Mohon tunggu...
septiambar
septiambar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja Sosial

Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Bu Pur (Sosok Inspiratif Penemu Metode AMABA untuk Anak Berkebutuhan Khusus)

24 Juni 2016   05:09 Diperbarui: 24 Juni 2016   07:06 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat saya bertugas untuk mendampingi mahasiswa monev PKM di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta kamis kemarin tanggal 16 Juni 2016 tanpa sengaja bertemu dengan Bu Pur sosok pejuang dan sangat inspiratif. Nama lengkap beliau adalah Tri Purwanti, S.Pd, Kepala Sekolah, Guru, Sekaligus terapis di Sekolah Luar Biasa (SLB) swasta di Jogja. Awalnya tidak menduga karena keikutsertaan saya di ruang kelas itu karena kebetulan dosen pengampu makul narasumber adalah sahabat saya. Awal pemaparan saya tidak terlalu memperhatikan karena keilmuan saya berbeda. Singkat cerita saat beliau menceritakan sedikit prolog tentang sosoknya saya berangsur mulai memperhatikan, bukan tetang bagaimana beliau berkarir tetapi bagaimana beliau bertekad untuk mengabdi kepada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)s.

SLB yang bu pur kelola awalnya hanya kelompok Taman Pendidikan Al Quran (TPA) yang terletak di pojok wilayah jogja, dari ceritanya tempat itu hanya berukuran kecil dan sempit. Tidak ada fasilitas apapun yang menunjang pembelajaran. Peserta TPA ini bukan anak-anak normal tetapi anak-anak berkebutuhan khusus ( tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, dan tuna graita). Konsep awalnya mendirikan TPA itu berangkat dari keprihatinan beliau terhadap kondisi ABK yang tidak bisa membaca Al Quran. Belum ada metode yang pas untuk mengajarkan ABK membaca AL Quran. Berangkat dari situlah bu pur yang dulunya bekerja sebagai guru di SLB negeri bertekad untuk mengabdikan hidupnya untuk mengajar ABK mengenal al Quran dan Tuhannya.

ABK yang ia ajar juga bukan dari kalangan berada, ABK siswa bu Pur adalah anak-anak kurang mampu yang tidak beruntung. Tidak ada biaya mahal yang diwajibkan dibayar. Perjuangan yang ia lewati mulai dari tahun 2009 membuahkan hasil, sekarang TPA yang ia dirikan untuk memfasilitasi ABK mengenal Al-Qur’an menjadi yayasan yang berbadan hukum. SLB yang dikelola bu Pur sudah memiliki tenaga-tenaga pengajar profesional. Guru yang mengajar di SLB ini diterima melalui tahap penyaringan yang ketat. Beberapa kriteria sangat diperlukan saat mengajar ABK, perlu ketekunan, konsistensi, keikhlasan dan kesabaran yang luar biasa.

Tidak hanya tergagum dengan keberhasilan bu Pur membesarkan SLBnya tetapi banyak cerita dibalik kehidupan para ABK yang menggetarkan hati dan nurani kita. Sebut saja si A salah satu siswa bu Pur yang konon memiliki cacat lahir, si A tidak bisa mendengar bahkan ia sulit untuk berbicara. Saat pertama datang ke SLB itu si A masih sangat sedikit berbicara. Tapi diluar dugaaan setelah melalui tes IQ, ternyata si A memiliki kemampuan intelegen 130. Luar biasa ada anak jenius yang tak tersentuh, melalui tangan dingin bu Pur dan dengan metode AMABA yang ia temukan sekarang si A sudah bisa membaca Al Qur’an dan bicara. Kemampuan lain yang dimilikinya adalah menggambar sktetsa yang rumit, saya bisa melihatnya dari video yang bu Pur tampilkan di layar LCD.

Lain cerita si B anak autis yang emosionalnya tidak stabil, si B berasal dari keluarga yang sebenarnya dalam kategori keluarga terdidik, ibunya adalah guru dari salah satu sekolah negeri. Si B adalah anak kedua dari tiga saudara. Awal masuk SLB tersebut ibunya berharap si B bisa ditangani dengan baik karena emosionalnya tidak stabil, ceritanya ia sering marah dan mengamuk. Saat ini terjadi si B tidak segan melempar atau merusak barang-barang yang ada di sekitarnya. Bagi bu Pur hal ini mengundang penasaran, melalui tahap awal proses pembelajaran di SLB ini adalah dengan observasi dan kelola diri bu Pur mencari tahu apa sebenarnya yang menyebabkan si B menjadi suka mengamuk dan gampang marah. Dengan pendekatan yang dilakukan, tentu dengan hati yang terbuka kemudian bu Pur bercerita dengan berlinang air mata ternyata selama ini si B merasa menjadi anak yang terpinggirkan, menjadi anak yang tidak dianggap, menjadi anak yang dikucilkan oleh bapak ibunya sendiri karena ia terlahir dengan kekurangan. Bahkan saat bu Pur bertemu kedua orang tuanya mengungkapkan bahwa mereka menyerahkan pendidikan bagi si B ke SLB bu Pur karena merasa tidak mampu mendidik si B anaknya, alasan lain yang tidak pernah terpikirkan adalah mereka menyampaikan jika mereka sibuk mendampingi dan mendidik kakak dan adiknya yang “NORMAL”.

Si C anak tuna rungu yang tak pernah terdengar sedikitpun ia bicara saat masuk SLB punya cerita, pernah suatu hari ia tergopoh masuk kelas. Saat bertemu bu Pur ia dengan keterbatasan bicara menggunakan bahasa isyarat bercerita jika kepalanya sakit, dengan raut muka sedih. Bu Pur pun menanggapi serius dengan melihat sumber sakit yang si C rasakan. Mengaggetkan ada luka dikepala gadis kecil tuna rungu dan wicara itu. Demi mencari tahu penyebabnya, bu Pur melakukan pendekatan yang biasa ia lakukan, ia berikan selembar kertas dan pena untuk si C, ia mencoba mengarahkan untuk menggambar apa yang membuat kepalanya sakit. Sambil terisak bu Pur menyampaikan gambar si C membentuk sebuah Helm (penutup kepala) untuk berkendara, sambil dipraktekan si C cerita jika pagi sebelum ke sekolah kepalanya dihantam Helm oleh orang tuanya.

Cerita Si A, si B, dan si C adalah sedikit penggalan cerita yang disampaikan oleh bu Pur kala itu, semua pemaparan nyata yang ia sampaikan sangat menyentuh hati dan jiwa. Bagaimana tidak? selama ini kita tidak tahu sisi kehidupan orang-orang yang Allah ciptakan dengan keterbatasan. Banyak anak dengan kemampuan mumpuni tetapi berkebutuhan khusus tidak tersentuh sehingga banyak anak yang sia-sia, tidak ada yang mengajarinya tentang kehidupan. Pemikiran awal bu Pur yang prihatin dengan pemahaman anak tentang siapa penciptanya, apa isi AL Qur’an dan apa itu kehidupan melahirkan perubahan yang sangat berarti bagi siswa siswinya. Membuka harapan baru bagi mereka tentang kehidupan yang sebenarnya. Menjadi manusia yang beradap dan layak diperhitungkan. Menapaki mimpi-mimpi mereka untuk meraih kesuksesan, tidak hanya kesuksesan dunia tetapi sukses akhirat.

Bu Pur sosok inspiratif yang tidak kenal lelah mendidik ABK untuk mengenal AL Qur’an dengan metode barunya. Metode AMABA yang lahir dari buah pemikiran dan keprihatinan, metode jitu untuk mengajarkan AL Qur’an untuk ABK. Menutup pertemuan kuliah hari spesial itu saya sempat berbincang dengan beliau, saat ini bu Pur sedang menempuh pendidikan S2 di UGM, dan bermimpi suatu ketika bisa melanjutkan S3 nya dengan mengangkat tema disertasi seputar Psikologi ABK. Bu Pur juga bercerita bahwa sempat ditawari untuk melanjutkan studi di luar negeri, tetapi karena pertimbangan anak-anak didiknya ia pun memutuskan untuk tetap berada di Jogja agar tidak menelantarkan mereka. Saat ini SLB yang ia rintis masih memerlukan proses panjang untuk mewujudkan SLB yang layak bagi ABK, karena terkendala biaya untuk sementara semua sarana sekolah masih dalam keterbatasan.  Bu Pur berharap pemerintah Indonesia melalui dinas terkait lebih sedikit memperhatikan satu SLB Qothrunnada yang luar biasa ini.

Semoga...

Salam Hangat

Septi Ambar

Pendidik Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun