Mohon tunggu...
septiambar
septiambar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja Sosial

Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tragis: Cerita Yuyun, Feby dan Ibu Dosen (Tamparan untuk Dunia Pendidikan Indonesia)

3 Mei 2016   23:53 Diperbarui: 3 Mei 2016   23:56 4152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

https://www.google.co.id/search?biw=1366&bih=659&noj=1&tbm=isch&sa=1&q=darurat+pendidikan&oq=darurat+pendidikan&gs_l=img.3...94758.97890.0.98180.15.11.0.0.0.0.537.537.5-1.1.0....0...1c.1.64.img..14.1.534...0.8X5Gbu_rRIg#imgdii=v40ySuuqKuNNjM%3A%3Bv40ySuuqKuNNjM%3A%3BGpXKKrlNp3jPiM%3A&imgrc=v40ySuuqKuNNjM%3ABelum selesai terhenyak dari kasus teror petrus dengan penyayatan, publik dikejutkan lagi oleh kasus yang tidak kalah sadis, bahkan cenderung lebih sadis. berita tetang tiga cerita, tiga perempuan malang, dengan tiga motif kejahatan berhembus bak bola liar yang terus berkembang memunculkan certia miris dibalik peristiwa itu. Lingkup pendidikan baru saja memperingati hari pendidikan 2 Mei kemarin, seakan tiga cerita miris ini menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan. 

Bagaimana tidak? ketiganya seakan membuka bobroknya dunia pendidikan kita. Cerita tentang yuyun, anak SMP berusia 14 tahun harus meregang nyawa dengan tragis karena kebiadaban 14 pelaku pemerkosaan, atau cerita Febi mahasiswa semester 2 dari kampus besar di jogja yang ditemukan sudah tidak bernyawa di toilet kampus, dan cerita ibu dosen yang harus berakhir karena dendam kesumat mahasiswanya. Tiga cerita ini seolah teguran dari sang Pencipta agar Pendidikan Indonesia segera berbenah. Saya sedikit mencoba memaparkan apa sebenarnya yang salah dengan pendidikan kita melalui cerita dibalik peristiwa menyedihkan ini.

Cerita Yuyun dan Pemuda Putus Sekolah

Tidak bisa dibayangkan betapa sedihnya orang tua Yuyun anak SMP berusia 14 tahun yang menjadi korban perkosaan 14 pelaku. Bapak ibunya harus mendapati kenyataan anaknya yang masih sangat muda itu harus meregang nyawa karena kebiadaban para pelaku perkosaan. Jasad Yuyun ditemukan membusuk di jurang karena para pelaku membuangnya setelah puas melakukan tindak perkosaan. Yuyun memang malang, yuyun tidak beruntung karena waktu pulang sekolah dia melewati segerombol anak muda pengangguran yang tengah pesta tuak di jalan menuju rumahnya. Entah syetan apa yang ada dipikiran para pelaku itu, mungkin saja pengaruh alkohol yang membuat kesadaran mereka hilang sehingga dengan mudah melakukan tindakan diluar batas rasa kemanusiaan.

14 pemuda itu konon ceritanya adalah pemuda pengangguran, hampir sebagian dari mereka adalah pemuda putus sekolah. Semua pelaku dalam wilayah yang berdekatan, masih satu desa di Propinsi Bengkulu. Propinsi Bengkulu tentu memiliki PR besar dengan kasus yang menghebohkan ini, apa sebab? Perilaku masyarakat tentu mencerminkan kondisi kehidupan mereka. Menurut data dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Propinsi Bengkulu sepanjang tahun 2015 hingga sekarang sudah tercatat hampi 513 kasus perkosaan. Tentu jumlah itu bukan jumlah yang sedikit, tetapi dari semua yang tercatat kasus Yuyun adalah kasus terparah.

Sekolah sebagai lembaga Pendidikan mempunyai tugas berat dalam membentuk pola tingkah laku siswanya, meksipun dalam tataran teknis tidak bisa berjalan sendiri karena harus terjalin komunikasi dan kerjasama yang baik antara sekolah, orang tua (keluarga) dan masyarakat (lingkungan). Berkaca dari kasus diatas dimana semua pelaku adalah pemuda putus sekolah,  Itu artinya kesempatan untuk belajar etika, sopan santun, dan moral juga ikut terhenti. Mungkin saja permasalahan itu timbul karena kurang meratanya Faktor penunjang pendidikan. 

Tidak tersedia fasilitas sekolah yang memadai, kurangnya tenaga guru yang kompeten dan berakhlak baik, atau karena kondisi perekonomian dilevel miskin sehingga tidak ada kesempatan untuk mengenyam pendidikan khususnya disekolah karena alasan tersebut. Para pemuda itu terpaksa putus sekolah karena dituntut untuk ikut mencari tambahan penghasilan demi membantu perekonomian keluarga.

Dibalik tuntutan kehidupan yang keras, pola kehidupan lingkungan sekitar juga sangat berpengaruh. Menurut berita lingkungan disekitar TKP banyak sekali warga masyarakatnya yang memproduksi Tuak. Minuman beralkohol ini dijual bebas dan sangat mudah untuk didapatkan, dan menurut cerita harganyapun sangat murah. Bisa ditarik benang merahnya kenapa kasus ini begitu menampar pendidikan kita, yaitu kesempatan belajar, fasilitas belajar, lingkungan baik, teladan baik tidak didapatkan oleh ke 14 pelaku ini.

 Kurang meratanya pendidikan di Indonesia menumbuhkan bibit-bibit kejahatan ditengah krisis yang melanda negeri kita. Kasus yuyun semoga bisa dijadikan renungan untuk siapapun yang peduli pendidikan. bahwa pendidikan adalah hak setiap warga Indonesia, pendidikan adalah pengendali perilaku masyarakat yang paling tepat sehingga dapat terwujud masyarakat yang beretika, berperikemanusiaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan.

Cerita Feby dan Cleaning Service Kampus

Feby adalah mahasiswa rantau yang waktu kemarin ditemukan di dalam toilet kampus dalam kondisi tidak bernyawa. Sempat membuat banyak spekulasi jika Feby meninggal karena terkunci di toilet kampus lantai 5. Awalnya tidak masuk akal jika mahasiswa yang baru semester 2 ini harus meregang nyawa karena terkunci di toilet kampus. Setelah petugas mengevakuasi jasad Feby ternyata ditemukan luka jeratan dilehernya, sementara pihak berwajib menduga bahwa Feby adalah korban pembunuhan. Benar saja setelah olah TKP dari kabar di group Wa yang beredar bahwa pelaku adalah petugas cleaning service kampus. Menurut cerita pelaku ini berniat mencuri dari Feby, terbukti dari hasil identifikasi petugas dan interogasi pelaku mangaku bahwa ia mengambil handphone dan kunci motor milik korban. Alasan pelaku yaitu kepepet tidak punya uang.

Tragisnya pelaku setelah menghabisi nyawa Feby masih dengan santainya masuk kerja seolah tidak terjadi apa-apa, bahkan teman sekerjanya pun beberapa kali ketemu dengan pelaku mengaku jika tidak ada hal yang mencurigakan terlihat. Hanya teman kerjanya itu bercerita kalo si pelaku itu berpesan untuk tidak membuka toilet yang ada jasad Feby didalamnya. Mengerikan seperrti berhadapan dengan pembunuh berdarah dingin.

Pukulan berikutnya untuk dunia pendidikan kita, kasus Feby ini terjadi di dalam lembaga pendidikan. sebuah perguruan tinggi yang secara kualitas tergolong baik dan mumpuni. Bukan salah perguruan tingginya, tetapi salah dari sistem pendidikannya kenapa hanya karena kepepet tidak punya uang pelaku tega dan sangat sadis menghabisi nyawa korban hanya untuk mengambil barang milik korban. Coba kita urai, bagaimana sistem pendidikan kita?? Bandingkan dengan sistem pendidikan di negara lain. 

Saya soroti untuk pendidikan anak usia dini, dinegara lain seperti finlandia, jepang, irlandia, Singapura, Australia usia dini dijadikan sebagai fase untuk mendidik moral dan tingkah laku serta kebiasaan anak-anak. Mereka membentuk karakter sejak dini, sistem pendidikan di beberapa negara tersebut juga bisa mengakomodasi dan mengimplementasikan dengan baik dalam menanamkan karakter bagi anak-anak. Kurikulum banyak yang mengcover dan fokus pada tataran pembentukan perilaku, kebiasaan, serta kedisiplinan dalam berkehidupan. 

Mereka tidak menuntut anak untuk pandai menghitung, menulis, atau menguasai ilmu tertentu, tetapi mereka sungguh-sungguh dididik untuk menjadi generasi yang berbudaya dan berkarakter. Berbeda dengan kita sedari dini kita ketakutan saat anak kita tidak bisa baca dan tulis tetapi kita tidak takut dengan perkembangan kejiwaannya. Tuntutan kurikulum dan sistem pendidikan kita rasa-rasanya terlalu mempush otak anak, sehingga memberi dampak buruk untuk perkembagan jiwanya, banyak orang pintar secara keilmuan tetapi sangat sedikit yang mumpuni dalam akhlak dan perilaku baik.

Cerita Ibu Dosen Dan Mahasiswanya

Dosen dibunuh mahasiswanya karena dendam pribadi. Kasus ini terjadi hampir bersamaan waktunya dengan dua cerita di atas. Seorang dosen dari kampus wilayah Medan harus meregang nyawa di tempat kerjanya dengan cara dibunuh. Pelaku tak lain bukan adalah mahasiswanya sendiri yang baru berusia sekitar 20an tahun. Sadisnya lagi pembunuhan ini sudah direncanakan pelaku terbukti dari hasil keterangan polisi bahwa pelaku sudah menyiapkan pisau dari rumah untuk menghabisi nyawa korban. Bukan hanya itu saja waktu kejadiannya pun pelaku sudah mempersiapkan dengan matang, dimana pelaku menunggu korban dari toilet segera setelah korban keluar pelaku menyerangnya dengan membabi buta sampai korban kehabisan darah. Menurut berita yang beredar setelah tim medis mengotopsi korban terdapat 10 luka tusukan hingga mengakibatkan korban banyak kehilangan darah dan meninggal.

Mengerikan sekali bukan? Hubungan dosen dan mahasiswa seharusnya adalah hubungan yang baik dan saling memberi. Dosen adalah pendidik, dosen adalah guru bagi mahasiswa, dosen juga bisa berperan sebagai orang tua untuk anak didiknya. Menjadi tidak masuk akal ketika dalam kasus ini mahasiswa yang notabene adalah anak didik berani dan nekad melakukan tindakan yang brutal, menyerang dosen yang seharusnya dihormatinya. Pun penyerangan yang dilakukan terjadi di kampus sebgai tempat belajar bagi mahasiswa.

Apa yang salah dengan pendidikan kita? Kasus terakhir ini sangat memprihatinkan dari korban, pelaku dan tempat kejadian semuanya dalam satu lingkup pendidikan. Kampus sebagai tempat berlangsungnya proses pembelajaran seharusnya menjadi lingkungan yang nyaman dan aman untuk belajar. hubungan antar warga kampus pun seharusnya lebih baik dan mendidik. Berkaca dari kasus ini kita bisa menyimpulkan bahwa perilaku masyarakat Indonesia sudah mulai bergeser dari yang menjunjung tinggi budaya ketimuran sekarang menjadi budaya anarkis dan kejam. tidak terkecuali fenomena ini menjangkiti para pelaku pendidikan.

Ketiga cerita memberikan tamparan keras untuk Indonesia, ditengah hangatnya peringatan hari pendidikan kita harus menelan pil pahit dengan rentetan kejadian yang memprihatinkan khususnya untuk dunia pendidikan. Semua terjadi seolah menegur para pimpinan untuk lebih fokus dan peduli terhadap nasib bangsa ini. Pendidikan kita sedang butuh buaian, butuh pelukan dan butuh formula tepat untuk mengobati bobroknya produk pendidikan sekarang. Pendidikan bukan semata-mata tentang pembelajaran di kelas, tetapi pendidikan adalah tentang perbaikan pola tingkah laku masyarakatnya untuk menjadi masyarakat yang berpendidikan, berkarakter, berakhlak, religius, berperikemanusiaan dan menjunjung nilai-nilai kebaikan.

Mari berdoa dan berusaha untuk Indonesia

Salam hangat

Septi Ambar

Pendidik Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun