Mohon tunggu...
Cepik Jandung
Cepik Jandung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar Kajian Budaya

Lulusan Filsafat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengguncang Generasi Tercecer dan Galau: Analisis Filosofis Nietzschean terkait Konsep Kehendak Kuasa terhadap Generasi Z

22 Juli 2024   16:50 Diperbarui: 22 Juli 2024   16:51 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Harus diakui bahwa dalam beberapa dekade terakhir, Nietzsche dan pemikirannya sangat digemari sehingga banyak karyanya yang menjadi bahan referensi bagi para pemikir baru. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan pandangan umum sebelumnya yang kurang positif. Mengenai kenyataan akan begitu antusias dan menariknya kebangkitan Nietzsche tentu saja tidak terlepas dari relevansi pemikiran dan dugaannya. 

Generasi generasi Z menjadi manusia yang tercecer dan  galau. Tidak bisa dipungkiri, tuntutan pekerjaan, tuntutan relasi, masalah sosial, kurang tanggap mengikuti kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan,  serta gesitnya pergeseran budaya dan politik membuat generasi Z galau dan tercecer. Kegalauan dan kececeran juga muncul karena begitu larut dalam dinamika kehidupan yang ada. Kemajuan teknologi informasi yang menjadikan segalanya mudah dan cepat membuat terlena dan abai. Tidak bisa dielak tentunya, kegalauan secara mencolok muncul karena hidup begitu 'gampang' (teknologi adalah segalanya) dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Manusia mengabaikan identitas dan makna dirinya sebagai pribadi, apalagi yang harus dipikirkan, pasrah saja dengan keadaan yang ada. 

'Selalu ada cara baru untuk memahami dan menghadapi Realitas'. Diktum ini menjadi sebuah penyala semangat dan pendobrak rasa takut dan pesimis dalam menghadapi realitas yang kurang diinginkan bahkan seakan-akan tidak tertahankan sulitnya. Pemikiran yang diinspirasi oleh Nietzsche ini semakin penting dimiliki generasi yang disebut 'Generasi Z'. 

Realitas Generasi Z yang Telah Diwaspadai Nietzsche

Tersirat dan tersurat sebuah fakta menarik terkait generasi Z dalam pemikiran Nietzsche, terpampang suatu kondisi yang sejatinya telah diantisipasi oleh Nietzsche pada masanya. Kegalauan dan kececeran muncul karena begitu larut dalam dinamika kehidupan yang ada. Dalam konteks realitas kontemporer, kemajuan teknologi informasi yang menjadikan segalanya mudah dan cepat membuat terlena dan abai. Tidak bisa dielak tentunya, kegalauan secara mencolok muncul karena hidup begitu 'gampang' (teknologi adalah segalanya) dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Manusia mengabaikan identitas dan makna dirinya sebagai pribadi, apalagi yang harus dipikirkan, pasrah saja dengan keadaan yang ada. 

Realitas digital menstimulasi realitas kesadaran bahwa segala sesuatunya harus dibantu, entah oleh orang lain dan paling dominan oleh teknologi ciptaan manusia itu sendiri. Lantas semua realitas ini menimbulkan sebuah perasaan kekosongan. Teknologi seolah-olah menjadi para dewa dan penerus generasi melekat pada nuansa konsumerisme. Subyek-subyek independen lengah sehingga tidak adanya sikap tanggung jawab. Lemahnya responsif diri dan rasa tanggung jawab sebagai person karena semua nilai dianggap relatif. Eksesnya jelas, generasi Z justru lebih percaya pada media-media ciptaannya dibandingkan dirinya sendiri, apalagi teman, tetangga, orang serumah atau manusia lain. Realitas seperti ini tentunya bukan berarti harus dinilai sebagai hal baik atau buruk, hanya saja melampaui semua itu, manusia kehilangan identitasnya sebagai manusia, dan mirisnya manusia menciptakan idola fixed nya sendiri, lantas setelah itu fanatik dengan idolanya sendiri saja.

Kebenaranku adalah kehendakku, demikianlah sangkalan magis individu tercecer dan galau. Mereka memiliki versi kebenarannya masing-masing tanpa memerhatikan objektivitas nilai kebenaran yang dianutnya. Apa yang dipandang baik secara subjektif menjadi kebenaran umum dan dianggap objektif. Realitas yang tampak tidak perlu dipertanyakan lagi kesejatiannya. Apa yang tampak memang demikianlah yang seharusnya meski setiap pribadi melihat realitas yang berbeda serta meyakini kebenaran realitas yang berbeda.

Kebenaran dan Realitas dalam Pandangan Nietzsche

Pembacaan Joulli atas teks-teks Nietzsche sekiranya membantu pemahaman pembaca tentang kompleksitas kondisi realitas saat ini dan sikap seperti apa yang bisa diambil secara berdaya guna. Joulli menawarkan sebuah pembacaan yang berbeda, melihat teks-teks Nietzsche yang baginya menunjukkan kontradiksi (Jean-Etienne Joulli, 2013: 3). Tentu saja pembacaan Joulli memberikan tawaran membaca Nietzsche dengan perspektif yang berbeda ini sangat dibutuhkan. Penjelasan Joulli berkaitan dengan kontradiksi yang ia temukan dalam teks-teks Nietzsche dan pemaknaan yang ia berikan setelahnya menegaskan bahwa selalu ada hal baru untuk seorang yang berani mencari dan melampaui kemapanan. Bahkan dalam nuansa kritik destruktif, seseorang dapat menemukan bahwa ada sebuah cara baru dalam mencerna dan memahami realitas. Joulli dalam hal ini konsisten dan mengasumsikan bahwa posisi kontradiktif Nietzsche pada dasarnya menegaskan bahwa Nietzsche tidak ingin memutlakkan sesuatu.

Menarik kemudian penegasan Joulli berikutnya bahwa seseorang harus selalu siap untuk mengakui bahwa mencapai finalitas dalam studi Nietzsche bisa menjadi tanda pemahaman yang tidak lengkap. Bagi penulis, membaca Nietzsche sangat menarik, para pembaca diminta untuk mempertanyakan kembali segala pengandaiannya, persis karena apa yang diklaim sebagai paling dikenal, dianggap paling benar untuk diri dan kelompok, ternyata justru paling tidak dikenal dan paling ambigu. Meski demikian, sekali lagi mesti dipertimbangkan, selalu ada cara baru untuk memahami dan menghadapi Realitas. Dalam hal ini, pemaknaan atas teks-teks Nietzsche, dalam bidang filsafat akademis atau pun untuk kehidupan seorang manusia mendapat tempatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun