Mohon tunggu...
Rizki Septiadi
Rizki Septiadi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Wajah Desa Lama dan Desa Masa Kini

26 November 2017   11:41 Diperbarui: 26 November 2017   15:00 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa wajah lama adalah desa dimana belum lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang mana desa pada saat itu masih menggunakan pola lama, baik dari hal perencaan, pelaksanaan serta pelaporan penggunaan dana nya. Sedangkan desa masa kini adalah desa yang telah menerapkan UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Dalam UU No. 6 Tahun 2014 memiliki konsep desa membangun, san ini juga di selarakan dengan salah satu nawa cita Presiden Republik Indonesia Jokowi yakni, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah desa dalam kerangka kesatuan. Karena dengan memberdayakan masyarakat desa maka kesatuan republik ini akan terbangun.

Sedikit saya ulas terkait desa wajah lama, istilah ini lahir karena sudah tidak asing lagi di telinga kita bahwasanya desa adalah kerajaan kecil yang ada di desa. Mengapa istilah demikian muncul? Karena desa wajah lama kerap kali kegiatan baik berupa perencaan dan pelaksanaan tergantung selera dari kepala desa, bukan berdasarkan musyawarah atau penggalian gagasan dari masyarakat sehingga desa pada saat itu, tergantung kerajaan di atasnya.

Sehingga, dengan demikian istilah raja kecil itu muncul sebagai julukan bagi kepala desa. Dengan lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 sebenarnya adalah untuk memberdayakan masyarakatnya sehingga turut serta dalam hal pembangunan dan pelaksanaan kegiatan di desa, ini tidak lain hanya untuk membuat desa lebih mandiri dan berdaulat.

Undang-undang desa tidak lain bertujuan "Hendak mengangkat Desa pada posisi subjek yang terhormat dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal lain adalah bahwa pengaturan Desa akan menentukan format Desa yang tepat sesuai dengan konteks keragaman lokal. Penguatan kemandirian Desa melalui Undang-Undang tentang Desa sebenarnya juga menempatkan Desa sebagai subjek pemerintahan dan pembangunan yang betul-betul berangkat dari bawah (bottom up)".

Berangkat dari itu saya sebagai penulis menganalisa di wilayah dampingan saya setelah 3 (Tiga) Tahun berjalan UU Desa No. 6 Tahun 2014 sangat berhasil. Dimana desa saat ini sudah mulai transparan atau terbuka dalam pengelolaan perencaan dan pelaksanaan kegiatan baik yang bersumber dari Dana Desa dan sumber lainnya yang sudah di kemas dalam APBDesa.

Saat ini perencaan sudah melalui musyawarah dusun (Musdus) untuk bahan penggalian usulan dari lapisan masyarakat untuk mengetahui sebenarnya kebutuhan masyarakat. Sehingga kegiatan desa akan sangat bermanfaat bagi warganya. Dengan begitu kegiatan di desa akan memberdayakan masyarakatnya. Saya berkeyakinan jika program kegiatan baik yang berupa fisik dan non fisik berangkat dari keinginan masyarakat maka desa akan lebih maju dan mandiri.

Selain mengadakan Musdus, desa berupaya untuk mendengar kebutuhan masyarakat dengan cara saat mengambil beras prasejahtera mereka di wajibkan membawa usulan baik tertulis dan secara lisan yang penting usulan mereka masuk ke pemerintah desa, baru beras yang menjadi haknya di berikan oleh desa. Ini adalah satu cara untuk mendorong peran aktif masyarakat dalam mengawal desa dan mendorong keberanian masyarakat dalam memberikan masukan usulan kegiatan baik pemberdayaan dan pembangunan.

Setelah dilakukan musdus maka desa mengadakan musyawarah di level desa yang melibatkan banyak tokoh masyarakat dan BPD untuk melihat serta memberikan peringkengan atau menyaring usulan yang perioritas untuk di tetapkan sebagai kegiatan desa untuk ke depannya.

Dengan pola perencaan demikian maka desa sudah menunjukkan keberanian bahwa kegiatan desa bukanlah kegiatan yang lahir dari perencaan Kepala desa semata, namun terlahir bersama dengan BPD dan masyarakat. Ini adalah salah satu bentuk kemajuan desa pasca lahirnya UU Desa, jika boleh di istilahkan RKPDesa terlahir dari suara masyarakat dan suara masyarakat adalah suara tuhan.

Sehingga, dalam gagasan usulan yang diperioritaskan berdasarkan kebutuhan bukan berdasarkan keinginan, setiap masalah yang terdapat dalam masyarakat adalah kebutuhan mendasar dan perlu dianggarkan dalam kegiatan pemerintahan desa untuk menmyelesaikan masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat.

Selain dari perencaan desa saat ini sudah berani membuka Anggaran Pendapan Belanaja Desa (APBDesa) nya di muka umum. Terbukti di wilayah dampingan saya di Desa Karanganyar Kecamatan Tegalampel sudah memampang APBDesa dengan baliho besar bahkan yang tertulis adalah per kegiatan. Inilah, bentuk transparansi dalam pengelolaan keuangan desa ini terlahir kesadaran yang demikian setelah lahirnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa.

Dari semangat Undang-Undang Desa juga diharapkan keikutsertaan peran aktif BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan di desa serta mampu mengevaluasi perencaan serta penganggaran dana untuk kegiatan di desa. Setelah kita lihat selama 3 tahun terakhir ini peran BPD sangat aktif dalam mengawal desa sehingga, peran BPD pun nampak di kalangan masyarakat desa.

Mengapa saya memberikan istilah di atas perbandingan antara Desa "Wajah lama dan Desa Masa Kini"? karena setelah saya perhatikan desa yang patuh dengan UU No. 6 Tahun 2014 lebih transparan dalam pengelolaan keuangan dan perencaan bahkan pelaksaan kegiatannya.

Demikian refleksi saya dalam menyikapi UU Desa yang kini sudah berjalan 3 Tahun, semoga desa mampu menerjemahkan dengan baik harapan suci dari pemerintah RepubliK Indonesia. Dengan begitu desa akan lebih kuat dan mandiri bahkan akan berdaulat sehingga, akan melahirkan masyarakat yang baik dan sejahera dengan begitu Negara Kesatuan Republik Indonesia akan berjiwa kuat dan mandiri.[]

* Penulis adalah Pendamping Desa Kecamatan Tegalampel Kabupaten Bondowoso

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun