Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita, sejak tahun 70-an, film mulai banyak mengambil inspirasi (inspired by) atau (adapted from) karya-karya sastra yang telah ada sebelumnya. Proses pemindahan sebuah karya sastra (novel) ke dalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. Pengadaptasian dari novel ke dalam film (ekranisasi) biasanya dikarenakan novel tersebut sudah terkenal sehingga masyarakat pada umumnya sudah tidak asing lagi terhadap cerita tersebut yang pada akhirnya mendukung aspek komersial.
Di dalam ekranisasi, pengubahan wahana dari karya sastra ke wahana film, berpengaruh pula pada berubahnya hasil yang bermediumkan bahasa atau kata-kata, ke dalam film yang bermediumkan gambar audio visual. Jika di dalam novel ilustrasi dan penggambaran atau pelukisan dilakukan dengan menggunakan media bahasa atau kata-kata, dalam film semua itu diwujudkan melalui gambar-gambar bergerak atau audio visual yang menghadirkan suatu rangkaian peristiwa.
Sebuah karya sastra yang dilayarputihkan akan menimbulkan persamaan dan perbedaan cerita. Novel dan film Di Bawah Lindungan Kabah memiliki persamaan episode cerita, yaitu sebagai berikut. Persamaan yang terdapat antara lain adalah sebagai berikut.Â
Pertama terletak pada episode Hamid melanjutkan sekolah ke Padang Panjang. Persamaan kedua terletak pada episode Hamid gugup saat bertemu Zainab. Persamaan ketiga terletak pada episode Hamid menyukai Zainab. Persamaan keempat terletak pada episode kematian Engku Ja'far. Persamaan kelima terletak pada episode Ibu Hamid sakit. Persamaan keenam terletak pada episode kematian Ibu Hamid. Persamaan ketujuh terletak pada episode Mak Asiah meminta Hamid untuk datang ke rumahnya. Persamaan kedelapan terletak pada episode Mak Asiah meminta Hamid untuk membujuk Zainab agar mau dijodohkan. Persamaan kesembilan terletak pada episode Hamid dan Zanab membicarakan perihal perjodohan Zainab. Persamaan kesepuluh terletak pada episode Hamid pergi dari kampung. Persamaan kesebelas terletak pada episode batalnya perjodohan Zainab dengan Arifin. Persamaan keduabelas terdapat pada episode Hamid sakit dalam saat melakukan ibadahnya. Persamaan ketigabelas terdapat pada episode Zainab meningal dunia. Persamaan keempatbelas terdapat pada episode Hamid meninggal dunia.
Di dalam novel dan film Di Bawah Lindungan Kabah juga memiliki perbedaan, yaitu sebagai berikut. Mengawali cerita, di dalam novel dikisahkan tentang surat yang dikirimkan oleh Saleh dari Mesir kepada sahabatnya di Indonesia sewaktu mereka beribadah di Mekah dulu.
Sedangkan di dalam film, di awal cerita digambarkan pada tahun 1922 Hamid sedang berada di kereta api dan tengah memandangi foto Zainab sembari mengingat masa tiga tahun yang lalu.
Perbedaan selanjutnya ialah kisah cinta antara Hamid dan Zainab. Di dalam novel digambarkan bahwa kisah cinta Hamid dan Zainab adalah cinta terpendam. Berbeda halnya dengan yang terdapat di dalam film, meskipun Hamid tidak menyatakan cintanya secara langsung kepada Zainab, tetapi lewat perilakunya kepada Zainab, tampak sekali bahwa Hamid mencintai Zainab.
Di dalam novel, kepandaian Hamid dalam keagamaan digambarkan saat akan melanjutkan sekolah agamanya ke Thawalib. Sementara di dalam film diperlihatkan kepintaran Hamid dalam hal agama melalui dua hal yaitu yang pertama dari tiga orang murid yang dinyatakan lulus dari Thawalib, Hamid termasuk salah seorang di antaranya dan yang kedua ketika Hamid mengikuti perlombaan debat pidato di surau melawan kelompok Ghozali yang pintar berpidato. Di dalam film juga diceritakan bahwa setelah tamat dari Padang Panjang, Hamid menyampaikan keinginannya untuk mengajar kepada Engku Ja'far. Sementara di dalam novel tidak diceritakan bahwa sekolah Hamid di Padang Panjang telah selesai atau tidak.
Perbedaan selanjutnya terdapat pada penyebab Hamid meninggalkan kampungnya. Di dalam novel diceritakan bahwa Hamid meninggalkan kampung karena kehendaknya sendiri untuk melenyapkan segala hal yang telah membuatnya bersedih hati. Tetapi di dalam film Hamid meninggalkan kampung karena mendapat hukuman dari para tetua atas perbuatannya yang telah berani menyentuh dan memberikan nafas buatan kepada Zainab. Di dalam novel kesan keagamaan yang religius benar-benar dijaga oleh pengarang, tetapi di dalam film diperlihatkan adegan pemberian nafas buatan oleh Hamid kepada Zainab. Hal itu tidak terdapat di dalam novel, tetapi sutradara menyajikan adegan itu, hingga membuat kesan religius film menjadi berkurang.
Di dalam novel diceritakan bahwa Saleh dan Rosna telah menjadi pasangan suami istri sebelum keberangkatan Saleh ke Mekah. Keberangkatan Saleh ke Mekah pun bukan hanya untuk sekedar pergi menunaikan ibadah haji, setelah selesai menunaikan ibadah haji Saleh diceritakan akan menyambung pelajarannya ke Mesir dan tidak langsung pulang ke Indonesia. Tetapi di dalam film diceritakan bahwa Saleh dan Rosna bukanlah pasangan sumai istri. Di dalam film diceritakan bahwa Saleh akan melamar Rosna setelah kepulangannya dari ibadah haji.
Di akhir cerita novel, pengarang mengakhiri ceritanya melalui perpisahan Saleh dan Sahabatnya di Jedah. Sementara di dalam film sutradara mengakhiri ceritanya dengan mempertemukan kembali Zainab dan  Hamid di depan Kabah.
Ada 61 episode cerita yang terdapat di dalam novel yang tidak ditampilkan di dalam film. Selanjutnya, ada 89 episode cerita yang tidak terdapat di dalam novel, tetapi ditampilkan di dalam film.
Kelebihan sebuah novel adalah setiap cerita dijelaskan dengan sangat terperinci. Penikmat karya sastra (novel) merasa ikut terlibat secara langsung di dalam cerita saat mereka membaca novel, karena setiap perubahan dan perpindahan peristiwa diceritakan dengan sangat jelas. Pembaca pun dapat mengkhayalkan sendiri tokoh yang berperan dalam cerita tersebut. Seperti yang terdapat di dalam novel Di Bawah Lindungan Kabah karya Hamka. Pembaca dapat menikmati setiap perubahan kehidupan Hamid mulai dari dia kecil hingga dia beranjak remaja dan tumbuh dewasa. Di dalam novel juga diceritakan perjuangan Hamid semasa kecil saat menjual gorengan dari kampung ke kampung, pertemuannya dengan keluarga Engku Ja'far dan ia disekolahkan bersama dengan Zainab hingga tumbuhnya rasa cinta Hamid terhadap Zainab serta penyebab Hamid pergi dari kampung dan perjalanan Hamid menuju Mekah.
Kelebihan di dalam film adalah penikmat karya sastra tidak perlu lagi membaca setiap peristiwa karena sudah digambarkan oleh sutradara mulai dari para tokoh hingga ceritanya. Hal tersebut selain merupakan salah satu kelebihan dari menonton film, juga merupakan salah satu dari kekurangan menonton film, karena penonton hanya tinggal menonton saja tanpa bisa berimajinasi. Dan dikarenakan pemutaran film yang harus dibatasi dengan waktu membuat film tidak terlalu bisa menceritakan secara terperinci setiap peristiwa. Seperti yang terdapat di dalam film Di Bawah Lindungan Kabah karya sutradara Hanny R. Saputra. Di dalam film tidak diceritakan bagaimana perjuangan hidup Hamid semasa kecil dan bagaimana pertemuan Hamid dengan keluarga Engku Ja'far. Film Di Bawah Lindungan Kabah karya sutradara Hanny R. Saputra hanya menonjolkan kisah percintaan Hamid dengan Zainab yang terjadi secara diam-diam dan sutradara membumbuinya dengan perpisahan Zainab dan Hamid yang terjadi karena pengusiran akibat Hamid yang telah berani memberikan nafas buatan setelah Zainab tercebur ke dalam sungai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H