Pengantar
Tulisan ini merupakan salah satu kajian filosofis tentang manusia dalam pemikiran Heidegger, khususnya terkait kesempurnaan dan kematian yang biasa dipikirkan juga oleh banyak orang. Oleh karena itu, pertama-tama harus dipahami terlebih dahulu bahwa Hedidegger lazim menyebut manusia sebagai dasein. Penjelasan tentang dasein akan dianalisis sendiri tidak dimasukan pada tulisan ini. Akan tetapi tulisan ini akan memaparkan secara sederhana pemikiran Heidegger tentang kematian sebagai sesuatu pendekatan eksistensial fenomenologis, bukan kematian sebagai kenyataan biologis belaka.
Dalam pemikiran Martin Heidegger, kesempurnaan dan kematian merupakan konsep yang saling terkait dalam pemahaman eksistensi manusia. Heidegger, dalam karyanya "Being and Time," menekankan pentingnya memahami "being" (ada) dan cara manusia berada di dunia. Menurut Heidegger ciri yang paling primordial dari dasein adalah bahwa ia selalu hidup dalam berbagai macam kemungkinan possibility. Tidak memilih sekalipun, tidak membuat Dasein hilang dari kemungkinan-kemungkinannya tetapi hanya merupakan cara mandiri untuk menuju kemungkinan-kemungkinan yang ada (Heidegger; 1996) Dengan berbagai hamparan kemungkinan ini manusia tidak akan pernah sampai pada kemungkinan akhirnya, keutuhanya. Oleh karena itu kehidupan manusia di dalam dunia merupakan sesuatu yang temporer.
Akan tetapi menurut Heidegger kematian adalah fakta definitif sebagai kemungkinan akhir dari kemungkinan lain yang mungkin manusia miliki (Dahlstrom; 2013). Lantas apakah pada saat kematian manusia sudah mencapai keutuhan atau akhir dari titik hamparan kemungkinannya? Heidegger berusaha memahami kesempurnaan dan kematian melalui dasar-dasar primordial yang sudah tertanam dalam diri kita sembari menafsirkan dalam proses manusia memahami kenampakan 'Ada' di dunia. Sementara itu, membiarkan menafsir dan memahami merupakan tindakan primordial menampakkan diri, serta memahami tidak lain daripada cara dasein bereksistensi (F. Budi Hardiman).
Memahami: Keberterakhiran - Kepenuhan - Kesempurnaan
Dalam dunia possibilitas ini terlalu banyak kemungkinan yang akan terjadi dan dasein tidak akan bisa menjadi kesempurnaanya. Dalam dunia ini, dasein selalu kekurangan akan sesuatu, hal yang bisa menyelesaikan ini hanyalah kematian. Akan tetapi dalam kematian, manusia sudah mencapai kemungkinan yang paling final dan tidak dapat dihindari. Berbagai macam kekurangan yang akan ia dapat akan selesai dan disempurnakan dalam kematian. Manusia yang selalu kurang dan mengandaikan kepenuhan tidak diartikan seperti bensin yang harus diisi dari titik kosong sampai full.
Suatu proses manusia untuk mencapai kesempurnaannya tidak bisa ditambahkan oleh hal-hal eksternal lain tetapi manusia itu harus memahami diri personalnya sendiri menuju suatu akhir atau kepenuhan. dasein yang menuju "keakhiran dan kepenuhanya" selalu mengandung "kebelumakhirannya dan kebelumpenuhan itu sendiri." Dalam kematian manusia menyelesaikan proses menuju perjalananya. Apabila dasein menjumpai kematian, hal itu tidak mengartikan dasein itu binasa begitu saja. Posisi Heidegger ingin melampaui kematian hanya sebagai stopped, finished, dan fulfilment saja. Bagi Heidegger, dasein terlempar di dunia untuk menuju kematian. Dalam pemahaman ini, memang kematian merupakan proses kesempurnaan manusia. Meski demikian, bagi Heidegger kematian adalah begitu manusia lahir, dia sudah cukup tua untuk segera mati (Heidegger; 1996)
Kematian dan Kesempurnaan
Kematian bagi Heidegger bukan sekadar akhir kehidupan, tetapi merupakan aspek fundamental dari eksistensi manusia. Ia menyatakan bahwa kesadaran akan kematian mengarahkan individu untuk merenungkan makna hidupnya. Kematian memberikan perspektif, mendorong orang untuk hidup dengan autentik dan menyadari keterbatasan mereka. Dengan menerima fakta bahwa kita akan mati, kita bisa lebih menghargai waktu dan membuat pilihan yang lebih berarti. Sementara itu, kesempurnaan dalam konteks Heidegger tidak selalu berarti mencapai suatu tujuan ideal. Lebih tepatnya, ia mengacu pada bagaimana individu hidup dengan kesadaran akan keterbatasan mereka. Dalam pandangan ini, kesempurnaan dapat dilihat sebagai proses pencarian makna dan otentisitas dalam hidup, alih-alih mencapai kondisi tanpa cela.
Keduanya saling berkaitan: pemahaman tentang kematian mendorong individu untuk mencari kesempurnaan dalam hidup mereka, dan kesempurnaan itu sendiri dihasilkan dari keautentikan dalam menghadapi kematian. Dengan demikian, Heidegger mendorong kita untuk mengakui dan menerima kematian sebagai bagian integral dari eksistensi, yang pada gilirannya memotivasi pencarian makna yang lebih dalam dalam hidup. Dengan demikan bagi Heidegger, kesempurnaan dan kematian adalah elemen-elemen yang membentuk cara kita memahami hidup kita dan mencari makna di dalamnya.
Sumber