Kritik yang disampaikan oleh masyarakat seharusnya dapat diterima dengan positif sebagai bahan evaluasi institusi. Akan tetapi, institusi terkadang menganggap bahwa kritik tersebut tidak berdasarkan fakta. Sehingga, ada beberapa kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh institusi yang mulanya adalah kritik dari masyarakat.Â
Analisis Yuridis Normatif
Dalam kasus Prita Mulyasari vs RS Omni Internasional yang disinggung dalam buku. Prita Mulyasari diputus bersalah berdasarkan Putusan No. 225 PK/PID.SUS/2011.
Kasus-kasus serupa jika dikaji secara Yuridis Normatif, maka berdasarkan UU ITE memang dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik. Hal ini karena dinilai telah memenuhi unsur-unsur pencemaran nama baik atau muatan penghinaan dalam media elektronik. Hal ini menyebabkan banyak individu dalam masyarakat terjerat pidana berdasarkan UU ITE.
Analisis Yuridis Empiris
Secara Yuridis Empiris, kasus tersebut seharusnya tidak dipidanakan. Hal ini karena kritik yang dilakukan oleh Prita Mulyasari adalah sebagai respon atas kekecewaan terhadap pelayanan di RS Omni Internasional.Â
Seharusnya dalam kasus-kasus seperti ini dapat diselesaikan melalui jalur persuasif. Masyarakat hanya menyampaikan keluhannya, sehingga dapat diselesaikan dengan cara mediasi dibandingkan langsung pidana ke Pengadilan.
Kasus ini justru membawa sebuah pertanyaan mengenai "keefektifan UU ITE". Apakah UU ini secara empiris mampu memberikan keadilan di masyarakat sebagaimana yang diharapkan dari hukum itu sendiri. Selain itu, secara yuridis empiris kasus ini menyoroti pentingnya penyelesaian alternatif guna memperoleh keadilan yang sama-sama menang/diuntungkan (win win solution) dibandingkan menang kalah melalui pengadilan. Terutama dalam kasus kritik sosial vs pencemaran nama baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H