Ada sebuah istilah di sosial media yaitu "Doxxing" yang kemudian berlanjut menjadi sebuah Cancel Culture. Merujuk pada Wikipedia, Doxxing merupakan sebuah praktik berbasis internet untuk menyebarkan informasi pribadi seseorang yang bertujuan untuk menjatuhkan orang tersebut. Doxxing juga dikenal dengan istilah "Spill The Tea" atau "Spill", bisa digunakan oleh orang yang menyebarkan atau orang yang meminta informasi orang lain. Istilah ini banyak digunakan pada pengguna sosial media terutama di Twitter.
Sosial media sangat cepat menyebarkan informasi sehingga informasi dapat dijangkau dengan mudah. Apalagi netizen di indonesia terlihat lebih tertarik dengan topik tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika perdebatan di sosial media sering terjadi. Terkadang warganet beranggapan mengomentari orang lain hanya pendapat semata berdasarkan dengan kebebasan berpendapat, namun hal tersebut malah berdampak negatif. Bahkan, diberlakunya UU ITE tidak membuat netizen jera.
Doxxing inilah yang memunculkan fenomena Cancel Culture. Istilah Cancel Culture atau Call-out culture yang merupakan usaha kolektif masyarakat untuk 'memboikot' seseorang atas perbuatan atau perkataannya. Biasanya tokoh yang di-cancel telah melakukan suatu hal yang buruk baik di media sosial maupun di kehidupan nyata. Contoh dari fenomena ini adalah dimana warganet memposting meng-cancel seseorang seperti "You're Cancelled", "(A) Cancelled", dan sebagainya yang berarti orang tersebut dianggap sudah tidak layak untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain serta menerima banyak hujatan.
Doxxing dan Culture Cancel ini sangat berpengaruh karena dengan adanya Doxxing dari warganet maka ada banyak sekali pandangan buruk dari Doxxing yang telah disebarkan. Warganet akan melakukan "Cancelled" pada orang tersebut karena sudah dipandang buruk karena Doxxing tersebut.
Doxxing dan Culture Cancel ini tidak hanya berdampak bagi orang yang di-cancel tetapi juga orang yang meng-cancel. Hal ini menimbulkan Dunning-Kruger Effect dimana warganet seperti beranggapan kemampuannya lebih hebat dibandingkan orang yang mendapatkan Doxxing dari orang lain. Efek ini timbul karena warganet yang telah melihat keburukan orang lain memberikan komentar negatif dengan mengcancel orang tersebut beranggapan dia lebih baik dari orang tersebut. David Dunning dan Justin Kruger dari Cornell University menyimpulkan bahwa, "kesalahan dalam menilai orang yang inkompeten berawal dari kesalahan menilai diri sendiri, sedangkan kesalahan dalam menilai orang yang sangat kompeten berawal dari kesalahan menilai orang lain".
Culture Cancel ini bukan hanya berdampak pada public figure, influencer, politisi, maupun orang-orang yang dikenal di masyarakat tetapi bahkan orang biasa saja juga bisa menerima Culture Cancel dari orang lain karena perilaku yang dianggap buruk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H