Mohon tunggu...
Septi Prihastuti
Septi Prihastuti Mohon Tunggu... Lainnya - Seaorang Mahasiswi

Tidak ada yang sempurna, terkecuali. Sang Pencipta Kamu Dan aku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) bagi Masyarakat

7 April 2022   01:37 Diperbarui: 7 April 2022   01:43 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam hal ini, untuk melaporkan dan membayar pajak, harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Identitas itu harus di buat sendiri di Kantor Pelayanan Pajak. Ini berbeda dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Nomor identitas tersebut langsung di miliki saat sudah punya Akta Kelahiran. Maka dari itu, melaui Undang-undang HPP, NIK akan langsung difungsikan sebagai NPWP. Hal ini tertuang dalam UU HPP Pasal 2. Langkah tersebut diambil untuk menyederhanakan administrasi perpajakan. Walau begitu, para pemilik NIK tidak langsung diwajibkan membayar pajak. Pemilik NIK baru wajib dikenakan pajak ketika penghasilannya lebih dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

2. Perubahan Tarif PPh

Di tinjau dari beberapa sumber, memberikan poin-poin penting dalam perubahan UU PPh, antara lain: perlakuan pajak atas natura dan/atau kenikmatan, perubahan bracket tarif pajak untuk wajib pajak orang pribadi, pengenaan tarif pajak sebesar 35% untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar, tarif PPh Badan untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya sebesar 22%, dan adanya batas peredaran bruto tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dengan omset sampai dengan 500 Juta tidak dikenai pajak. RUU HPP juga menetapkan tarif PPh Badan sebesar 22 persen untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya, sejalan dengan tren perpajakan global yang mulai menaikkan penerimaan dari PPh dengan tetap dapat menjaga iklim investasi. Tarif ini lebih rendah dibandingkan dengan tarif PPh Badan rata-rata negara ASEAN (22,17%), negara-negara OECD (22,81%), negara-negara Amerika (27,16%), dan negara-negara G20 (24,17%).

3. Terjadinya Tax Amnesty jilid II

Mengutip Direktorat Jendral Pajak, tax amnesty atau pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang harusnya dibayar langsung oleh pihak yang besangkutan. Dengan begitu, meski tidak membayar pajak, yang bersangkutan tidak akan dikenakan sanksi administrasi denda, apalagi hukuman pidana. Pihak tersebut hanya diminta mengungkap harta yang seharusnya dikenai pajak. Setelah itu, yang bersangkutan wajib membayar uang tebusan sesuai dengan ketentuan. Program tax amnesty biasanya berjalan selama periode tertentu. Indonesia pernah menjalankannya pada 2016-2017 lalu. Dengan berlakunya UU HPP, pemerintah akan mengadakan pengampunan pajak jilid II. Program tersebut akan diadakan pada 1 Januari 2022 sampai akhir Juni 2022 dan rencananya, amnesty jilid II dijalankan secara online.

Dari pemaparan yang ada di atas, sebenarnya pemerintah kita ini ingin melakukan revolusi baru, dari Nomor Induk Penduduk (NIK) yang menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak Orang Pribadi (NPWP OP) dengan ketentuan yang bisa dibilang sangat baik. Jika memang dijalankan sesuai dengan pemaran yang telah disebutkan di atas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun