Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terdampar dengan Senang di Kota Medan

2 Juni 2014   04:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:49 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah satu tahun berlalu akhirnya saya menginjakkan kaki lagi ke kota Medan, karena tahun lalu saya cuma singgah doang sehari di ibukota Sumatera Utara ini, hehe. Beruntung kali ini saya diberi kesempatan 3 minggu liburan sambil kerja di Medan, alhasil saya puas-puasin lah menjelajahi kota Horas bah! bahkan sampai terdampar di gunung, haha. Nah kebetulan di kota Medan ini ada salah satu kawan baik yang saya kenal saat jaman aktif di jurnalistik kampus dulu, namanya bang Nirwan. Dari dialah saya diperkenalkan dengan keluarga besar jurnalis muda Medan yang akan membawa kami mengobrak-abrik seisi kota, hehe. Cerita tentang kelap-kelip kota, rindangnya hutan gunung Leuser dan ganasnya buaya Medan, hingga seremnya hantu rumah sakit mewarnai perjalanan kita kali ini. Yap!. Sebelum masuk kota, saya cerita tentang bandara nya dulu nih, masih baru kinyis kinyis soalnya, hehe. Yap kota Medan baru saja memiliki bandara internasional baru yang lumayan megah, namanya Kualanamu. Pertanyaan pertama yang muncul di kepala saya adalah "apa artinya Kualanamu?", siapanya Koala atau Panda, ah saya sering kebolak-balik tuh Koala sama Panda, haha gak penting dah. Kembali ke laptop, jadi Kualanamu itu nama daerah, gak ada hubungannya sama koala atau panda yah, haha. Nah hebatnya Kualanamu ini dilengkapi kereta bandara Railink pertama di Indonesia. Bandara ini jadi salah satu yang menurut saya keren selain bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Meski sama-sama besar, kalo di Makassar menurut saya lebih hangat dengan nuansa tradisional, sedangkan di Medan ini totally modern airport. Arsitekturnya cantik serba putih modern dan lingkungannya relatif bersih, dihiasi indoor garden, koridor mall branded dan food & beverages court yang lengkap. FYI klo kamu naik pesawat Garuda, kamu bisa naik kereta bandara dengan gratis. Jarak bandara ke pusat kota Medan memang lumayan jauh, kurang lebih 1 jam, jadi asiklah klo ada kereta, hehe bahkan d Jakarta pun belum ada loh kereta bandara. Eits hati-hati, di Medan, kereta itu artinya sepeda motor lho! hehehe.

Kesan pertama ketika memasuki kota Medan adalah kota ini benar-benar "kota sejuta ruko", ya sejauh mata memandang kamu akan sering melihat ruko bertebaran. Ya ruko-ruko itu banyak berdiri karena di Medan ini komunitas Chinese berkembang banget, bisa dibilang Chinese lah yang memegang kendali perekonomian kota Medan. Chinese disini sangat ekslusif, mereka  jarang berbahasa Indonesia, jadilah mereka berbahasa hok kian ala putri Huan Zhu gitulah, ni hao ma tao ming tsek mbuh lah, hehe. Selain ruko dan chinese, hal lain yang akan sering kita jumi adalah..duriaan!. Yap, Medan sangat terkenal dengan durian yang melimpah, salah satu yang terkenal adalah durian Ucok. Kebetulan saya sih enggak doyan durian, jadi saya gak pernah makan, nonton doang, haha kata temen-temen sih uenaakk duriannya. Harga per buahnya berkisar Rp30.000 per buah, nah kalo kamu mau cari yang lebih murah ada juga di daerah Jalan Pelajar, disini buah durian tuh udah kayak biji jagung tersebar di pinggir jalanan, harganya Rp30.000 bisa dapet 3 buah lho, alamak, teler lah teler. Berawal dari ajakan bang Nirwan dkk. saya pun melakoni perjalanan pertama saya menjelajahi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) *saat diajak itu saya baru sadar kalo gunung Leuser itu ternyata ada di Sumatera Utara, haha, maklum mungkin dulu saya dibius saat pelajaran geografi, zzz. TNGL adalah hutan alami yang menjadi tempat konservasi satwa Sumatera, khususnya orang utan, nah saya pribadi orang yang suka blusukan, jadi berangkatlah saya bersama bang Nirwan dan 2 orang kawan alumni pers Teropong Medan. Lokasi TNGL tepatnya berada di Kabupaten Langkat, jadi naik bus dari terminal Pinang Sari, dan melalui perjalanan darat selama sekitar 3,5 jam. Kami berangkat siang hari menjelang sore, dan tiba di lokasi malam hari sekitar jam 6. Tibalah kami di kaki gunung, dan disana terdapat tempat wisata yang bernama Bukit Lawang, di tepian sungai Bahorok. Ternyata di lokasi ini banyak banget turis asing lho, saya juga baru sadar kalo TNGL ini lumayan terkenal di luar negeri karena alamnya yang rimbun, dan banyak satwa orang utan dan harimau Sumatera yang masih terlindungi di hijaunya hutan.

Penginapan di sini relatif murah mulai dari Rp100 ribu s.d. Rp1 jutaan ada semua berjejer di tepian sungai Bahorok. Kalo penginapan yang mahal itu biasanya untuk bule-bule, nah rakyat jelata seperti kami ini ya menginap di salah satu penginapan agak elite seharga Rp150 ribu saja udah cukup, haha. Pemandangannya sungguh luar biasa, di depan kamar itu udah mengalir sungai jernih berkilau yang dikelilingi hutan gunung yang masih hijau. Sayup-sayup terdengar suara monyet-monyet bermain di rimbunnya pepohonan hutan. Pagi hari berangkatlah kami menjelajahi gunung Leuser, bersama dengan seorang ranger (pemandu) berharap bertemu orang utan dan satwa lainnya di dalamnya. Baru saya ngeh walaupun namanya taman nasional tapi ini bener-bener masih hutan dimana kadang saya masih harus berjongkok untuk melewati semak pohon atau bergelantungan di cabang besar pepohonan raksasa. Sesaat saya berubah jadi tarzan, tapi saya masih pake baju lengkap lah, haha. Orangutan adalah satwa yang sangat mirip dengan manusia, DNA manusia dan orang utan itu tingkat kesamaannya 97% loh, bahkan salah seorang ahli hewan dari Eropa pernah berujar jika kamu melihat orangutan baik-baik, kamu akan sadar kalau orangutan memiliki sorot mata yang sama dengan manusia *_*. Tidak semua orang beruntung dapat bertemu orangutan disini, karena hutan yang masih liar jadi orang utanpun bebas berkeliaran dimana saja. Sepanjang perjalanan saya dan tim banyak bertemu bule-bule yang juga mencari orangutan. Kurang lebih satu jam blusukan di hutan belantara, bertemulah kami dengan beberapa orangutan, namanya Sandra, lalu ada Gantung dan Wati. Orang utan itu benar-benar bebas bergelantungan di atas pohon, sang ranger pun harus membujuk mereka dengan pisang agar mau turun dan makan pisang bersama. Sandra dan Gantung ternyata gak minat, mungkin masih kenyang jadi gak mau turun, hehe hanya si Wati  yang mau turun melahap pisang dan menyapa para pengunjung. Hey, mereka benar-benar makhluk yang mengagumkan!. Indonesia sangat identik dengan orangutan, karena di dunia ini hanya ada di Kalimantan dan Sumatra. Sayangnya jumlah orangutan di Indonesia semakin sedikit, hanya sekitar 30.000 ekor, jumlah tersebut telah berkurang 30-50% dari 10 tahun yang lalu. Ironisnya kondisi itu terjadi karena kita manusia yang membabat hutan hijau menjadi lahan sawit, perumahan, industri kayu dll. Manusia industrialis menganggap orangutan sebagai hama dan membasminya. Dulu orangutan sering berhadapan dengan harimau sumatra dan kalimantan, namun kini baik harimau dan orangutan pun dihabisi oleh panasnya senapan dan tajamnnya panah. Jika kita ingin peduli, beranjaklah, beberapa organisasi non pemerintah yang peduli dengan hidup orangutan adalah World Wildlife Fund (WWF Indonesia), Club Peduli Orangutan Indonesia (CPOI) dan Orangutan Information Center (OIC) akan sangat terbantu dengan doa, dana dan tindakan kita :).

Sejenak kembali ke kota Medan, ada cerita menarik dimana di tengah kota ada sebuah penangkaran buaya, namanya Asam Sunggal. Ya di tengah kota!!! busetdah bener-bener orang Medan berani bener loh. Buayanya juga bukan lelaki buaya darat ala duo ratu tapi buaya-buaya gede lho yang panjangnya bisa sampai 3-5 meter. Bahkan ada kolam besar yang airnya berwarna hijau tempat buaya-buaya tersebut bebas berenang kesana kemari, yang keliatan hanya matanya doang. Brrrr.. Nah dengan membayar Rp30.000 kita bisa membeli itik dan memberi makan langsung ke buaya-buaya itu di kolam! wah emang gokil abis nih tempat!.

Cerita unik juga ada di mall Paladium yang terletak di tengah kota Medan. Ada wahana anti-mainstream yaitu Rumah Hantu Indonesia (RHI) dimana tiap bulan konsep rumah hantunya berubah-ubah. Pada saat saya dan kawan-kawan berkunjung kesana temanya adalah Rumah Sakit Kanagawa. Lucu lho awalnya kita nanti naik wahana ambulans yang akan membawa kita melewati hutan ke rumah sakit tersebut. Setting mobilnya itu lho gokil abis, lengkap dengan lampu termaram, sepoi angin hutan dan sayup-sayup kuntilanak, lalu tiba-tiba tangan zombie bermunculan dari jendela, dan setan-setan dengan pedenya masuk ke dalem mobil, haha. Saya dan bang Nirwan sih cuma ketawa-ketawa doang, tapi pengunjung perempuan tuh yang teriak-teriak mulu. Jangaan! Aaaa! Jangaaan! Aaa emaaakk!!! padahal setannya cuma berdiri loncat-loncat doang celingak-celinguk gitu, gimana coba, haha. Setelah itu waktu masuk rumah sakitnya harus antri lagi, dan waktu ngantri itu ada pengunjung yang lari-lari dari pintu keluar sambil histeris lalu...pingsan, glek!..wah kayaknya rumah sakit ini akan lebih seru nih, hehe. Benar saja di dalam benar-benar gelap cuma lampu temaram, kami disambut dokter edan yang ngomong "kalian harus ikuti saya, jika kalian tidak bisa maka kalian tidak akan pernah bisa keluar!!!". Lalu dokter itu berlari dan di belokan pertama kan gelap banget, dia udah ilang, semprul emang dikerjain nih!, haha. Jadilah kami menjelajahi rumah hantu dengan keberanian tinggi, koleksi hantunya lumayan lengkap, ada kakek-kakek yang mencari cucu, suster ngesot yang minta kaki, mayat yang minta ditemenin tidur, sampe hantu preman yang bawa golok minta tumbal. Kali ini saya harus akui rumah hantunya lumayan serem, puas deh bermain adrenalin disini, hoho. Dengan kumpul malam di Merdeka Walk, saya mengakhiri petualangan saya di Medan. Kota yang seru, asik dan lucu, saya sangat puas "terdampar" di kota yang hangat ini, hehe. Kalo ingin bertualang ke bermacam-macam tempat wisata, kota Medan saya sangat rekomendasikan karena selain cerita diatas masih banyak cerita lain yang gak muat kalo saya tulis semua disini. Terima kasih kepada keluarga besar jurnalis Teropong Medan, bang Nirwan, kak Elfa, kak Yuli, kak Rika dan bang Ijal yang telah menemani saya berpetualang. Saatnya kembali ke ibukota dan terus belajar memaknai hidup dengan tambahan ilmu dan kesan dari Medan. Terima kasih, horas bah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun