Setelah konseling mulai terjadi perubahan sikap dan pandangan keduanya. Selanjutnya suasana dalam rumah tangga menjadi semakin membaik dan kondusif. Masing-masing menyadari kesalahan dan berusaha memperbaiki diri, sehingga keutuhan rumah tangga tetap terjaga.
Kasus kedua, seorang ibu lebih 60 tahun diantar putranya berkonsultasi masalah kesehatan mental ibu. Keluhan utama selalu cemas berlebihan, takut keluar rumah dan harus selalu minum obat on time. Bila obat tidak diminum tepat waktu maka gejala sesak nafas pasti muncul, lalu muncul panik.
Hal ini menambah kecemasannya. Bahkan S yang dulu suka pengajian dan mendengarkan pengajian di radio sekarang menghentikan kegiatan tersebut. Beliau merasa takut penyakitnya akan kambuh saat pengajian dan merasa tidak aman.
Ia Juga takut mati sehingga takut mendengar ceramah agama di radio. Ia bercerita panjang lebar tentang apa yang dirasakan, masalahnya dan apa yang diinginkan.
Beliau menuliskan apa yang menjadi ketakutan dan sumber kepanikan, harapan dan hal-hal yang membuatnya merasa tentram dan nyaman. Dilanjutkan dengan pemberian intervensi psikologi dengan media apa yang telah dituliskan tersebut. Dalam proses terlihat adanya perubahan yang signifikan, kearah positif.Â
Di awal sesi konseling Klien minta diingatkan saat waktu minum obat agar tepat waktu. Tidak terasa waktu minum obat sudah terlewat jauh, dan semua dalam kondisi baik-baik saja. Tidak muncul sesak, panik, ataupun kecemasan. Bahkan beliau juga heran dan tidak percaya dengan kejadian ini.
Selanjutnya proses penguatan dan pemberian motivasi. S didorong untuk menata lagi aktifitas sehari-hari, dan mulai lagi dengan aktifitasnya yang dulu. Alhamdulillah, hanya dengan sekali pertemuan S sudah mau ikut pengajian lagi. Info didapat dari teman pengajiannya.
Kasus ketiga, seorang ibu pensiunan guru, suaminya meninggal beberapa tahun yang lalu. Saat ini tinggal dengan adiknya yang masih lajang.
S merasa bingung, banyak pikiran, sulit tidur, dada sesak dan tidak pernah bisa menangis. Kalau teringat almarhum suami selalu merasa sangat sedih namun gak bisa menangis, sehingga dadanya terasa sakit.
S merasa sudah mengikhlaskan kepergian suami dan pasrah pada takdir Allah. S bingung apa yang harus dilakukan dan harus ke dokter mana. Sudah ke dokter penyakit dalam juga tidak membantu menenangkan hatinya.Â
Sejauh ini klien sudah menyibukkan diri dengan aktivitas keagamaan, bersosialisasi dengan teman-teman dan saudara-saudara. Hubungan dengan anak juga baik.