Ha? Apa-apaan ini? Segitu mudahnya ia menilai aku hanya dengan pertama bertemu? Manja? Apa iya aku segitu manjanya? Memang terlihat ya? Tunggu! Kemana sapaan ‘gue-lo’ yang sering kulontarkan? Dan mengapa ia juga mulai mengubah sapaan kami?
“Dan satu lagi, kamu menulis.”
“Aku menulis? Ada yang salah?”
“Justru tidak ada yang salah denganmu yang menulis. Aku sejak tadi memperhatikan kamu, tapi kamu terlalu sibuk dengan leptop mu itu. Aku sudah bilang kan tadi, menulis adalah sebuah keberanian. Berani menyuarakan isi hati dan pikiran dalam media tulisan. Dan seperti kata Pram, menulislah agar tidak hilang dalam sejarah,” tuturnya panjang lebar yang membuatku takjub.
“Siapa kamu?”
“Maksudmu?”
“Aku gak ngerti, kamu itu aneh. Sok cuek, kadang sinis belum lagi kata-kata kamu juga sarkas. Tapi sekarang, kamu bisa begitu manis dan mengutip pram dengan sangat baik. Aku kayak ngga kenal kamu. Apa jangan-jangan kamu punya dua kepribadian?”
Tuduhanku barusan kontan membuat tawanya meledak hebat.
“Oke. Gimana kalau kita berkenalan secara proper dari awal. Aku Danar” ujarnya sambil mengulurkan tangan yang pura-pura dibersihkannya sebelum bersalaman denganku.
“Haha, baiklah. Aku terima perkenalan ini. Aku Bulan.” kuulurkan lenganku menyambut niat baiknya.
Sebuah jabat tangan yang hangat, dan erat. Ini yang aku suka. Jabat erat yang seolah membuka pintu pertemanan yang kaku di awal.