Mohon tunggu...
Seprianda Afriko
Seprianda Afriko Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Andalas

Fakultas Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbandingan Cerita Novel dengan Film "Di Bawah Lindungan Kabah"

22 Desember 2022   11:06 Diperbarui: 22 Desember 2022   11:12 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring dengan berkembangnya media penyampaian suatu cerita, sejak tahun 70-an, film mulai banyak mengambil inspirasi (inspired by) atau (adapted from) karya-karya sastra yang telah ada sebelumnya. Proses pemindahan sebuah karya sastra (novel) ke dalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. Pengadaptasian dari novel ke dalam film (ekranisasi) biasanya dikarenakan novel tersebut sudah terkenal sehingga masyarakat pada umumnya sudah tidak asing lagi terhadap cerita tersebut yang pada akhirnya mendukung aspek komersial.

Di dalam ekranisasi, pengubahan wahana dari karya sastra ke wahana film, berpengaruh pula pada berubahnya hasil yang bermediumkan bahasa atau kata-kata, ke dalam film yang bermediumkan gambar audio visual. Jika di dalam novel ilustrasi dan penggambaran atau pelukisan dilakukan dengan menggunakan media bahasa atau kata-kata, dalam film semua itu diwujudkan melalui gambar-gambar bergerak atau audio visual yang menghadirkan suatu rangkaian peristiwa.

Sebuah karya sastra yang dilayarputihkan akan menimbulkan persamaan dan perbedaan cerita. Novel dan film Di Bawah Lindungan Kabah memiliki persamaan episode cerita, yaitu sebagai berikut. Persamaan yang terdapat antara lain adalah sebagai berikut. 

Pertama terletak pada episode Hamid melanjutkan sekolah ke Padang Panjang. Persamaan kedua terletak pada episode Hamid gugup saat bertemu Zainab. Persamaan ketiga terletak pada episode Hamid menyukai Zainab. Persamaan keempat terletak pada episode kematian Engku Ja'far. Persamaan kelima terletak pada episode Ibu Hamid sakit. Persamaan keenam terletak pada episode kematian Ibu Hamid. Persamaan ketujuh terletak pada episode Mak Asiah meminta Hamid untuk datang ke rumahnya. Persamaan kedelapan terletak pada episode Mak Asiah meminta Hamid untuk membujuk Zainab agar mau dijodohkan. Persamaan kesembilan terletak pada episode Hamid dan Zanab membicarakan perihal perjodohan Zainab. Persamaan kesepuluh terletak pada episode Hamid pergi dari kampung. Persamaan kesebelas terletak pada episode batalnya perjodohan Zainab dengan Arifin. Persamaan keduabelas terdapat pada episode Hamid sakit dalam saat melakukan ibadahnya. Persamaan ketigabelas terdapat pada episode Zainab meningal dunia. Persamaan keempatbelas terdapat pada episode Hamid meninggal dunia.

Di dalam novel dan film Di Bawah Lindungan Kabah juga memiliki perbedaan, yaitu sebagai berikut. Mengawali cerita, di dalam novel dikisahkan tentang surat yang dikirimkan oleh Saleh dari Mesir kepada sahabatnya di Indonesia sewaktu mereka beribadah di Mekah dulu.

Sedangkan di dalam film, di awal cerita digambarkan pada tahun 1922 Hamid sedang berada di kereta api dan tengah memandangi foto Zainab sembari mengingat masa tiga tahun yang lalu.

Perbedaan selanjutnya ialah kisah cinta antara Hamid dan Zainab. Di dalam novel digambarkan bahwa kisah cinta Hamid dan Zainab adalah cinta terpendam. Berbeda halnya dengan yang terdapat di dalam film, meskipun Hamid tidak menyatakan cintanya secara langsung kepada Zainab, tetapi lewat perilakunya kepada Zainab, tampak sekali bahwa Hamid mencintai Zainab.

Di dalam novel, kepandaian Hamid dalam keagamaan digambarkan saat akan melanjutkan sekolah agamanya ke Thawalib. Sementara di dalam film diperlihatkan kepintaran Hamid dalam hal agama melalui dua hal yaitu yang pertama dari tiga orang murid yang dinyatakan lulus dari Thawalib, Hamid termasuk salah seorang di antaranya dan yang kedua ketika Hamid mengikuti perlombaan debat pidato di surau melawan kelompok Ghozali yang pintar berpidato. Di dalam film juga diceritakan bahwa setelah tamat dari Padang Panjang, Hamid menyampaikan keinginannya untuk mengajar kepada Engku Ja'far. Sementara di dalam novel tidak diceritakan bahwa sekolah Hamid di Padang Panjang telah selesai atau tidak.

Perbedaan selanjutnya terdapat pada penyebab Hamid meninggalkan kampungnya. Di dalam novel diceritakan bahwa Hamid meninggalkan kampung karena kehendaknya sendiri untuk melenyapkan segala hal yang telah membuatnya bersedih hati. Tetapi di dalam film Hamid meninggalkan kampung karena mendapat hukuman dari para tetua atas perbuatannya yang telah berani menyentuh dan memberikan nafas buatan kepada Zainab. Di dalam novel kesan keagamaan yang religius benar-benar dijaga oleh pengarang, tetapi di dalam film diperlihatkan adegan pemberian nafas buatan oleh Hamid kepada Zainab. Hal itu tidak terdapat di dalam novel, tetapi sutradara menyajikan adegan itu, hingga membuat kesan religius film menjadi berkurang.

Di dalam novel diceritakan bahwa Saleh dan Rosna telah menjadi pasangan suami istri sebelum keberangkatan Saleh ke Mekah. Keberangkatan Saleh ke Mekah pun bukan hanya untuk sekedar pergi menunaikan ibadah haji, setelah selesai menunaikan ibadah haji Saleh diceritakan akan menyambung pelajarannya ke Mesir dan tidak langsung pulang ke Indonesia. Tetapi di dalam film diceritakan bahwa Saleh dan Rosna bukanlah pasangan sumai istri. Di dalam film diceritakan bahwa Saleh akan melamar Rosna setelah kepulangannya dari ibadah haji.

Di akhir cerita novel, pengarang mengakhiri ceritanya melalui perpisahan Saleh dan Sahabatnya di Jedah. Sementara di dalam film sutradara mengakhiri ceritanya dengan mempertemukan kembali Zainab dan  Hamid di depan Kabah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun