Teori Hukum Progresif sebagai penerobosan Positivisme Hukum
Paradigma hukum progresif yang dikembangkan oleh pakar hukum Prof. Dr. Satjipto Rahardjo merupakan suatu gagasan besar yang ditujukan kepada aparat penegak hukum khususnya hakim untuk melepaskan diri dari kungkungan positivisme hukum yang selama ini memberikan ketidakadilan terhadap kelompok lemah dalam penegakan hukum. Â
Sebab, penegakan hukum merupakan seperangkat prosedur untuk menjelaskan nilai, gagasan, dan cita-cita yang memadai konsep yang menjadi tujuan hukum. Tujuan atau sasaran hukum memunculkan nilai-nilai moral seperti keadilan dan kejujuran. Di dunia nyata, tujuan ini harus dapat dicapai. Salah satu indikator keberadaan undang-undang adalah dapat diterapkan atau tidaknya ajaran moral yang digariskan di dalamnya.
Prinsip inti dari Hukum Progresif adalah bahwa hukum harus cukup fleksibel untuk merespons perubahan masyarakat dan kebutuhan akan keadilan. Inti tesis cara berpikir ini adalah sebagai berikut:
1. Keadilan Sosial: Undang-undang progresif memberikan prioritas tinggi pada penegakan keadilan sosial dan hak asasi manusia. Hukum dipandang sebagai sarana untuk menegakkan standar yang ketat dan mencapai keadilan.
2. Dinamika Masyarakat: Hukum harus beradaptasi dengan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya.
3. Keterlibatan Masyarakat: Perundang-undangan yang progresif mendorong partisipasi masyarakat dalam proses legislatif. Hal ini untuk menjamin bahwa undang-undang yang dibuat mewakili kepentingan dan tujuan masyarakat luas.
4. Interpretasi Fleksibel: Hukum progresif menafsirkan hukum dengan mempertimbangkan tidak hanya teksnya tetapi juga konteks sosial dan tujuan keadilan. Hal ini membuat penegakan hukum menjadi lebih adil dan relevan.
5. Kritik terhadap Positivisme Hukum: Kaum progresif hukum sering kali mengkritik pendekatan positivis hukum, yang menekankan pada kepatuhan terhadap hukum tanpa memperhitungkan dampak yang ditimbulkan masyarakat.
Kesimpulannya yaitu, meskipun dari kacamata Positivisme Nenek Minah sebenarnya dapat dikenai hukuman. Namun apabila ditinjau dari Hukum Progresif, Nenek Minah seharusnya tidak relevan jikan dibawa sampai ke ranah pengadilan.Â
Kasus nenek minah juga merupakan bukti penegakan hukum yang jauh dari rasa keadilan, pola penegakan hukum yang hanya bertumpu pada ketentuan tertulis tanpa memperhatikan dimensi sosiologis. Seharusnya, hukum juga menyesuaikan dengan keadaan sosial masyarakat. Tidak hanya berpijak pada hukum tertulis yang dalam hal ini malah menindas kaum lemah.