://wall.alphacoders.com/
Informasi yang beredar di sosial media kini sudah tidak malu-malu lagi, hate speech,saling mencurigai, hingga saling menghina. Tentu kita tidak ingin adanya perpecahan diantara masyarakat yang sangat indah ini, Allah SWT menciptakan manusia yang penuh keberagaman, sungguh itu karunia yang luar biasa bagi dunia ini. Adalah benar menyuarakan pendapat kita, dan alangkah lebih bijaksananya jika kita tidak lantas menjadi merasa yang paling benar. Banyak hal positif yang bisa kita peroleh dari sosial media, kita bisa banyak belajar dan juga harus lebih bertanggung jawab dengan informasi yang kita share. Dunia ini indah dengan saling menghargai, think positive, share wisely :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun