Mohon tunggu...
septiambar
septiambar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja Sosial

Penulis, Penggiat Parenting dan Pekerja sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenali Penyakit "Bully-Membully" dan Dampaknya

18 April 2016   12:11 Diperbarui: 18 April 2016   12:30 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terhenyak kaget saat si kecil mengakui bahwa ada temannya yang tidak suka denganya, baru 4 tahun dengan runtut menyampaikan ketidaksukaan temannya terhadapnya bukan sebab lain si pembully adalah anak-anak usia diatasnya jauh 7-10 tahun. Perlakuan didapatkan dengan macam rupa ada yang dari verbal, bahkan dorongan. Tentu sebagai ibu ada perasaan tidak terima tapi mencoba melihat dari sudut pandang berbeda. Mungkin saatnya menyiapkan si anak untuk menghadapi pembully suatu ketika nanti.

Banyak kasus yang kita temukan, beberapa insiden di beberapa negara seperti penembakan disekolah-sekolah, pembunuhan, perilaku kasar, penyerangan dan bentuk kekerasan lainnya ditimbulkan dari pelaku yang ternyata juga adalah korban Bully. Mungkin ranah ini sudah banyak dipelajari dan didalami keilmuan Psikologi. Tetapi saya mencoba untuk mengupasnya dari sudut pandang berbeda, sudut pandang orang awam, orang umum yang sangat sedikit pemahamannya tentang ilmu ini.

Bully adalah istilah asing yang sangat familiar kita dengar. Sebenarnya di KBBI tidak ditemukan istilah ini karena memang bukan berasal dari Bahasa Indonesia. Istilah Bully ini lebih mendekati kepada istilah negatif yaitu berupa perlakuan menghina, mengolok-olok, mengancam, atau mengganggu. Sebagai contoh dilakukan oleh orang yang biasanya lebih tinggi posisinya dibandingkan dengan korban bully nya. Semisal lebih cantik, lebih kaya, lebih dewasa, lebih berkuasa dan lebih popular. Biasanya perilaku ini tidak berlangsung spontan dengan waktu singkat tetapi berlangsung konsisten dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga menimbulkan tekanan dan dampak besar terhadap si korban bully bisa depresi, ketakutan, minder, merasa tidak berharga dan lain sebagainya. Efek bully ini jelas sangat mempengaruhi pola pikir dan cara menghadapi kehidupan si korban. Kadang korban merasa menjadi orang yang sangat tidak berarti dalam setiap keputusannya.

Tentu sebagai orang tua yang memiliki anak hal ini meresahkan, betapa tidak ketika anak kita mulai memasuki lingkungan sosial secara otomatis lepas dari dekapan orang tua dan pengawasan yang intens. Kita tidak lagi leluasa untuk mengatur, menjaga, mengarahkan serta membimbing mereka sepenuh waktu. Anak-anak memiliki kehidupan sendiri, lingkungan sendiri, dan teman sendiri. Hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan si anak dalam segala hal. Bisa jadi anak akan mulai menjauh dari orang tua, anak lebih merasa nyaman berada bersama teman dan sahabatanya, anak lebih merasa bebas dengan kesenangan dan hobby barunya, anak akan mulai show off mengejar dan menunjukan semua mimpi dan cita-citanya kepada dunia. Anak mencari jati dirinya melalui kebebasan yang didapatkannya. Kemudian dimana peran orang tua dalam hal ini? Siapkan anak menemukan beragam karakter orang yang ia temui? Bisakah anak untuk kuat menghadapi Bully yang kemungkinan besar mereka dapatkan dari lingkungan barunya?

Disinilah letak vital peran orang tua, untuk menyiapkan anak menghadapi lingkungan yang kadang keras dan tidak ramah terhadapnya. Apa yang sebaiknya orang tua lakukan untuk memahamkan anak tentang bully ini? Paling tidak menyiapkannya secara mental untuk siap bergaul dan bersosialisai di masyarakat?. Saya mencoba menyajikan pandangan saya dengan bahasa umum bukan bahasa ahli, bahasa sebagai ibu dari anak-anak dan sebagai pendidik dari mahasiswa saya.

1.       Waktu

Bully itu bisa terjadi kapan saja, mulai dari usia dini hingga dewasa. Jadi bully tidak terbatas waktu dan usia. Kesempatan ini timbul bisa dikarenakan ada kesenjangan yang terjadi sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman dilingkungan tersebut. Contoh : dilingkungan kerja baru ada karyawan baru yang cantik dan smart kemudian menimbulkan kecemburuan karyawan senior yang sudah lama bekerja disitu, perhatian dari atasan yang tadinya tercurah kepada senior mulai terbagi dengan karyawan baru.

2.       Bentuk

Bully bisa dalam bentuk apa saja, hampir semua bermakna negatif. Seperti perlakuan menghina, mengolok-olok, mengancam, atau mengganggu. Dari yang paling sederhana semisal menyindir dengan bahasa halus tetapi berlangsung terus menerus, menhina dengan verbal, mengumpat, bahkan bisa dalam bentuk Fisik, misal mendorong, menjambak, memukul, menendang, melukai dan masih banyak lagi. Dan hal lain yang juga harus diperhatikan adalah saat bully dilakukan tidak sendiri tetapi berkelompok tentu akan sangat berbeda perlakuannya. Karena pelaku bully akan merasa lebih berkuasa dan bebas melakukan tindakan bully secara bersama-sama dan berkelompok.

3.       Dampak

Bully dilakukan tidak hanya sekali tetapi terus menerus hingga melukai jiwa korbannya. Bisa jadi dampak bully tidak muncul dalam waktu dekat semisal dalam tahun yang sama tetapi mungkin bisa muncul berpuluh-puluh tahun berikutnya saat korban menghadapi kehidupan baru. Dampak bully ini beragam dari depresi hingga perasaan negatif yang muncul didalam diri korban, dan jelas itu sangat menghambat perkembangan psikisnya dan mental. Contoh : seorang kawan saat melewati fase remaja pernah menjadi korban bully, ia dijauhi dari sahabatnya karena berbeda cara belajar yang cenderung santai dan terkesan tidak serius. Selama satu tahun beragam perlakuan ia dapatkan dari didiamkan, disindir, diolok-olok, diabaikan, bahkan di hina secara verbal. Pada saat itu tidak ada dampak yang terlihat karena terkesan biasa hanya ia sampaikan punya perasaan sakit dan kecewa, tetapi tidak berpengaruh terhadap sikap dan jiwanya. Tetapi setelah bertahun-tahun berlalu saat ia memasuki dunia kerja, perasaan yang dulu muncul lagi saat lingkungan baru memperlakukannya sama seperti fase ia menjadi korban bully. Dampaknya ia menjadi cenderung individualis, menghindari konflik, sensitif dan sulit menerima kritik. Akhirnya berdampak pada kinerja kerjanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun