Rasionalisasi sekularisasi dalam pemikiran Nurcholish pada dasarnya lebih dekat dengan muatan aplikatif untuk hidup dalam budaya inklusif. Â Dalam hal ini, Nurcholis Madjid menggunakan kata sekularisasi lebih pada muatan sosiologis. Artinya, sekularisasi sebagai suatu bentuk proses sosiologis (5). Pengertian sekularisasi pada muatan ini lebih banyak mengisyaratkan kepada pengertian pembebasan masyarakat dari belenggu takhayul dalam beberapa aspek kehidupannya.
Nurcholish menekankan arti sekularisasi yang menunjukkan kenyataan bahwa kita sedang mengalami proses. Proses ini bagaimanapun membawa serta ilmu pengetahuan di dalamnya karena suatu perkembangan tidak ada tanpa ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sekularisasi tidak mengubah kaum Muslim sebagai sekuris. Jelas sekularisasi bagi Nurcholis Madjid adalah usaha untuk membebaskan. Dalam hal ini, orang bebas dari belenggu keirasionalan dalam berpolitik dan dalam melihat realitas yang mencampuradukkan begitu saja yang bersifat rohaniah dengan yang duniawi.Â
Nurcholish Madjid menawarkan sekularisasi yang dimaksudkan untuk membedakan mana yang sungguh islami dan mana yang bukan. Terkait soal praktis, baginya, Islam tidak pernah mengharuskan apalagi menuntut pemeluknya untuk memiliki afiliasi politik yang paten. Bagaimanapun yang sungguh-sungguh membangun kehidupan bersama dan dipandang baik sekiranya didukung bahkan dianggap sebagai tuntutan islami.
Tantangan Pemikiran Sekularisasi Nurcholish Madjid
Salah satu tuduhan ketika pemikiran Nurcholis Madjid tentang sekularisasi muncul adalah bahwa ia sedang melegitimasi orde baru. Realitas saat pemikiran ini muncul memang sedang ada suatu penolakan terhadap suatu sistem besar di negara Indonesia yang berkuasa cukup lama. Salah satu indikasi yang terlihat dari sistem ini adalah pemutlakan kuasa negara dan kurang memperhatikan nilai agama bahkan etis. Jadi dalam memahami Nurcholish Madjid, rival pemikirannya yang berseberangan pada masa itu sangat dipengaruhi oleh sikap tergesa gesa karena ada sosial politik yang traumatik dengan rezim orde baru (6).Â
Orang gagal paham dengan pemikiran Nurcholish Madjid tentang sekularisasi. Sekularisasi dalam konteks taktis, respon Nurcholis Madjid terhadap fenomena "politisasi" agama. Akan tetapi dalam pandangan pengkritiknya istilah sekularisasi sangat progresif sehingga banyak respon yang keras (7). Tidak dapat disangkal memang penyampaian dan mencuatnya istilah sekularisasi menjadi perdebatan yang cukup komprehensif di kalangan para mahasiswa Muslim di kampus dan para pemikir lainya. Orang-orang setidaknya berpandangan bahwa ada kesalahan berpikir tentang makna sekularisasi. Orang bahkan bisa mengatakan bahwa sekularisasi akan lebih cenderung kepada politeisme.
Berkaitan dengan istilah, sejatinya, sekularisasi sudah selalu menunjuk pada sekularisme, sekularisasi sebagai proses menuju sekularisme dan istilah ini pada dasarnya sangat kontroversial (8). Gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid memang tampaknya kontradiksi terutama karena cara meresponsnya yang tidak tepat, asimetris. Ide yang muncul sebaiknya dicermati, bukan langsung dimusuhi. Dapat dipahami juga karena momen penggunaan diksi sekularisasi Nurcholish Madjid memang bertepatan dengan trending topic ideology dunia dan situasi tidak kondusif di Indonesia.
Pemikiran Nurcholish Madjid oleh pengkritiknya disalahpahami sebagai proses westernisasi (9). Pendasaran rasionalisasi sebagai proses sistematis yang terjadi di Barat seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak layak untuk dipakai di Indonesia. Pemikiran Nurcholish Madjid yang memang pada dasarnya rasionalisasi justru lebih dekat dengan muatan aplikatif Piagam Madinah untuk hidup dalam budaya inklusif. Pengkritiknya lupa bahwa rasionalisasi merupakan bagian integral dari manusia dan hal ini bukan hanya berlaku di Barat. Para pengkritiknya tidak secara jeli melihat bahwa pemikiran Nurcholish Madjid tentang sekularisasi sesungguhnya merupakan suatu pembangunan yang membebaskan dengan bersumber pada tradisi Islami juga.
Catatan Kaki
1. Larru Shiner, The Concept of Secularization in Empirical Research, Journal for the Scientific Study of Religion
Vol. 6, No. 2, Wiley, 1967, PDF, 207-220.