Jelang minggu minggu terakhir bulan suci Ramadhan pasti kamu menerima banyak ajakan berbuka puasa bersama, ya kan?
Bukber dengan teman SMA, Kuliah, Genk cantik, Organisasi, teman sehobby, Kantor, atau apa aja yang penting judulnya bukber. Carut marutnya lalu lintas di Jakarta karena THR yang sudah cair ditambah gempuran Sale d imall- mall penjuru jakarta ditambah hujan yang kadang turun di sore hari, nampaknya tidak menyurutkan semangat warga Jakarta yang memang punya agenda bukber belakangan ini.
Kalau pertanyaannya diganti, buka puasa dimana yang paling berkesan buat kamu?, aku punya jawaban yang mungkin berbeda sama kamu.
Jumat kemarin, saat warga Jakarta di sore hari sepertinya tumpah ruah ke jalan raya, plus Jakmania yang aksinya mewarnai pemberitaan situs berita, saya juga berencana untuk datang ke bukber yang diadakan oleh Sunco #BukberSunco, iya minyak goreng kesayangan itu lho. Bukan karena kesayangan aja tapi karena aku kangen sama teman teman yang ada di acara itu plus jeung @blanthik_ayu yang mengundang yang selalu punya sejuta cerita yang kadang engga ada hubungannya dengan minyak goreng.
Yang menarik adalah cerita perjalannya menuju kesana. Acara diadakan di kawasan jalan Pakubuwono, sebuah resto yang makanannya memang endess. Dengan penuh kesadaran akan menghadapi kemacetan yang menggila akupun memulai perjalanan sore itu. Dari kawasan Depok disetiri suami, karena saya juga harus sekalian kirim barang via gojek, alhasil sayapun ikutan bergojek karena sejak kawasan lenteng agung macetnya menggila.
Jadilah saya bergojek ria dengan Pak Wahyudi sebagai pengendara, yang awalnya saya ngga yakin dia bisa gercep alias gerak cepat, karena saat pertama ketemu saya dia udah kesulitan mengklik aplikasinya untuk konfirmasi ambil penumpang, ya handphone buatan China nya error kak!
Duh mana udah buru buru, pikirku. Akhirnya setelah beberapa kali dicoba, bisa juga.. Dan diapun mengingatkan saya buat pake penutup kepala yang tadinya saya malas pakai karena dia bilang : Dipake aja mbak tutup kepalanya, helmnya sudah dari tadi pagi pake dipake.. Oke deh, daripada rambut saya yang nantinya bakal mirip model helm karena lumayan jauh perjalanan bakal dapat bonus wangi apek helm yang sudah mengembara sejak pagi, akika setuju pake penutup rambutnya!.
Sepertinya baru kali itu saya bermotor di Jakarta yang lalu lintasnya super duper padat. Motorpun kehabisan ruang gerak, dan jarak tempuhpun sama saja dengan naik mobil rasanya. Langit mendung membuat udara engga terlalu menyiksa walau dalam hati deg degan jangan sampai hujan turun sebelum sampai tujuan. Pak Wahyudi tetap sabar dan memegang aturan haram berkendara di trotoar. Dan engga disangka, diapun ternyata hafal jalan jalan potong di Jakarta. Sampai di kawasan Hang Lekiu, yang ditakutkan pun kejadian. Hujan turun dengan derasnya memaksa kami buat berteduh di sebuah pos satpam salah satu rumah mewah disana. Di pos sudah ada seorang laki laki berteduh, nampaknya pengendara ojeg juga. Dugaan saya benar karena dia bercerita sudah belasan tahun mengembara di Jakarta dengan kendaraan roda duanya.
Di depan pos ada bangku kayu, panjangnya sekitar satu meter. Tidak lama satu wanita datang berteduh bersama gojeknya, dan satu lagi datang yang ternyata tujuannya sama dengan aku. Lokasi bukber sebenarnya sudah dekat, tapi hujan yang derasnya ampun ampunan itu memaksa kami berteduh. Bonus angin kencang pun membuat kami tetap kebasahan walau sudah berteduh. Pengendara gojek kedua, Â berinisiatif memanggil taksi untuk penumpangnya karena dia bilang hujan kayak gini bakalan lama, kasian Mbaknya, biarlah katanya dia tidak usah dibayar karena gagal mengantar sampai tujuan. Taksi datang, Mbak kedua yang kalem itu pun berlalu.
Adzan maghribpun berkumandang, Mbak ketiga yang tujuanya sama dengan saya mulai menggigit takjilnya sambil mencoba memesan uber. Pak Wahyudi bertanya apa saya perlu jaket karena hujannya mulai membuat rambutku yang sudah mirip Dora the Explorer pun lepek macam tercebur selokan, aku bilang tidak usah. Akupun bertanya apa Pak Wahyudi puasa, dia bilang sudah bawa air minum untuk berbuka. Akhirnya aku bersepakat naik uber berdua dengan Mbak yang juga mau kelokasi sama. Ubernya dapat, tapi karena lokasi yang macet, jarak 5 menit untuk menjemput kami jadi molor. Sang pengendara Uberpun bingung akan lokasi penjemputan karena hanya tertulis pos satpam jalan Hang Lekiu 1 :)). Bapak Ojek yang sudah pertama kali ada di pos ini pun berbaik hati menjelaskan detil lokasi kami via handphone saya. Akhirnya datang juga sang Uber, Pak Wahyudi dengan sigap memakaikan helm ke kepalaku maksudnya supaya engga kehujanan, dia sempat menolak tips lebih yang aku berikan karena katanya dia tidak sampai lokasi mengantarnya.
Duh, aku jadi merasa bersalah di awal tadi meragukan dia ya.. Bahkan waktu Bapak Ojek pertama bilang kalau Pak Wahyudi harus dapat rating bintang lima, Pak Wahyudi cuma tersenyum dan bilang dia tidak berani minta, terserah penumpang saja.
Tidak pernah terbayang berbuka puasa bersama para pengojek di tempat sempit dan harum selokan plus badan basah kuyup karena hujan yang lebatnya engga kira kira.
Pengojek yang mungkin seringkali dianggap sebelah mata oleh banyak orang (salah satunya aku sebelumnya) tapi mereka adalah para pencari nafkah halal buat keluarga. Rasanya ini bukan berbuka puasa paling enak buatku tapi paling indah. Setelah ini aku masih bisa melanjutkan acara makan enak dan nyaman, sementara mereka masih harus menembus macet Jakarta dengan sisa air hujan yang menempel dibadan.
Kalau kamu, berbuka paling indah dimana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H