Mohon tunggu...
septiambar
septiambar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja Sosial

Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Guru Dilarang Marah

24 Mei 2016   12:10 Diperbarui: 24 Mei 2016   22:10 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru dianggap sebagai teladan yang patut dicontoh. Tetapi sepertinya meningkatnya taraf kehidupan guru sekarang tidak sejalan dengan produk pendidikan sekarang. Lihat saja bagaimana kelakuan siswa sekarang, beralasan kebebasan dan kritis kadang siswa melupakan etika yang seharusnya dijaga saat berkomunikasi dengan guru.

Memang benar kurikulum terakhir menganjurkan bahwa Stundent Centre Learning harus diterapkan. Siswa sebagai centredalam pembelajaran, siswa sebagai pusat belajar, sedangkan peran guru lebih banyak sebagai fasilitator, mediator dan organisator saja, hal ini menimbulkan polemik baru seputar cara komunikasi siswa dan gurunya.

Banyak siswa yang vokal dalam pembelajaran tetapi kurang memperhatikan sopan santun berbicara, budaya malu dan segan pada diri siswa terhadap gurunya seolah terkikis. Siswa cenderung kurang sopan dan seenaknya, bahkan banyak siswa yang melakukan tindakan yang kadang melecehkan guru, atau mengumbar kata-kata yang tidak pantas didepan guru. Siswa tidak merasa malu dan bersalah, mereka justru kadang merasa bangga dan merasa hebat karena sudah berani dengan gurunya.

Tak ayal kelakuan siswa ini kadang membuat guru jengah dan lelah, karena guru juga manusia biasa yang kadang memiliki masalah keluarga dan masalah-masalah kehidupan yang lain. Ada kalannya guru lelah, guru sedih, guru marah, dan guru tidak bisa mentolerir kelakuan siswa yang kadang memerahkan telinga. Pernahkan orang tua siswa berfikir hal ini?

Melihat Masalah Dari Sudut Pandang Lain

Kasus guru yang dipidanakan oleh orang tua siswa sebenarnya tidak sepenuhnya salah jika dipandang dari sudut pandang kita sebagai orang tua. Tapi pernahkan kita mencoba melihat masalah yang sama dari sudut pandang guru? Saat peristiwa terjadi sebenarnya bagaimana kronologinya? Semisal kasus guru yang dilaporkan oleh orang tua siswa hanya karena guru memotong rambut anaknya.

Nalarnya sebagai orang tua seharusnya berfikir bahwa kenapa bisa terjadi peristiwa pemotongan rambut itu. Setiap sekolah tentu berlaku aturan yang harus dijalankan oleh semua warga sekolah baik guru, karyawan TU, maupun siswa. Aturan itu harus ditegakan supaya proses pembelajaran dan proses pendidikan di sekolah berjalan lancar dan kondusif. 

Guru memotong rambut siswanya karena dianggap siswa tersebut sudah melanggar peraturan sekolah, dimana hampir sebagian sekolah negeri memberlakukan aturan bahwa siswa harus rapi dan tidak gondrong. Meskipun ada beberapa sekolah yang memiliki peraturan yang berbeda. Sebagai anak seharusnya ini menjadi peringatan untuknya bahwa di sekolah itu aturan tentang rambut ada dan harus dijalankan. Sudah sewajarnya seorang guru yang mengemban amanah besar harus menegakan aturan yang tegas dalam upaya mendidik siswa untuk disiplin.

Atau kasus yang lain, cobalah sebagai orang tua seharusnya kita tidak langsung bereaksi berlebihan dengan laporan anak ketika diperlakukan tidak baik disekolah. Lihat dulu apa yang terjadi, bisa jadi anak kita sendiri sebagai biang masalah, tidak bisa diatur dan sering melanggar aturan sekolah. Atau anak kita melakukan tindakan diluar batas wajar seperti mengumpat, menghina guru, dan membuat gaduh sekolah sehingga guru tersinggung. Sebagai orang tua seharusnya bisa bersikap bijaksana dalam menghadapi masalah, lebih sabar dan objektif. 

Semua tindakan orang tua cerminan bagi perkembagan anak nantinya. Seandainya kita sebagai orang tua tiba-tiba mendapatkan laporan anak tentang perlakuan guru terhadapnya tidak langsung bereaksi berlebihan termasuk melaporkan guru ke ranah hukum. Cobalah untuk menyelesaikan dengan baik, mencari tahu dan konfirmasi tentang kebenaran peristiwa itu. Cobalah untuk melihat dari sudut pandang lain.

Mungkin berbeda kasus jika memang tindakan guru tidak ada pemicunya, tindakan guru yang seenaknya, tindakan guru yang memang melanggar etika dan moral karena murni niat gurunya berbuat sesuatu yang menyalahi aturan. Boleh saja membawanya ke ranah hukum tentu dengan melalui proses yang jelas dan objektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun