Mohon tunggu...
Sepi Indriati
Sepi Indriati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis RSJD Surakarta

Menjadi Psikolog adalah Panggilan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Belajar dari Daun yang Jatuh

27 November 2023   15:28 Diperbarui: 27 November 2023   15:35 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Saya  bingung, gak bisa mikir dan tadi disarankan kesini oleh dokter....

Melalui proses yang cukup panjang dan mengalir, dibarengi dengan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing dari psikolog terjadi proses teraputik. Katarsis atau mengungkapkan perasaan yang bersifat emosional merupakan salah satu proses penyembuhan. Psikolog mengarahkan pasien untuk mengeluarkan sumbatan-sumbatan emosinya. Bersama-sama mencari  dan menemukan sumber kecemasan dan rasa tertekan. Mulai menyadari adanya ketidaksinkronan dalam proses memaknai suatu peristiwa sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman.

Meski sudah dimaafkan namun secara tidak disadari S masih selalu menyalahkan diri sendiri. Mengapa dulu bertindak sebodoh itu, hanya mengejar kesenangan diri sendiri, egois dan merendahkan suami. Ia merasa arogan dan sombong. Penyesalan selalu berada di akhir. Bahkan bila teringat peristiwa masa lalu selalu mengganggu kesehatannya fisik dan mentalnya. Support dari suami tidak cukup membantu menenangkan hatinya. 

Tiada gading yang tak retak.  Tidak ada manusia yang sempurna. Selalu saja ada kesalahan yang diperbuatnya. Akibatnya terkadang kita selalu dihantui oleh rasa bersalah dan merasa tertekan akibat perbuatan yang telah  dilakukan. Kunci utama kesembuhannya sejatinya ada pada diri sendiri. Belajar menerima dan memaafkan diri.  Itu juga yang sudah diucapkan suami berkali-kali.

Merujuk pada kitab suci Al Quran yang menyatakan bahwa tidak ada satu pun di alam ini yang terjadi secara kebetulan, Allah mengatur semua urusan (makhluk-Nya).   Dalam ayat lain dikatakan, " dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Allah mengetahuinya (pula)....".  Jelas bahwa semua kejadian yang menimpa mahluk  terjadi atas ijinNya.  Dan yang terjadi atas ijinNya pastilah yang terbaik untuk mahluk. Tinggal kita bagaimana menerima dan menjalaninya. Kalimat super  tersebut yang diberikan menutup sesi konseling pertama. Untuk bahan perenungan, menuju sesi konseling berikutnya.      

Pada sesi kedua sepekan kemudian  berceritalah S dengan semangat dan penuh syukur. "Alhamdulillah...Terimakasi" itu kata pertama yang terucap. Butuh proses dan waktu untuk bisa sampai pada kondisi seperti ini. beberapa hari sebelumnya kondisi psikologisnya masih sempat "up and down". Padahal Suami sudah memenuhi semua yang diinginkan, mendampingi dan memperbaiki sikap yang selama ini ternyata mengecewakan. Juga selalu mengingatkan untuk memaafkan diri sendiri. Sampai pada suatu saat teringat pada kata "bahkan selembar daun yang jatuhpun terjadi atas ijin Allah" dan memaafkan diri sendiri. Dua kalimat itu yang menjadi kunci pembuka hati dan pikirannya menjadi lebih baik. Dengan sungguh-sungguh S dengan iklas  memohon untuk dapat memaafkan dirinya sendiri. Dan apa yang terjadi...? Ia merasa sangat lega, fikirannya mulai pulih, tumbuh kesadaran baru demikian juga dengan semangatnya. Seperti menjadi manusia baru...mulai menyadari dan bertanya "lantas kemana saya selama ini bu....."  

Mengapa memaafkan diri sendiri sangat penting ?

Memaafkan diri sendiri berarti mengakui kesalahan yang pernah kita lakukan. Menerima kesalahan dimasalalu dan memberi kesempatan diri sendiri belajar dari kesalahan tersebut. Selanjutkan mengijinkan diri memperbaiki dan memulai lembaran baru, menghargai dan mencintai diri apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian emosi negatif yang muncul akibat kesalahan masa lalu menjadi netral dan muncul emosi positif, sehingga berpengaruh lebih luas pada kesejahteraan jasmani dan rohani seseorang. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa sikap memaafkan sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang, bahkan pada sistem kekebalan tubuh. Meskipun terasa berat, memaafkan terasa sangat membahagiakan, membantu orang menikmati hidup dengan sehat dan nyaman. Dan yang utama memaafkan merupakan akhlak terpuji yang sangat banyak manfaatnya untuk kesehatan dan kedamaian dunia.

Jadi...memaafkan...? mengapa tidak...

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun