Model Pendidikan Menurut Aristoteles
Menurut Aristoteles, agar orang dapat hidup maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberikan bimbingan pada perasaan-perasaan yang lebih tinggi yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan-dukungan yang lebih tinggi agar diarahkan secara benar. Aristoteles mengemukakan bahwa pendidikan yang baik itu mempunyai tujuan untuk kebahagiaan (Barnadib; 1994, 72). Manusia pada hakikatnya selalu mencari sesuatu yang baik bagi dirinya. Meski demikian, bagi Aristoteles, ada satu tujuan yang tertinggi dan yang terakhir dalam pencarian manusia. Tujuan itu dikejar demi dirinya sendiri, bukan demi suatu tujuan yang lain lagi. Semua tujuan-bawahan terarah kepada tujuan yang terakhir itu dan tujuan yang terakhir itu adalah kebahagiaan, eudaimonia.
Oleh karena itu, menurut Aristoteles, pendidikan yang baik sebaiknya diberikan kepada semua anak. Pendidikan sebagai proses pembentukan karakter yang melibatkan semua anak sebagai warga negara. Dengan memberikan pendidikan, negara tidak hanya membangun generasi yang cerdas secara intelektual tetapi juga bermoral dan beretika. Bagi Aristoteles, pendidikan yang baik akan mempersiapkan individu untuk menjalani kehidupan yang baik dan bermakna serta mencapai yang merupakan tujuan tertinggi dalam hidup manusia.
Dalam hubungan dengan apa yang harus dipelajari, filsuf ini memiliki tawarannya sendiri dan menurutnya pendidikan itu memang harus bertahap dan sesuai dengan kemampuan masing-masing individu. Putra-putri, semua warga negara, sebaiknya diajar sesuai kemampuan mereka. Pada tahun-tahun pertama, ia menekankan pentingnya kesehatan fisik dengan pelbagai latihan olahraga dan meluhurkan budi dengan literatur, kesenian dan musik (Lanur; 2022, 34). Dengan memberikan penekanan pada kesehatan fisik melalui olahraga, individu tidak hanya akan memiliki tubuh yang sehat tetapi juga mental yang kuat. Kesehatan fisik dianggap sebagai fondasi yang penting untuk mencapai kebajikan dan kebahagiaan.Â
Artinya, sampai berusia lima tahun, tidak ada perangkat  pelajaran-pelajaran  untuk  anak-anak, tetapi  mereka  tetap  berlatih  dalam  permainan-permainan  yang  membawa  Kesehatan. Olahraga dalam konteks pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk mengajarkan disiplin, kerja sama, dan ketahanan. Aristoteles beranggapan bahwa latihan fisik dapat membantu membangun karakter yang baik dan mempersiapkan individu untuk menghadapi tantangan hidup dan berkontribusi pada pengembangan kebiasaan positif yang akan terbawa hingga dewasa.
Kemudian ketika seorang anak telah mencapai usia tujuh tahun,  mereka  mulai  diberi  pelajaran  yang  berguna  untuk  masa depan;  pada  waktu  ini  mereka  tidak  boleh  bergaul  dengan  para budak  dan  pelayan (konteks Yunani kuno). Sebab, anak-anak itu tidak dapat tidak meniru kebiasaan-kebiasaan dan perilaku tidak baik para budak dan pelayan itu; selain itu para "guru" juga harus menjaga agar anak-anak tidak melihat  dan  mendengar  hal-hal  yang  tidak  baik dan  tidak  pantas;  para  guru  itu  juga harus menyeleksi cerita-cerita yang boleh didengar oleh anak-anak tersebut.Â
Pelajaran seorang pemuda mencakup membaca-menulis, olahraga, musik dan melukis (Lanur; 2022, 34). Aristoteles menerangkan bahwa kemampuan membaca dan menulis adalah dasar penting dalam pendidikan. Dengan membaca dan menulis seorang individu dibantu untuk mengakses pengetahuan dan memproses informasi secara efektif. Dengan membaca dan menulis memungkinkan individu berkomunikasi secara efektif dan dapat memperluas wawasan dan memahami berbagai ide serta konsep yang ada di masyarakat.
Aristoteles menekankan pentingnya musik dan melukis dalam pendidikan. Melalui musik dan melukis, individu diajarkan untuk menghargai keindahan dan nilai-nilai estetika, yang berkontribusi pada pengembangan rasa moral dan etika. Musik merupakan sarana utama untuk memanfaatkan waktu luang untuk mewujudkan kesenangan dan membangun keselarasan jiwa (Barnadib; 1994, 28). Musik dapat memperkaya pengalaman estetika individu dan berperan dalam pengembangan rasa moral dan etika. Demikian pun dengan seni visual seperti menggambar dianggap penting karena aktivitas ini membantu individu mengembangkan kreativitas dan memahami nilai-nilai estetik.
Dengan mengintegrasikan olahraga, kemampuan membaca dan menulis serta seni dalam pendidikan, Aristoteles mengusulkan pendekatan yang seimbang dalam pengembangan individu. Pendidikan tidak hanya terfokus pada akademis tetapi juga pada pembentukan karakter yang utuh. Hal ini penting untuk menciptakan warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Ini sejalan dengan pandangan Aristoteles bahwa kebajikan moral adalah hasil dari pembiasaan dan pendidikan yang baik. Pendidikan yang baik ini mungkin dilakukan dan niscaya pada  sistem dan model tertentu.Â
 Aristoteles percaya bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dan observasi. Ia menekankan pentingnya proses pengumpulan fakta dan penelitian sebagai dasar dari pembelajaran. Argumennya ini secara tidak langsung menjadi pedoman metode ilmiah modern. Dengan pendekatan ini, siswa diajak untuk memahami konsep-konsep melalui pengalaman langsung daripada sekadar menerima informasi secara pasif.  Aristoteles tidak hanya berargumen melainkan juga menerapkannya. Selain menjadi pengajar, ia juga menjadi peneliti dan penyelidik yang giat. Aristoteles diketahui melakukan banyak observasi dan eksperimen pada hewan dan tumbuhan. Dari observasi dan penelitiannya ini, Aristoteles menyumbangkan banyak pengetahuan baru ke dalam ilmu alam (Irawan; 2023, 3).Â
Aristoteles pun menegaskan bahwa disiplin merupakan hal yang esensial dalam mengajarkan para pemuda untuk mematuhi perintah-perintah dan mengendalikan gerakan hati mereka. Sebagaimana ditekankan Aristoteles, pendidikan memiliki tujuan moral yang penting, bahwa pendidikan harus membentuk individu yang beretika dan berakhlak baik. Pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mengajarkan keterampilan atau pengetahuan, tetapi juga untuk membangun karakter moral yang kuat. Pembentukan kebiasaan baik sejak dini adalah aspek penting dalam pendidikan. Jelas bagi Aristoteles, tujuan akhir dari pendidikan adalah mencapai kebahagiaan (eudaimonia), pendidikan yang baik harus mempersiapkan individu untuk hidup dengan baik, yang mencakup pengembangan intelektual dan moral. Terkait hal inilah Ia sungguh menekankan bahwa disiplin merupakan elemen esensial dalam mendidik generasi muda agar mereka dapat mengendalikan nafsu dan emosi mereka.Â